Mohon tunggu...
Dinara Falif
Dinara Falif Mohon Tunggu... Lainnya - Perencanaan Wilayah dan Kota

191910501078

Selanjutnya

Tutup

Money

Utang Luar Negeri, Pertumbuhan Ekonomi dan Kemiskinan

19 Mei 2020   13:39 Diperbarui: 19 Mei 2020   13:39 499
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Bagikan ide kreativitasmu dalam bentuk konten di Kompasiana | Sumber gambar: Freepik

Indonesia merupakan suatu negara yang tidak semua rakyatnya memiki kemampuan ekonomi yang baik. Ada kalangan yang bisa dikatakan mampu ada juga yang kurang mampu. Kondisi kurang mampu ini disebut dengan kemiskinan. Secara umum kemiskinan dapat didefinisikan sebagai situasi dimana sesorang sulit atau bahkan tidak dapat memenuhi kebutuhan hidupnya. Kemiskinan dalam suatu negara tidak dapat dihilangkan secara menyeluruh namun kemiskinan dapat dikurangi melalui program pembangunan berkelanjutan dari pemerintah. Oleh karena itu penekanan angka kemiskinan menjadi salah satu tujuan pembangunan yang fundamental sehingga menjadi alat ukur untuk menilai efektifitas berbagai jenis program pembangunan. seperti yang kita tahu bahwa program pembangunan salah satu tujuannya adalah untuk menyejahterakan kehidupan masyarakat jadi sudah selayaknya pembangunan ini dapat juga digunakan untuk menekan angka kemiskinan suatu negara. Dalam menyikapi masalah kemiskinan ini, hendaknya pertumbuhan ekonomi terus digalakkan agar perekonomian masyarakat tidak statis atau bahkan menurun. 

Utang Luar Negeri (ULN) adalah salah satu cara yang dapat dilakukan pemerintah untuk menaikkan pertumbuhan ekonomi. Utang Luar Negeri sendiri merupakan utang penduduk Indonesia kepada pihak yang bukan penduduk baik dalam valuta asing dan ataupun rupiah. Utang luar negri ini dapat dijadikan sebagai salah satu sumber pembiayaan pembangunan. Tentu dari pembangunan ini diharapkan akan memerikan dampak yang baik bagi pertumbuhan perekonomian negara. Didalam utang luar negeri ini ada beberapa indikator yang dapat mengukur beban dari utang itu sendiri, seperti; (1) Debt Service Ratio yang merupakan perbandingan kewajiban membayar utang dengan utang luar negeri melalui devisa hasil ekspor serta DSR ini memiliki ambang batas aman pada 20%, (2) Debt to Export Ratio yang merupakan rasio utang luar negeri terhadap kegiatan ekspor dan indikator ini akan menetapkan negara yang berstatus sebagai negara penghutang berat jika memiliki Debt to Export Ratio lebih besar dari 220%, (3) Debt to GDP Ratio yang merupakan rasio utang luar negeri terhadap PDB atau Produk Domestik Bruto. Negara Indonesia sendiri memperoleh pinjaman luar negeri (Loan) dari pinjaman multilateral yang berasal dari Bank Dunia, Bank Pembangunan Asia, Bank Pembangunan Islam dan beberapa lembaga keuangan regional dan internasional. Serta bisa juga diperolah dari pinjaman bilateral yang berasal dari pemerintah negara-negara yang tergabung dalam negara anggota Consultative Group On Indonesia (CGI) sebagai lembaga yang menggantikan kedudukan IGGI. Dari indikator yang telah disebutkan, terdapat salah atu yang menyinggung masalah PDB atau Produk Domestik Bruto. Laju pertumbuhan produk domestik bruto ini biasanya digunakan sebagai indikator dalam mengukur pertumbuhan ekonomi. 

Berdasarakan OECD alias Organisasi untuk Kerjasama dan Pembangunan Ekonomi, pertumbuhan perekonomian Negara Indonesiaa pada 2012-2016 memiliki pertumbuhan yang paling tinggi jika dibandingkan dengan negara-negara ASEAN seperti Filipina, Malaysia, Thailand, Vietnam dan Singapura. Meskipun dikatakan bahwa pertumbuhan ekonomi Indonesialah yang paling tinggi namun nyatanya hal itu tidak berimbas ke seluruh masyarakat, masih ada saja masyarakat yang berada pada jurang kemiskinan. Kemiskinan juga erat kaitannya dengan Indeks Pembangunan Manusia (IPM) yang menjadi alat pengukur dari aspek yang berkaitan dengan tingkat kesejahteraan dan tingkat kualitas hidup penduduk suatu negara. IPM ini akan memberi gambaran tentang situasi dari kualitas penduduk baik dari segi ekonomi maupun non ekonomi. Pertumbuhan ekonomi dan kemiskinan memiliki hubungan yang erat. Pertumbuhan ekonomi dinilai mampu dalam menekan angka kemiskinan, namun pada realitanya tidak semuanya seperti itu.  Sesuai dengan World Bank (2006) yang mengatakan bahwasannya pertumbuhan perekonomian belum dapat mengurangi kemiskinan secara signifikan. Hal demikian itu dapat terjadi dikarenakan adanya ketimpangan pada pola pertumbuhan perekonomian Indonesia yang berupa ketidak merataan sehingga mengakibatkan masyarakat kurang mampu tidak mendapat dampak dari pertumbuhan ekonomi tersebut. Sukarna dan Mamun (2008) menyatakan bahwa hubungan utang luar negeri dengan pertumbuhan ekonomi umumnya memiliki korelasi yang negatif. Pernyataan demikian tidak dapat secara mentah-mentah ditelan, pasalnya utang luar negeri ini juga merupakan bagian dari investasi sehingga nantinya akan berdampak baik bagi pertumbuhan ekonomi negara.

Sebenarnya keberadaan utang luar negeri ini mengundang pendapat positif dan juga negatif. Sisi positifnya bila pengguaan utang luar negeri ini dapat digunakan secara baik atau ke arah produktif sehinga dapat meningkatkan laju pertumbuhan ekonomi baik ekonomi masyarakat kecil maupun masyarakat menengah sehingga dari situ diharapkan dapat menekan angka kemiskinan. Sedangkan dampak negatif dari utang luar negeri telah dikemukakan oleh Prawiro (2004) yang menyatakan bahwa (1) utang luar negeri dapat mengusik kedaulatan negara penerima karena terlalu banyak persyaratan politik, (2) bila utang luar negri digunakan untuk hal yang tidak produktif maka akan mempersulit negara dalam pembayaran utang tersebut karena hasil dari pembiayaan melalui utang luar negeri tersebut nihil, (3) utang luar negeri digunakan untuk kepentingan bisnis beberapa kelompok saja atau beberapa individu saja sehingga tidak akan memberikan dampak yang signifikan terhadap peningkatan ekonomi masyarakat secara keseluruhan lalu bagaimana kemiskiskinan dapat ditekan?

Bukannya tidak mungkin suatu negara menggunakan pembiayaan dari utang luar negeri. Karena beberapa hal yang menharuskan negara melakukan pinjaman kepada negara lain. Sekarang tinggal bagaimana pemerintah dalam menyikapi utang luar negeri. Mengingat bahwa Indonesia bukanlah negara yang semua rakyatnya adalah kalangan atas ataupun kalangan menengah ke atas, sudah sepantasnya utang luar negeri ini digunakan untuk memperbaiki kualitas perekonomian masyarakat secara luas bukan hanya untuk kepentingan beberapa kelmpok yang malah bisa jadi berefek negatif. Sesuai dengan tujuan pembangunan yaitu meningkatkan kesejahteraan masyarakat dan salah satu indikator kesejahteraan masyarakat adalah terlepas dari kondisi kemiskinan.

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

Mohon tunggu...

Lihat Konten Money Selengkapnya
Lihat Money Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun