Di zaman modern ini, fenomena politik Post-Truth semakin sering terjadi. Perkembangan era digital saat ini ditandai dengan semakin besarnya penetrasi media sosial di berbagai bidang ekonomi, politik, budaya, pertahanan dan keamanan.
Menurut Kamus Oxford, istilah "Post-Truth" dapat diartikan sebagai keadaan dimana fakta memiliki pengaruh yang lebih kecil dalam membentuk opini publik dibandingkan emosi atau keyakinan pribadi. Permasalahan masyarakat bukan pada cara kita menerima berita, tapi ketidakmampuan kita mengolahnya dengan baik.Â
Penggunaan media sosial untuk tujuan politik seringkali dimanfaatkan oleh oknum tertentu untuk mendapatkan perhatian dan simpati masyarakat, namun kenyataannya ada sebagian masyarakat yang memanfaatkannya untuk mengalahkan lawan politik sebagai media propaganda dan provokasi.
Inilah yang disebut dengan misinformasi politik, yaitu berita palsu tentang politik yang digunakan sebagai propaganda untuk mempengaruhi masyarakat sesuai dengan isi beritanya, hal ini populer di era Post-Truth.Â
Fenomena politik Post-Truth menjadi permasalahan serius di Indonesia, hal ini terjadi karena demokrasi masih bersifat formal dan prosedural serta penggunaan jejaring sosial tanpa kontribusi yang bertanggung jawab turut memperkuat politik identitas dan perpecahan sosial di era Post-Truth.
Dalam hal ini masyarakat yang terpolarisasi menjadi rentan terhadap eskalasi aksi kekerasan. Selain itu maraknya hoax politik juga berdampak negatif terhadap keamanan nasional. Oleh karena itu, kita harus mengedepankan fakta dan kebenaran dalam pembentukan opini publik dan pengambilan kebijakan politik.
Untuk memperbaiki situasi ini fakta dan kebenaran harus menjadi yang terdepan dalam pengambilan keputusan dan pembentukan opini publik, hal ini merupakan tanggung jawab setiap orang untuk memastikan bahwa informasi yang mereka terima berasal dari sumber yang dapat dipercaya dan faktanya beragam.
Aktivitas politik yang menjadi ciri Post-Truth harus dihindari misalnya memanipulasi kebenaran, karena akan berdampak negatif pada masyarakat. Selain itu, lembaga dan organisasi terkait harus memperkuat pengawasan terhadap penyebaran informasi palsu dan berbahaya.
Politik Post-Truth di Indonesia