Mohon tunggu...
Dina Putriaji
Dina Putriaji Mohon Tunggu... Mahasiswa - Dinis

Dinis

Selanjutnya

Tutup

Ruang Kelas

Apresiasi Karya Mengenang Budi Darma

20 September 2021   23:37 Diperbarui: 21 September 2021   00:13 91
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Bagikan ide kreativitasmu dalam bentuk konten di Kompasiana | Sumber gambar: Freepik

Ada tiga genre sastra yang disebutkan dalam materi ini. Yang pertama adalah tragedi yang biasanya terdapat kehidupan yang lebih tinggi daripada dunia pengalaman sehari-hari, manusia yang tinggi, mulia dan agung. Citra yang muncul dari genre ini adalah kebesaran dan keagungan. 

Yang kedua adalah genre komedi yang menggambarkan manusia di dalam posisi yang lebih rendah daripada manusia biasa, kehidupan yang lebih rendah daripada dunia pengalaman sehari-hari. Yang ketiga adalah novel yang menggambarkan manusia biasa atau manusia yang bisa ditemukan di dalam kehidupan sehari-hari. Itulah sebabnya novel identik dengan realisme.

Di dalam novel realis yang menggambarkan kehidupan sehari-hari, berlangsung di dalam ruang dan waktu yang partikular. Artinya, ruang dan waktu tersebut jelas, diketahui letak geografisnya dan kapan waktu terjadinya. Selain itu, tokohnya adalah manusia biasa yang dapat dijumpai dalam dunia pengalaman sehari-hari. 

Untuk plot cerita terdiri dari rangkaian peristiwa yang terhubung secara kausal sehingga peristiwa yang terjadi benar-benar terpadu. Dalam filsafat, rangkaian peristiwa seperti ini menerangkan bahwa kehidupan yang digambarkan harus bersifat rasional dalam hubungannya dengan struktur plot, yaitu kausal, terpadu, dan koheren. Sedangkan dalam konteks sosial-budaya lebih identik dengan masyarakat modern, industrial dan kapitalis.

Selanjutnya mengenai rasionalisme dan empirisme. Rasionalisme di dalam sastra itu memperlihatkan ini bahwa semua peristiwa atau kejadian pasti mempunyai tujuan dan alasan yang terhubung dengan peristiwa sebelum ataupun sesudahnya. 

Setiap tanda kata hanya mempunyai satu makna yang koheren atau bisa disebut sebagai entitas tunggal. Sedangkan empirisme menunjukkan bahwa segala yang ada adalah yang dapat dialami secara inderawi atau empirik.

Ide jungkir-balik dari Budi Darma itu seperti menjungkir balikkan konsep realisme dengan data analisis filsafat. Budi Darma mengemukakan bahwa sastra merupakan dunia serta kemungkinan yang terbuka, tanpa batas, dan mengandung banyak kemungkinan makna. 

Sastra juga dapat berubah-ubah sesuai dengan suasana hati dan pikiran subjektif. Hal ini berkaitan dengan sifat sastra yang yang tidak pernah bisa ditafsirkan secara final oleh siapapun. Oleh karena itu, sastra dapat terus dibicarakan karena penafsirannya tidak pernah habis. Itulah yang disebut kreativitas oleh Budi Darma.

Teori jungkir-balik juga berhubungan dengan objektivitas dan subjektivitas. Objektivitas adalah kesesuaian antara pernyataan pengetahuan dengan apa yang ada atau empiric. 

Hal ini merupakan prinsip dasar dari pengetahuan biasa dan juga dasar dari realisme. Kemudian, subjektif adalah ketidaksesuaian antara pernyataan pengetahuan denga napa yang ada, misalnya prasangka, kepentingan, dan kehendak. 

Jadi, apabila hukum sastra didasarkan objektivitas realisme, maka subjektivitas bisa menjungkirbalikkan objektivitas.

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
Mohon tunggu...

Lihat Konten Ruang Kelas Selengkapnya
Lihat Ruang Kelas Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun