Tentunya banyak sekali kaum cendikiawan yang perduli pada keberadaan lembaga ini, di atas adalah secuplik contoh perbandingan. Masalah organisasi MK dapat dibereskan melalui studi perbandingan ini, juga untuk mendapatkan masukan dan pertimbangan yang memadai, jumlah peneliti di tubuh MK dapatlah ditambah. Sampai tahun 2021, seturut M. Lutfi Chakim --salah satu peneliti di MK, baru ada sembilan belas peneliti (rapporteur judges) di tubuh MK dan tujuh kandidat peneliti yang baru direkrut.Â
Rapporteur judges ini adalah para ahli hukum yang mumpuni yang akan memberikan nasihat, sudut pandang, pelbagai tinjauan pustaka dari seluruh sistem hukum yang ada di dunia. Jumlah peneliti di MK ini masihlah sedikit mengingat Korea Selatan memiliki 64 rapporteur judges dan Jerman memiliki 65 orang. Demi fungsi MK maka sistem penyokong terutama peneliti ini sangatlah diperlukan terutama jika berkasus dengan masalah konstitusi berskala besar, termasuk sarana yang diperlukan adalah sokongan teknologi informasi yang memudahkan akses dan saling keterhubungan.
MK pun teruslah berbenah dalam hal penunjukan hakim-hakimnya. Tahun lalu, MK kembali diguncang karena penggantian Wakil Ketua Mahkamah Konstitusi, Prof. Dr. Aswanto oleh Prof. Dr. Guntur Hamzah. Penggantian ini dianggap tidak konstitusional karena hakim hanya dapat tergantikan jika ia meninggal dunia, mengundurkan diri, atau habis masa jabatanny, atau terlibat kasus.
Jimly Asshiddiqie, selaku salah seorang pendiri dan mantan Ketua pertama Mahkamah Konstitusi Republik Indonesia (2003-2008), mengabarkan kekhawatiran telah terjadi political recalling dalam kasus ini. Hal ini sangat meresahkan karena adanya pernyataan dari Bambang Wuryanto, yaitu Ketua Komisi 3 DPR-RI yang menyatakan bahwa Aswanto seharusnya membela kepentingan DPR karena Aswanto adalah hakim di MK yang diusulkan oleh DPR dan DPR merasakan Aswanto tidak cukup membela kepentingan DPR.
Seturut Jimly, pernyataan ini seolah-olah menegaskan bahwa pekerjaan hakim di MK adalah memuaskan kepentingan lembaga pengusulnya. Â Tentu seorang hakim tidak dapat bekerja dengan baik jika ada tuntutan seperti itu.
Semoga pemilihan sembilan hakim di Mahkamah Konstitusi lebih terkendali, terawasi, baik oleh lembaga pengawasan eksternal maupun internal, dan objektif untuk menjaga atmosfir demokrasi yang sudah susah payah diperjuangkan.
Adakah kekhawatiran saya sirna? Setidaknya daripada membiarkan Mahkamah Konstitusi kami roboh tumbang menjadi puing-puing, saya merasa sudah sumbang saran agar para penjaga tetap tegar menjaga konstitusi kami. Agar bangsa kami lestari.
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H