Aku mengangguk mantap.
"Koq rasanya kayak tepung terigu, ya? Coba kau cek kembali ke dapur lalu kau lihat tepung apa yang kau pergunakan untuk membuat bubur ini." ucap Lilo setengah memerintah.
Aku bangkit lalu segera ke dapur dan dalam hitungan menit sudah berada dihadapan Lilo dengan sebungkus tepung di tangan kananku.
"Coba kau baca D. Mmm, tepung apa yang kau pergunakan?"
Kuteliti seksama tepung yang kuambil dari dapur. Hasilnya? Lilo benar! Tepung yang kupergunakan adalah tepung terigu! "Tapi, Lilo, dikemasannya disebutkan bahwa tepung ini bisa dipergunakan untuk apa saja."
Lilo tertawa lebar.
Sebal. Ya, aku sebal mendengarnya tertawa.
Menyadari bahwa aku sebal, Lilo segera menghentikan tawanya. "Tunggu, D, izinkan aku menghabiskan bubur sumsum ini."
Aku mengangguk. Menatap Lilo sumringah. "Katanya jijik, koq dihabiskan?"
"Sayang, D. Ini bubur sumsum yang mahal. Mahal karena dibuat oleh kandidat doktor. Selain itu, aku telah denganmu. Maksudku, aku telanjur menjalin hubungan denganmu sehingga masakan atau minuman yang kau buat akan kuhabiskan. Tentu saja, selama halal, matang, dan menyehatkan. Kalau pun tidak terlalu menyehatkan, ya, paling tidak halal dan matang."
Aku tersenyum.