Mohon tunggu...
Dina Purnama Sari
Dina Purnama Sari Mohon Tunggu... Dosen -

There is something about Dina... The lovely one...

Selanjutnya

Tutup

Cerpen Pilihan

The Power of Love

9 Januari 2019   11:08 Diperbarui: 9 Januari 2019   16:24 135
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Cerpen. Sumber ilustrasi: Unsplash

Senin, 7 Januari 2019.

Suatu siang yang absurd. Suasana panas terik namun gerimis membasahi bumi. Semakin absurd kala seorang teman lama mengajakku bersilaturahmi di sebuah toko busana muslimah, Jakarta Barat.  Usai shalat zuhur, kami duduk santai di barisan belakang jemaah mushola yang terdapat di lantai bawah toko tersebut.

"D, taukah kau kalau kau pernah merundungku?"

Kuangkat kacamata minusku dan mengenakannya. "Maksudnya?"

"Mmm, mem-bully-ku."

"Oiya, kapan?"

"Banyak, D. Kau dan teman-temanmu itu yang kini sudah kau tinggalkan karena akhirnya menyadari kalau kumpul bersama mereka tidak berfaedah baik. Alhamdulillah, doa-doa terbaik untukku dikabulkan oleh Alloh walaupun perlu waktu dan kesabaran."

Aku diam sejenak lalu melirik jam dinding. Kucoba mengingat beberapa peristiwa di masa lalu. Mmm, okey, sepertinya yang diucapkan perempuan bercadar di depanku ini benar. Setulus hati kuucapkan minta maaf dan lisanku pun berucap,"Maaf."

"Ya sudah, semua sudah berlalu dan bagaimana rasanya dikeluarkan dari aplikasi chat online grup, D?"

Kembali, aku terdiam. "Aplikasi chat yang mana?"

Perempuan bercadar itu menunjukkan sebuah aplikasi chat melalui telepon cerdasnya. "Yang ini..."

Aku terhenyak sejenak. "Pantas saja, aku tidak mendapatkan notif chatnya. Mmm, apa aku left sendiri, ya? Otomatis, gitu tanpa kusadari. Akan tetapi, apakah anggota di dalamnya 'ngeh kalau aku left sendiri atau dikeluarkan? Wait, aku searching grup itu dulu."

Sret. Sret. Oemji. Blank. Aku diam. "Kau benar, aku dikeluarkan dari grup." ucapku sembari tertawa tipis.

"Kau tau dosa-dosamu kepada mereka? Khususnya, admin... Mmm, para admin di dalamnya?"

Aku diam sejenak. "Sepertinya, aku tahu..."

"Waktu itu, aku ingat kalau kau pernah mengatakan bermimpi akan keluar dari sana dan itu sudah terbukti. Alhamdulillah, kau dapat 'balasan' langsung di  dunia. Balasan atas apa yang pernah kau lakukan kepadaku walaupun kau tidak pernah mengeluarkanku dari sana. Kuyakin, tak ada seorang pun yang ngeh kalau kau dikeluarkan dari sana. D, inilah namanya kekuatan cinta satu tim yang mampu mengenyahkan satu orang. Itulah sebabnya mengapa aku tak pernah mau bergabung dengan mereka. Langsung kuhajar orang-orang yang bertolak belakang denganku. Kau lemah sih, D, jadi mudah diperdaya."

Lagi, aku terdiam. Sungguhkah yang dikatakannya? Huft, aku memang lagi fokus dengan dua hal sehingga tidak terlalu memperhatikan pergerakan chat di sana dan kalaupun kubaca semuanya lalu kuhapus. Jika perlu, aku komen. Jika tidak perlu, aku tidak komen. 

"Wait, darimana kau tahu kalau aku sudah tidak ada di grup itu?"

"Aku melihatnya, D. Notifnya ada dan dihapus langsung oleh sang Admin. Akan tetapi, aku tidak tahu apakah kau dikeluarkan atau diblok karena kau tidak mendapatkan notif apa-apa, kan? Aku juga tidak bisa melihat namamu lagi di sana. Kau juga tidak bisa mencarinya di sana, kan? Notifnya itu kulihat saat dini hari, D dan dalam hitungan detik langsung hilang, mungkin segera dihapus oleh adminnya. Waktu itu, aku pernah keluar sendiri lalu dimasukan kembali dan tetap di sana hingga saat ini. Alhamdulillah, pada akhirnya, aku berdamai dengan mereka."

Aku mengernyitkan mataku. "Berdamai atau 'berdamai'?"

"'Berdamai'." Dia tersenyum.

"Tidak mudah D untuk hijrah menjadi lebih baik. Anggap saja, ini ujian... Lihat aku, tidak mudah bagiku menjalani hari-hariku. Mengenakan busana muslim tertutup dan bercadar dan insya Alloh bisa melewati semuanya, jangan lelah. Jika lelah, maka mati saja. Jangan kendur, D, maju terus tuntaskan studimu. Lanjutkan aktivitasmu. Jangan dendam."

"Iya, terima kasih. Aku tidak dendam. Biasa saja, cuma heran siapa yang melakukan hal tersebut?"

Dia tertawa. "Ya, adminnya."

"Iya, lalu inti pembicaraan ini apa?"

"Bahwa kekuatan cinta itu bisa mengalahkan semuanya. Bersatu kita teguh, gitu. Semakin sip kala mempunyai kekuatan. Itulah yang pernah kau lakukan kepadaku, kan, D? Kau punya kekuatan itu bersama mereka kemudian kini kau memilih untuk tidak memilikinya lagi, menjauh itu lebih baik. Resikonya banyak, D dan kau harus siap."

"Yes, I know, aku sudah siap. Yang penting, aku tetap menjaga silaturahim dengan mereka, sebetulnya, cuma dengan cara yang hanya bisa kulakukan semampunya."

 

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
Mohon tunggu...

Lihat Konten Cerpen Selengkapnya
Lihat Cerpen Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun