Setelah membaca kisah di atas, banyak sekali hal yang dapat kita jadikan pelajaran. Hal yang perlu digarisbawahi adalah Sasaki menggunakan barang sesuai dengan kebutuhannya, sesuai dengan fungsinya, dan bukan karena dasar keinginan.Â
Dalam hal ini, gaya hidup minimalis yang diterapkan oleh Sasaki tidak identik dengan kondisi kekurangan, melainkan lebih fokus dalam memaksimalkan kegunaan dan fungsi atas barang yang dia miliki.
Mengenal Teori Perubahan Sosial
Narwoko (2004, h. 365) mengatakan bahwa masyarakat selalu bergerak, berkembang, dan berubah. Dinamika masyarakat yang terjadi bisa karena faktor internal yang melekat dalam diri masyarakat itu sendiri dan bisa juga karena faktor lingkungan eksternal.Â
Berdasarkan perjalanan yang dialami oleh Sasaki, hal tersebut menunjukan bahwa faktor pendorong yang menyebabkan dirinya untuk berubah adalah karena faktor internal yang ada di dalam diri Sasaki yang sudah sangat tertekan dengan gaya hidup yang boros dan berantakan.
Dalam hal ini, konsep perubahan sosial yang terjadi bisa dijelaskan melalui beberapa teori, salah satunya yaitu teori unilinear evolusi dengan berpijak pada suatu proses perubahan yang memerlukan proses yang cukup panjang dengan tahapan-tahapan tertentu dari bentuk yang sederhana menuju bentuk yang lebih kompleks.Â
Hal ini terlihat dari perubahan yang terjadi dari gaya hidup konsumerisme menjadi gaya hidup minimalis. Tren hidup minimalis adalah satu pilihan diantara banyaknya pilihan gaya hidup yang ada.Â
Tidak heran, penerapan gaya hidup minimais memerlukan proses yang cukup panjang hingga akhirnya dapat terbebas dari gaya hidup yang konsumtif. Dapat dikatakan, gaya hidup minimalis adalah lawan yang setimpal bagi gaya hidup konsumerisme.
Daftar Pustaka
Goa, L. (2017). Perubahan sosial dalam kehidupan bermasyarakat. Jurnal Kateketik dan Pastoral, 2(2), 53-67.
Kirana, I. (2017). Minimalisme, gaya hidup bebas konsumerisme. Diakses pada 24 Maret 2021
Narwoko, J. D. & Suyanto, B. (2004). Sosiologi: teks pengantar dan terapan. Jakarta: Prenadamedia Grup.