Mohon tunggu...
Dinar Rahaju Pudjiastuty
Dinar Rahaju Pudjiastuty Mohon Tunggu... Lainnya - menulis fiksi dan non fiksi

Beberapa karya fiksi berbentuk cerita pendek bisa dilihat di berbagai koran. Menerjemahkan. Menulis non fiksi.

Selanjutnya

Tutup

Cerpen

Cerpen: Harisa

31 Oktober 2023   07:44 Diperbarui: 31 Oktober 2023   07:45 133
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Bagikan ide kreativitasmu dalam bentuk konten di Kompasiana | Sumber gambar: Freepik

Setelah itu tak ada jawaban.

"Harisa," panggil Ayala.

"Harisa Ayala," ia memanggil kembali.

Gemerisik sinyal terdengar di telepon genggam Ayala, sesaat kemudian sosok Harisa muncul di layar telepon Ayala. Tetapi ada yang salah dengan gambar itu. Terlalu elektrik. Terlalu transparan.

"Aku hologram yang deprogram Harisa. Terbangkit secara otomatis ketika denyut jantung Harisa berhenti. Jasad renik itu menginfeksi seluruh peneliti beberapa saat sebelum nanopartikel itu selesai dibuat. Waktu inkubasi sudah terlewati dan semua mati. Tetapi nanopartikel dalam jumlah yang cukup untuk disebarkan ke seluruh planet kini sudah selesai dibuat. Harisa memprogramku untuk menyelesaikan pembuatan nanopartikel itu. Ayah Harisa, kau harus meledakkan gudang penyimpanan nanopartikel supaya nanopartikel itu bisa terbawa siklon Fatima. Tak ada waktu lagi. Atau kita harus menunggu sejuta tahun lagi."

Teleponnya mati. Sepersekian detik kemudian Letnan Diaz seperti mendobrak pintu saja.

"Kolonel," katanya, dengan wajah sepucat mayat .

"Siapkan helikopter, Letnan, kau tahu bom apa yang harus kita bawa. Lengkapi. Aku menunggang helikopter bersamamu."

Letnan Diaz masih terdiam.

"Itu perintah, Letnan," bentak Ayala.

Helikopter mengudara sementara tampak siklon Fatima mulai bangkit ditandai dengan gangguan sinyal radio, helikopter Ayala dan Diaz bergegas ke fasilitas penelitian tempat Harisa. Penembak mengkonfirmasi target untuk menjatuhkan bom dan kemudian mereka menunggu persetujuan Ayala.

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
  4. 4
Mohon tunggu...

Lihat Konten Cerpen Selengkapnya
Lihat Cerpen Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun