Mohon tunggu...
Dina Purnama Sari
Dina Purnama Sari Mohon Tunggu... Dosen -

There is something about Dina... The lovely one...

Selanjutnya

Tutup

Cerpen

Seperti Mati Lampu

27 Januari 2015   04:29 Diperbarui: 17 Juni 2015   12:18 51
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Bagikan ide kreativitasmu dalam bentuk konten di Kompasiana | Sumber gambar: Freepik

Suatu sore nan indah di pekarangan rumahku.

Liam menatapku lurus. Ada kekaguman yang terpancar dari kedua bola matanya. Kedua bola mata yang seolah menukik ke dalam hati ini. Ups, itu dulu....

"Thanks, D karena kau bersedia meluangkan waktu menemuiku." Liam menatapku dengan seksama.

Aku mengangguk. "Silakan dicicipi, Liam."

"Ini apa, D?" tatap Liam bingung.

Aku meleletkan lidah. "Itu nasi goreng ala Chef D. Ehm, koki, tepatnya."

Liam terkikik geli. "D masih sama seperti yang kukenal. D yang suka masak tak jelas juntrungannya karena semua bahan yang ada di rumah langsung dicampur tanpa banyak berpikir."

"Mau, tak?" tanyaku sebal.

"Ya, maulah. Mahal nih nasi gorengnya karena dibuat oleh caldok, calon doktor." Liam terkikik geli lagi.

Kutaruh cangkir kosong disertai 1 teko berisi teh hijau melati tawar.

"Selamat, ya, Liam atas pernikahanmu. Katanya, kalau kau menikah terlebih dahulu akan mengundangku tapi ternyata itu hanya bualanmu semata."

Liam tersedak. Dengan segera, kutuangkan teh hijau ke dalam cangkirnya. Refleks, Liam menenguk cepat tehnya yang masih hangat.

"Wah, D, kalau kutahu kau masih single fighter.... Mmm, kubatalkan pernikahanku." Liam masam-mesem setelah bebas dari keterkejutannya. Ya, dia tak suka disebut pembual.

"Lalu, apa yang membuatmu menikah?"

"Fotomu, D. Profile Pic-mu di salah satu akun jejaring sosial." Liam menyebutkan nama sebuah social media.

Aku nyengir. "Mosok? Profile-ku sudah kukunci. Maaf, kuhapus pertemanan kita di sana dan kau malahan sengaja menyetting akunmu menjadi public,ya?"

"Iya, tapi saya masih bisa melihatnya, D. Hanya fotomu yang mengendong bayi laki-laki yang bisa kulihat, D, sehingga kusimpulkan kau sudah memiliki anak." sesal Liam. "Ya, D, kusengaja mengubahnya menjadi public sehingga kalau kau kangen denganku maka dengan mudah mengetahui perubahan apa saja yang terjadi denganku. Mmm, tak ada rahasia yang kusembunyikan darimu, D." Liam tersenyum manis.

"Semprul! Dasar pembual."

Liam menyudahi makannya."Betul, D. Makanya, alasanku menikah dengan perempuan itu bukan cinta tapi di atas itu...."

"Mmmm, mengharap berkah dari-Nya?" tanyaku berbaik sangka.

Liam masam-mesem. "Mmm, tepatnya patah hati."

Aku tertawa lepas. "Semprul!"

"Betul, D. Duniaku serasa gelap, gitu, seperti mati lampu...."

"Halah, kalau mati lampu, tinggal ambil senter, lalu nyalakan lilin, petromaks, obor, atau bisa dengan segera nyala dengan lampu emergency atau diesel." ucapku mengerucutkan bibir.

Liam menuang teh ke cangkirnya sendiri. Sementara itu, aku sibuk memperhatikan gerak-geriknya. Diam-diam, aku kangen dengannya. Kangen memukul bahunya lagi. Kangen "mem-bully-nya".

Liam memang berbeda dengan Al. Bersama Al, aku jaim. Namun, tidak demikian halnya jika aku bersama Liam. Aku bisa santai berbicara banyak hal kepadanya, bahkan hal tabu sekali pun. Entahlah, kukira dia adalah soulmate-ku tapi ternyata dugaanku salah. Selain itu, mungkin karena kami pernah sekelas di taman kanak-kanak hingga sekolah lanjutan atas.

Sayangnya, Liam memilih berlayar di kapal pesiar dan meninggalkanku cukup lama sebelum akhirnya kembali dengan kabar yang membahagiakan. Yaitu, dia telah menikah dengan perempuan eropa bermata jeli. Perempuan itu telah memberikan bayi perempuan berusia tiga bulan.

"Bagaimana kabar, Al, D?"

Aku mendadak masuk angin kala Liam menyebutkan nama itu.

Liam menatapku lurus dan dalam. Dia nampak menyesali pertanyaannya. "Ups, maaf, D. Duh, salah bertanya." Liam meralat pertanyaannya dengan cepat. "Biar bagaimanapun, aku mengenal kalian berdua. Oleh sebab itu, aku menanyakan hal tersebut kepadanya. D, takkan pernah kulupakan moment itu. Moment ketika kau menduakanku dengan Al. Dudul bingits, D. Ketika kutahu bahwa selingkuhanku adalah Al, fuih...."

"Selain itu, apakah kau mengenal Widya? Widya itu siapa, D?" tanya Liam berusaha mengembalikan keceriaanku.

"Istrinya Al." jawabku enggan.

Liam menatapku aneh.

Dan, aku merasa gelap.... Ah, seperti mati lampu rasanya....

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
  4. 4
Mohon tunggu...

Lihat Konten Cerpen Selengkapnya
Lihat Cerpen Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun