Dengan lahap, kukunyah setangkup roti bakar cokelat hingga tandas. Kemudian, kuseruput teh hangat perlahan dan meninggalkan setengah isinya.
"Tawar, ya, D?"
Aku mengangguk. "It's okay. Kebetulan, ini menu yang ciamik. Manis dan tawar."
"Iya, tapi hal itu terkadang seperti hubungan kita, kadang manis dan kadang tawar. Jika manis terus, tak baik dan demikian halnya jika tawar terus pastilah tak baik. Manis, pahit, tawar...."
Kuelap mulutku dengan tisu makan. "So, apa yang membuatmu tertarik untuk menemaniku ke pameran buku?" tanyaku straight to the point.
Lilo tersenyum. "Karena aku ingin mengenalmu lebih dekat. Jujur, aku tak terlalu suka membaca buku tapi nampaknya jika mendampingimu mengisi waktu luang dengan membaca buku akan terlihat seksih."
Aku menepuk jidat.
"Menurutmu, aku seksih tidak?" tatap Lilo jenaka.
Aku tersenyum.
Tulilit. Tulilit. Smartphone Lilo bergetar. Perlahan, dia menjawab getaran itu dengan suara pelan.
Aku menatap sekeliling dengan serba salah. Fuih, hampir empat puluh lima menit dia menjawab getaran tersebut dengan suara penuh perhatian. Dua tangkup roti bakar lainnya dan setengah teh hangat tawar berhasil kuhabiskan tak lebih dari empat puluh lima menit sehingga menit selanjutnya hanya membuatku semakin serba salah.