Mohon tunggu...
Dinda Febrianti
Dinda Febrianti Mohon Tunggu... Pelajar Sekolah - Pelajar

Hobby menggambar

Selanjutnya

Tutup

Bahasa

Tradisi Dugderan di Kota Semarang Menjelang Ramadhan

16 Agustus 2023   18:26 Diperbarui: 17 Agustus 2023   09:07 864
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.

Kemudian, Kanjeng Bupati Raden Mas Tumenggung Aryo Purboningrat memberanikan diri untuk menentukan dimulainya hari puasa Ramadhan, yaitu setelah bedug Masjid Agung dan meriam bamboo di halaman kabupaten dibunyikan masing-masing sebanyak tiga kali.

Sebelum membunyikan bedug dan meriam, akan diadakan upacara di halaman kabupaten terlebih dahulu. Sejak saat itu, umat Islam di Semarang tidak lagi berbeda pendapat dan menjadikannya sebagai budaya lokal setempat.

Fitri Haryani Nasution dalam buku 70 Tradisi Unik Suku Bangsa di Indonesia menceritakan bahwa perayaan tradisi Dugderan dimulai dengan pemukulan bedug dan ditutup dengan perayaan letusan mercon dan kembang api.

Makna bedug dalam tradisi Dugderan digunakan sebagai penanda telah masuk bulan puasa. Sementara itu, suara letusan mercon, dan kembang api bermakna sebagai kebahagiaan di akhir bulan puasa dan datangnya Idul Fitri.

Pelaksanaan Tradisi Dugderan
Tradisi dugderan biasanya dilaksanakan sejak pagi hari sampai menjelang senja, yaitu sekitar pukul 8 pagi sampai Maghrib. Tradisi Dugderan biasanya diawali dengan digelarmua pasar kaget, yaitu pasar rakyat dan dilanjutkan dengan karnaval, seperti acara warak ngendok yang diikuti oleh arak-arakan mobil.

Dalam bulu 100 Tradisi Unik Indonesia karya Fatiharifah, tradisi Dugderan memiliki mascot yang ikut diarak ketika festival berlangsung, yaitu Warak Ngendog.

Warak Ngendog adalah binatang rekaan bertubuh kambing, berkepala naga, dan bersisik yang terbuat dari kertas warna-warni. Binatang ini juga dilengkapi dengan telur rebus yang disebut sebagai 'endog'.

Makna dari mascot Warak Ngendok ini adalah warak yang sedang bertelur. Saat diselenggarakannya tradisi Dugderan yang pertama kali untuk menyambut Ramadhan, Masyarakat Semarang sedang mengalami krisis pangan dan telur sehingga pada masa itu makanan tersebut menjadi makanan mewah.

Setelah dilakukan acara pasar rakyat dan karnaval, akan digelar halaqah tentang pengumuman awal dimulainya puasa dengan ditandai oleh pemukulan bedug. Tradisi ini kemudian diakhiri dengan pembacaan doa bersama-sama.

Input sumber gambar
Input sumber gambar


KESIMPULAN
Tradisi Dugderan merupakan suatu bentuk perhatian terhadap warisan budaya leluhur yang telah turun temurun serta bukti kecintaan terhadap kebudayaan Indonesia khususnya di Kota Semarang. Tradisi Dugderan merupakan simbol identitas masyarakat Kota Semarang sebagai representasi agama sipil yang didalamnya mengandung nilai-nilai kesetaraan, solidaritas, dan keterbukaan. Religiositas masyarakat Muslim urban di Kota Semarang ditopang oleh kekuatan kultur dan tradisi yang masih dijaga dalam lingkungan masyarakatnya. Tradisi Dugderan dengan beragam simbol etnisitas di dalamnya merupakan salah satu tradisi yang berkembang sejak tahun 1881 M di Masjid Besar Kaumaan Semarang, dan ia menjadi jembatan bertahannya Islam tradisional di Kota Semarang. Sebagaimana perkembangan permukiman dengan nuansa santri di beberapa wilayah pinggiran kota misalnya, kota Semarang bisa dikatakan menjadi salah satu kota santri di Indonesia. Terbentuknya identitas dan karakteristik masyarakat Muslim urban kota Semarang merupakan salah satu ekspresi keberagamaan dalam multikulturisme di Indonesia.  

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
Mohon tunggu...

Lihat Konten Bahasa Selengkapnya
Lihat Bahasa Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun