Mohon tunggu...
Dina Purnama Sari
Dina Purnama Sari Mohon Tunggu... Dosen -

There is something about Dina... The lovely one...

Selanjutnya

Tutup

Cerpen

Cerpen | World of Our Own

24 Agustus 2017   10:45 Diperbarui: 24 Agustus 2017   10:53 341
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Cerpen. Sumber ilustrasi: Unsplash

Hadeuh. Terjebak pagi hari di antara dua perempuan keceh dan cerdas membuatku demam. Panas dingin. Keduanya membuatku tak berkutik karena pengalamannya di atasku.

"Jadi, begini, Mbak D. Menurutmu, siapa yang salah? Aku atau dia?" Tanya Tatjana pelan namun dalam. 

"Ya..." Kumainkan sedotan berwarna putih polos.

"Topik kali ini ngeri-ngeri pedas. Pelakor dan poligami."

What? Watdezig! Astajim. Aku masam-mesem.

Yang satu, Tatjana, lulusan sekolah luar negeri dengan segala ilmu duniawinya dan yang satunya lagi, Amelia, lulusan sebuah pondok pesantren terkemuka, hadir dengan segala ilmu akhiratnya. Kesamaan keduanya adalah sama-sama muslimah keceh. Ibaratnya, gado-gado pedas dengan karet dua. Nah, jika sudah begini, aku bagaikan upik abu. Citra Princess, Cinderella, dan manis yang melekat diriku lenyap tak bersisa jika berkumpul dengan keduanya.

Cool. Kerenlah. Tak hanya cerdas akademik, keduanya juga termasuk tipe macan ternak, emak cantik antar anak. Master, mamak berdaster, jika di rumah. Ditambah, mahmud, mamah muda. 

Aku gerah. Tak sabar menunggu professorku datang. Alamak, lamanya...

Kelar obrolan pelakor dan poligami, lanjut pembahasan lebih keren melahirkan alami dibandingkan caesar. Aku masam-masam mendengarkannya.

Tatjana melahirkan caesar dan Amelia melahirkan alami. Keduanya berbincang santai membahas hal tersebut tapi membuatku pusing tujuh keliling, entah mengapa.

Topik selanjutnya adalah fulltime mother atau working mom. Kalau aku? Memilih half working mom tapi tetap punya penghasilan sendiri. Topik ini tetap hangat dibahas keduanya. Amelia tipe fulltime mother dan Tatjana working mom tapi hari ini sedang off, cuti. Bulan depan, Tatjana memutuskan untuk berbisnis di rumah sehingga tetap bisa dekat dengan anak-anaknya. Kami sepakat bahwa segala rezeki itu adalah pemberian dari-Nya dan insya Allah tidak akan tertukar.

"Kenapa, lu?" tanya Tatjana galak.

Glek. Pisang meler nyangkut di kerongkonganku.

"Tar juga Lu ngerasin apa yang kita, gue dan Amelia rasakan." Tatjana tertawa keras. "Gak punya waktu untuk 'me time'. Baru selonjoran, eh anak udah bangun terus mewek. Gue sumpahin lu banyak anak. Gak bakalan sempat 'dah lu bergincu ria. Apalagi, bisa mandi dan lama-lama luluran..."

Aku nyengir. Tobat dah. Walaupun demikian, aku mengaminkan doa Tatjana dengan versi positif.

"Iya, elu sibuk ngurusin anak orang lain di luar, eh di rumah juga sibuk ngurusin anak sendiri." Ucap Amelia tertawa tak putus.

Aku batuk-batuk kecil.

"Pokoknya, apa pun yang orang yang bilang tentang elu dan anak elu, abaikan aja. Gak usah lu ambil pusing." Lanjut Amelia.

"Iya, kalau perlu, lu cabein mulutnya biar dia yang bicara itu jadi cabai-cabaian. Lu sumpel pake terong biar jadi terong-terongan." ucap Tatjana terkekeh geli.

Hadeuh, amsyong  pagi ini. Terjebak bersama dua orang sohib TK yang saat ini berstatus emak-emak dengan dua anak yang sehat dan insya Allah soleh-solehah. Mereka memang selalu selangkah atau dua langkah di depanku, baik pendidikan, karier, maupun pernikahan.

"Baik-baik Lu ama Widya. Elu tar dituduh sebagai pelakor, perebut laki orang. Udah, Lu tinggalin si Al. Kalau keduanya atau emaknya si Al minta Lu datang menemui mereka, 'gak usah Lu turuti. 'Pan, elu sudah kawin ama Lilo." nasihat Tatjana.

"Iya, elu gaplokin si sapa tuh, Butterfly ama cs-nya kalau masih kepoh ama urusan rumah tangga Lu. Tar, Lu  panggil kita berdua aja, beres dah urusannya ama kita kalau soal begituan." tambah Tatjana.

"Tobat 'dah. Lu multitasking, yak. Ehm, multitalent. 'Pelaku' pelakor, iya. 'Korban' polakor, kayaknya juga." Amelia menatapku prihatin.

"Kalau tahu lu masih PP ke kampus ini, kita bisa ngobrol-ngobrol cantik kayak hari ini karena anak kita berdua sekolah di SD sebelah kampus. Lagian, ngapain sih Lu pake sekolah tinggi-tinggi, palingan 'tar ujung-ujungnya ke dapur dan sumur juga." Tatjana tertawa geli. "Itu yang gue rasakan, D."

"Ehm, 'gak apa-apa karena sebaik-baiknya madrasah dan majelis ilmu, iya sang ibu yang mendidik dan mengajar anak-anaknya." Bela Amelia.

Aku nyengir. Diam sajalah.

Save the day! Save by my professor! 

Hup, aku bangkit lalu bergegas meninggalkan mereka. "See ya, gals. Shoud go, now. Capcus." Aku meleletkan lidah lalu meninggalkan keduanya dengan senyum mengembang.

Begitulah...

Terkadang, beberapa topik klasik masih hangat diperbincangkan di kala luang seperti yang dilakukan Tatjana dengan Amelia. Jadi, jangan salahkan para Mahmud jika sudah beraksi. Hal itu karena memiliki dunianya masing-masing...

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
Mohon tunggu...

Lihat Konten Cerpen Selengkapnya
Lihat Cerpen Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun