Ilustrasi : kadinyazarlar
Setiap satu langkah kamu menjauh, dapat melemahkan detak jantungku.
Aku tak mampu membaca arah kemana kamu pergi? karena kamu pergi selembut angin.
Aku tersayat-sayat oleh waktu saat menunggu bila masih berharap kamu kembali.
Di sini aku terlelap oleh sakit yang ku tanggung sendiri,
berbaring dengan rindu yang tidak kamu harapkan lagi adanya.
Tuhan bolehkah langit itu di ganti dengan air untuk sekejap ? agar aku bisa melihat pantul wajahnya dari sini sebelum jasad ini dibenamkan pada bumi.
Aku mengimani setiap takdir pada lembaran-lembaran hari yang telah ku lalui.
Untuk bertahan aku hanya dapat mereguk air mataku sendiri.
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H