Mohon tunggu...
Dinar Fitra Maghiszha
Dinar Fitra Maghiszha Mohon Tunggu... Multi-tasker, Part-time Writer, Backpacker | History Grad -

Mari saling berbagi dan mengingatkan.

Selanjutnya

Tutup

Humaniora

Ada Bunga dan Bangkai di Taman Bunga

12 Desember 2017   22:40 Diperbarui: 1 Desember 2018   14:01 527
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Humaniora. Sumber ilustrasi: PEXELS/San Fermin Pamplona

Saat berjalan di depan taman bunga, saya merasa tertarik dengan rangkaian bunga dan tata letak taman tersebut. Seketika kekaguman hadir dan memandanginya lama. “Indah ya” terbersit dalam pikiran. Ketika melihat ada keindahan pada taman bunga tersebut, saya mencari tempat yang nyaman untuk mencari udara segar di sekitar taman dan duduklah saya. Sembari duduk di bangku dekat taman, saya teringat akan sebersit indah yang baru saja hadir dalam pikiran, saya penasaran dan menghadirkan pertanyaan:

"Untuk siapa sebenarnya ucapan keindahan yang saya katakan itu ?"

Apakah keindahan itu milik "TAMAN". Ataukah juga milik BUNGA ? Ataukah karena bunga menjadi satu kesatuan bunga yg lain dan menjadi taman, baru bisa disebut dengan “keindahan” ? Saya sadar bahwa “taman” bukan “bunga”, dan sebaliknya. Jika memang tadi saya pikirkan “keindahan” untuk taman, maka apabila saya masukkan 3 bangkai tikus di tempat yg tak terlihat pada taman tersebut, masihkah taman itu bisa disebut indah dan penuh dengan keindahan ?

Penasaran saya menjadi tinggi, segera saya bangkit dari bangku, lalu menghampiri taman tersebut dan benar sekali dugaan saya, di balik rimbunan mawar itu terdapat bunga sepatu yang mati dan layu. Ada sarang semut yang terkoyak karena hujan, dan ada banyak kantong plastik bekas jajanan di ruang-ruang yang tak pernah saya tahu di awal perjumpaan. Lalu pertanyaan akhir saya muncul, masihkah saya memberi identitas yang terkait pada taman yang di awal perjumpaan saya katakan "INDAH" tadi ?

Saya kembali ke tempat duduk awal dan memikirkan masalah ini. Setelah berpikir, ternyata taman bunga itu adalah wujud bersatunya bunga-bunga mekar, layu, mati, dan benda-benda tak teridentifikasi (unidentified). Seketika saya sadar bahwa ternyata “keindahan” yang saya pikirkan tadi mempunyai ragam hal; bunga, tanah, sampah plastik, rumah semut, bunga yg layu, dll. Saya berpikir bahwa "Satu bunga mewakili satu identitas, satu taman mewakili ragam identitas".

Hadir dalam benak saya, maka jika ingin menilai keindahan taman secara umum, maka sejatinya saya harus menerima konsekuensi bahwa bangkai hewan di dalamnya yg tak terlihat pun adalah bagian dari keindahan taman. Tetapi jika secara khusus, tentu saya tak bisa menilai taman, tetapi yang saya nilai adalah identitas masing-masing "thing" di dalam tamannya, yaitu bunga dan bangkai hewan tersebut. Berarti di awal tadi, pertanyaan kepada siapakan identitas indah seharusnya milik bunga kah ? Atau dapat saya tempatkan “indah” pada taman dengan konsekuensi hal-hal tadi. Ternyata seperti itu, lalu di kursi taman saya berpikir:

Apakah juga sama seperti manusia, yang merupakan bentuk dari kompleksitas. Saat kita memberi penilaian "INDAH" pada seseorang secara umum, maka konsekuensinya harus bersedia menerima kenyataan-kenyataan lain dalam dirinya. Begitu pula saat kita memberi penilaian "INDAH" secara khusus, maka konsekuensinya adalah menilai pada thing "khusus" dalam diri seseorang. Oh, "Mata"mu, "Rambut"mu, "Pikiran"mu, dll. Begitu seterusnya. That's a good thing. Sebaliknya juga sama. Yaitu berlaku juga pada predikat penilaian dengan "Bad Thing".

Segi pragmatisnya, maka beruntunglah bangkai-bangkai hewan tersebut, karena “tidak terlihat” dalam sudut pandang umum, maka ia (bad thing) tadi akan mendapat predikat indah dari manusia yg sekilas memandang sebuah taman. Bahayanya lagi, mereka yang sembunyi dalam “indahnya taman”, akan menunggu pujian-pujian seseorang yang mengatakan keindahan. Memang, untuk menilai "seseorang dalam kelompok", saya harus bisa memandang "Orang sebagai individu" bukan "orang sebagai kelompok". Sedangkan ketika yang saya pandang adalah sebuah kelompok, maka tak bisa saya memandang hanya pada “good or bad thing" nya kelompok tersebut saja tanpa penjelasanthing-thing khusus di dalamnya.

Antara individu dan kelompok, keduanya saling memberi pengaruh. Seperti bunga dan taman bunga.

Sebuah percakapan dalam diri saya sendiri. Sebuah bentuk refleksi bahwa ada bunga dan bangkai di taman bunga. "Ahh, indah bunganya" menurut saya perkataan itu lebih baik. Segera saya meninggalkan taman.

16 Desember 2015

Dinar Fitra Maghiszha | @dirghiz

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
Mohon tunggu...

Lihat Konten Humaniora Selengkapnya
Lihat Humaniora Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun