Mohon tunggu...
Travel Story Pilihan

Pariwisata, Dari Kita untuk Kita

31 Januari 2019   22:08 Diperbarui: 31 Januari 2019   22:35 10
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Wisata. Sumber ilustrasi: FREEPIK/Freepik

Indonesia dikenal sebagai negara yang memiliki banyak pegunungan dan kepulauan. Jumlah gunung di Indonesia sendiri berjumlah 103 gunung dan beberapa diantaranya masih memiliki predikat gunung aktif. Sedangkan untuk pulaunya sendiri, Indonesia memiliki sekurangnya 17.504 pulau. 

Melihat data-data tersebut, tentu Indonesia bisa dikatakan surge destinasi bagi para pelibur. Sebab, banyaknya destinasi yang mampu menjadi tujuan dari para pelibur dalam negeri maupun luar negeri.

Mengingat, jalur pariwisata bisa dilibatkan dalam mengembangkan ekonomi suatu negara, dan kita sudah memegang jakur itu, hanya saja perlu fokus dan pengembangan agar Indonesia mampu tumbuh menjadi negara pariwisata dan menembus 10 besar negara yang paling banyak dikunjungi. Saat ini Indonesia menempati posisi 28, dari 30 negara yang terdaftar sebagai negara paling laris dikunjungi turis.

Lalu bagaimana agar Indonesia mampu menembus 10 besar? Bagaimana agar ekonomi masyarakat Indonesia mampu terbantu dengan adanya pariwisata? Apa yang harus dilakukan untuk memanjakan para turis lokal maupun manca negara? Itulah pertanyaan rekan saya ketika kami berada di pos awal pendakian gunung Semeru beberapa bulan kemarin. Dalam perbincangan itu, kami berempat membicarakan pertumbuhan pariwisata serta mencari solusi-solusi agar pariwisata Indonesia mendunia, pun agar masyarakat pedesaan mampu terbantu akibatnya adanya lonjakan pariwisata, mulia, ya? Hehe.

Sebagai seseorang yang gemar mengitari tempat-tempat baru seraya menghabiskan royalty, hehe, saya dan rekan-rekan melihat beberapa hal yang harus diperbaiki oleh pemerintah bila ingin meningkatkan sektor pariwisata di Indonesia. Mulai dari akses menuju lokasi, tempat bermalam para pelibur, peremajaan lokasi wisata, peningkatan acara tradisi dan budaya setempat, mengapa? Sebab, hal itu yang menjadi jantung bagi pariwisata.

Pertama terkait akses menuju lokasi, banyak sekali kota yang tidak memiliki stasiun pemberhentian kereta api, sehingga untuk menuju ke beberapa kota yang tidak memiliki stasiun kita harus berheneti di kota terdekat dan melanjutkannya menggunakan kendaraan umum lainnya, seperti bus atau angkutan umu. Bagi penikmat kereta api, tentu hal ini sangat disayangkan, sebab para pelibur tidak bisa sampai ketujuan dengan tepat waktu, dan terlebih, sangat disayangkan bila kota-kota yang tidak memiliki stasiun namun memiliki panorama yang indah tidak mampu dikunjungi oleh pelibur hanya karena akses transportasi yang sulit.

Hal ini kami rasakan ketika kami mengunjungi kota Magelang beberapa bulan lalu. Untuk sampai ke Magelang, kami harus turun di stasiun Tugu Yogyakarta, dan melanjutkan perjalanan menggunakan trans Jogja menuju terminal Jombor lalu memilih bus dan menuju kota Magelang. Secara penulisan terlihat mudah, namun dilapangan beberapa kali kami berhenti untuk menanyakan jalur bus yang menuju arah Magelang. 

Kami berpikiran, bagaimana cara mempermudah orang-orang yang memang ingin pergi ke Magelang, tanpa harus berputar-putar atau nyasar. Ada beberapa cara, yaitu naik bus dari kota asal dan turun di terminal Magelang. Namun, itu bukanlah solusi bagi mereka yang takut atau tidak dapat menumpangi bus, seperti rekan saya yang memiliki trauma bila menaiki bus.

Untuk menggunakan pesawat pun, harus turun di Yogyakarta atau Semarang, lalu melanjutkan perjalanannya menggunakan angkutan umum seperti yang saya sebutkan tadi. Belum lagi, ketika sampai di terminal, bandara atau stasiun. Para backpacker harus kembai bertarung melawan calo-calo transportasi atau supir yang menaikan harga tarif diluar logika, hanya karena melihat kami sebagai orang kota yang menurutnya pasti memegang uang banyak saat berlibur, padahal belum tentu. Liburan bukanlah hak tunggal orang kaya, orang sederhana pun berhak menikmati liburan. Jadi untuk calo-calo diluar sana, jangan memukul rata.

Dan pada umumnya, untuk menuju lokasi pegunungan, bukit dan pedesaan, transportasinya pun terbatas, beberapa kali kami harus menyewa sebuah angkutan untuk mengantar kami ke lokasi. Hal ini lah yang perlu diperhatikan oleh pemerintah. Bagaimana caranya menyambungkan akses pelibur secara mudah dan sederhana. Bagi pelibur lokal saja membingungkan, bagaimana menurut pelibur manca negara? Mungkin akan siap gerak, hadap kiri gerak, bubar.

Pemerintah dibantu masyarakat setempat tentu mampu mencarikan solusi. Ada beberapa solusi yang kami pikirkan terkait hal itu. Pertama ialah membuka posko di kota-kota terdekat dari kota yang tidak memiliki stasiun atau bandara. Posko itu nanti menjelaskan rute untuk menuju lokasi, dan posko itu berada harus tidak jauh dari stasiun atau bandara, sehingga pelibur mudah untuk segera mengaksesnya. 

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
Mohon tunggu...

Lihat Konten Travel Story Selengkapnya
Lihat Travel Story Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun