Mohon tunggu...
Dinar Fitra Maghiszha
Dinar Fitra Maghiszha Mohon Tunggu... Multi-tasker, Part-time Writer, Backpacker | History Grad -

Mari saling berbagi dan mengingatkan.

Selanjutnya

Tutup

Humaniora Artikel Utama

Memikirkan Ulang Pertanyaan "Cita-citamu Ingin Jadi Apa?"

13 Desember 2017   06:40 Diperbarui: 1 Desember 2018   14:20 7116
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Ilustrasi. Shutterstock

Salahkah hal tersebut?

Seperti yang dijelaskan diatas bahwa hal tersebut adalah wajar. "Sudah menjadi wajar" akibat "tidak/bahkan (dianggap) sia-sia" untuk mempertanyakannya. Pernahkah kita menyadari bahwa predikat "menjadi apa" akan didapat saat telah "melakukan apa". Proses menuju "menjadi" harus dilalui dengan "melakukan". Menjadi dokter harus pernah menyembuhkan seseorang, menjadi guru harus pernah mengajar, menjadi pilot harus pernah mengendarai pesawat.

"Profesi" diperoleh saat "berperan". Melakukan terlebih dahulu baru menjadi. Berbuat baik dahulu baru menjadi surgawan/surgawati (Apabila konteksnya spiritual). Bahkan hal tersebut berlaku pada sesuatu yang negatif, seperti: Mencuri terlebih dahulu baru menjadi maling. Melakukan apa terlebih dahulu kemudian menjadi apa. Memakan kerupuk terlebih dahulu kemudian penjadi pemakan kerupuk. Meniup balon terlebih dahulu kemudian menjadi peniup balon. Menyelamatkan dunia terlebih dahulu kemudian menjadi penyelamat dunia dan sebagainya.

Namun demikian, seseorang dapat melakukan banyak hal terlebih dahulu untuk menjadi sesuatu. Hal itu disebabkan karena aktivitas "melakukan apa" tidak berlaku tunggal. Seseorang dapat melakukan banyak hal terlebih dahulu untuk menjadi. Misalkan: Meniup balon, menangkap maling, dan menerbangkan pesawat untuk menjadi pilot.

Apakah cita-cita "menjadi apa" adalah sebuah tujuan manusia?

Adalah tentang pertanyaan: Apakah menyembuhkan penyakit harus menjadi dokter? Apakah mengajar harus menjadi guru ? Apakah menerbangkan pesawat harus menjadi pilot? Hal inilah kondisi yang sering kita lihat bahkan kita alami sendiri, bahwa seseorang dapat melakukan sesuatu tanpa harus menjadi sesuatu.

Di lain hal terdapat beberapa pengecualian atas peran yang sebagian dari kita dapatkan, di mana "melakukan sesuatu" harus memperoleh "legitimasi/pengesahan" dari subjek “profesi”. Seperti halnya "menerbangkan pesawat" harus mendapat pengesahan sebagai pilot. Walaupun menerbangkan pesawat harus didahului dengan menjadi pilot, namun sebelumnya haruslah melalui latihan terlebih dahulu dalam kerangka "melakukan sesuatu". Peran tersebut di dapatkan tatkala seseorang "melakukan sesuatu" terlebih dahulu. Dalam hal ini "menerbangkan pesawat" sebagai latihan sebelum mendapat predikat “menjadi pilot”.

 Sebaliknya terdapat kondisi di mana seseorang dapat menerbangkan pesawat meskipun ia bukanlah seorang pilot (walau memang illegal dalam praktik strukturalnya). Inilah kondisi-kondisi yang kita jumpai bahwa terdapat beberapa peran yang tidak didapatkan oleh semua orang. Juga terdapat beberapa aktivitas yang tidak dapat dilakukan oleh semua orang. Hal tersebut memberi pengertian bahwa seseorang dapat melakukan sesuatu walaupun tidak menjadi sesuatu.

Mendudukkan kembali substansi “Menjadi apa”

Sudah menjadi apa / siapa saya hari ini ? Saat saya kecil, sering saya ditanya, “Cita-citamu ingin jadi apa ?”, maka dengan cepat saya jawab: “jadi dokter”. Andaikan saya sekarang adalah seorang dokter, sudah berhasilkan cita-cita saya ? Tentu saya akan bilang “Iya”.

Andaikan saya adalah bukan seorang dokter. Saya adalah bukan siapa-siapa, apakah saya adalah subjek yang telah “menjadi ?”. Maka, akan saya jawab “Iya”. Secara otomatis, apa yang kita lakukan merefleksikan siapa kita, bahkan saat kita diam saja, kita adalah “pelaku diam / pendiam”

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
  4. 4
Mohon tunggu...

Lihat Konten Humaniora Selengkapnya
Lihat Humaniora Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun