"D?" Dia mulai tak sabar.
"Ini adalah keputusanku."
"Baiklah, kau akan melanjutkan hidup dengan siapa, D? Dengan lelaki mana? Suku apa? Pekerjaannya apa? Muslimkah dia?" Berondongnya.
Aku tersenyum pahit.
Kuangkat bahuku perlahan. "We shall see."
"Apakah kau akan mengundangku, D?"
"We shall see."
"Menangislah, D. Aku tahu kalau kau ingin menangis." Dia menyodorkan bahunya.
Aku menggeleng. Aku tak mau menangis dibahunya. Jika menangis dibahunya, maka kemungkinan besar akan ada penyesalan dariku dan menarik keputusanku tersebut.
Ya, sebuah keputusan memang harus kulakukan demi masa depan. Keputusan untuk meninggalkan Al yang telah menarik-ulur perasaanku selama kurang lebih dua setengah tahun....
Follow Instagram @kompasianacom juga Tiktok @kompasiana biar nggak ketinggalan event seru komunitas dan tips dapat cuan dari Kompasiana
Baca juga cerita inspiratif langsung dari smartphone kamu dengan bergabung di WhatsApp Channel Kompasiana di SINI