Mohon tunggu...
Dina Purnama Sari
Dina Purnama Sari Mohon Tunggu... Dosen -

There is something about Dina... The lovely one...

Selanjutnya

Tutup

Catatan

Magening Sebuah Novel

10 Mei 2015   10:22 Diperbarui: 17 Juni 2015   07:12 81
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
14312264241706751456

[caption id="attachment_365193" align="aligncenter" width="300" caption="Foto: Dokumen Pribadi"][/caption]

Judul: Magening Sebuah Novel

Penulis: Wayan Jengki Sunarta

Penerbit: Kakilangit Kencana, Jakarta

Tahun Terbit: 2015

Salah satu promosi buku dapat dilakukan penulis melalui akun jejaring sosial yang dimilikinya. Berkat promosinya itu, biasanya menarik minat orang lain untuk membacanya. Salah satu yang termasuk orang lain itu adalah saya. Ya, saya mengetahui "Magening Sebuah Novel"  dari akun Wayan Jengki Sunarta di salah satu jejaring sosial.

Jadilah, Magening Sebuah Novel berhasil saya miliki pada Rabu, 5 Mei 2015 setelah mencari dan berkeliling selama beberapa menit di Toko Buku Gramedia, Matraman, Jakarta. Tentu saja, setelah dibantu melalui katalog di komputer dan salah satu SPB di toko buku tersebut.

Novel ini mengisahkan Putu Mudra, mantan aktivis mahasiswa diterima bekerja menjadi manajer program pada yayasan kesenian di Dusun Magening, Bali Timur. Dusun yang mungkin terlupakan dan sulit ditemukan di peta karena letaknya seolah antah-berantah. Di dusun itu, Putu Mudra bergaul dengan banyak kalangan, seperti petani dan peminum tuak.

Satu-persatu kisah dijalin dengan plot, penokohan, dan dialog sederhana. Yaitu, kisah cinta Putu Mudra kepada Kania yang kandas; pemilihan kepala dusun; leak, dan persahabatannya dengan Ginta. Fauzi, dan Pak Gumbreg. Walaupun dilema, Putu Mudra memutuskan untuk tetap tinggal di Magening, dusun tua yang pernah menjadi basis PKI.

Walaupun plot, penokohon, dan dialog yang di dalam novelnya sederhana, terdapat hal lain yang menarik. Yaitu, dua bab yang nampak berbeda dari bab lainnya. Bahasa yang dipergunakan lebih padat, cermat, jelas, dan dalam. Bab itu adalah Bab (16) Sekehe Metuakan serta Bab (23) Leak dan Malam Kajeng Kliwon. Pada bab (16) dikisahkan mengenai  tradisi minum tuak di Magening. Tradisi minum yang dibahas tak hanya tradisi tapi juga jenis tuak dan cara pembuatannya. Sungguh, hal itu merupakan suatu yang baru dan menarik bagi saya selaku pembaca. Adapun, pada bab (16) dikisahkan mengenai leak, serangan leak, pengubahan wujud manusia menjadi leak, dan filosofi di dalamnya. Leak merupakan sesuatu yang saya sudah ketahui sebelumnya dan pengetahuan saya bertambah dengan adanya informasi di dalam novel ini.

Jadi, menurut saya, novel ini layak dibaca dan dikoleksi. Hal itu karena ada kisah menarik di dalamnya yang menambah pengetahuan serta kearifan lokal.

So, selamat membaca di akhir pekan minggu ini....

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
Mohon tunggu...

Lihat Catatan Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun