Mohon tunggu...
Dina N. A Muaz
Dina N. A Muaz Mohon Tunggu... Guru - Menulis adalah candu walau terkadang terhalang typo.

Pecinta hujan namun tidak suka kehujanan Seseorang yang sedang belajar merangkai aksara dan mengabadikannya di media

Selanjutnya

Tutup

Pendidikan Pilihan

(RTC) Dipaksa Menjadi Pahlawan

7 November 2021   20:04 Diperbarui: 8 November 2021   10:53 203
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Bagikan ide kreativitasmu dalam bentuk konten di Kompasiana | Sumber gambar: Freepik

Di sudut lain terlihat ibu-ibu yang sedang memakai kostum badut sedang duduk di pinggir jalan sambil membawa anak-anaknya yang masih sangat kecil. Kostum kepala badut itu sengaja tak dia pakai mungkin karena kepanasan saat itu, bebberapa orang iba memberi lembaran-lembaran rupiah. 

Pemandangan memilukan tak kalah mengiris hati terlihat di perempatan jalan. Seorang wanita sedang menggendong anak bayinya, membawa wadah bekas botol aqua gelas, berharap lembaran rupiah memenuhi isinya. 

Tidak bisa dipungkiri terkadang anak seperti magnet yang bisa menarik rasa iba dan kasiahan masyarakat. Terkadang masyarakat lebih tertarik memberikan uang kepada pengemis anak ketimbang pengemis usia pekerja. 

Bahkan masyarakat tak enggan-enggan mebeli jualan dari penjual asongan anak walaupun dia tidak membutuhkan barang yang dia beli dengan kata lain dia membeli hanya karena "kasihan".

Celah inilah yang terkadang dimanfaatkan sebagaian orang tua. Banyak orang tua yang tergiur uang dan rela memanfaatkan anak bahkan menjadikan anak pahlawan bagi keluarganya. Halini tidak sepenuhnya salah karena anak memang berkewajiban berbakti kepada orang tua. Namun menurut saya hal ini tidak tepat karena notabennya anak dibawah umur 18 tahun tidak siap dijadikan pekerjaan tidak pantas di jadikan tulang punggung keluarga. 

Orang tua berkewajiban memenuhi hak-hak anak, bukan malah menjadikan anak sebagai magnet penarik uang. Uang memang candu tapi uang tidak menjadikan orang tua berbagi beban kehidupan kepada anak dibawah umur. 

Mereka terlalu polos untuk turut serta kedalam rimba kehidupan. Dunia mereka seyogyanya indah seperti pelangi yang di isi dengan bermain dan belajar.  

Anak merupakan generasi pennerus bangsa yang harus dilindungi hak-haknya, anak mempunyai hak untuk tumbuh dan berkembang secara optimal baik secara fisik dan mental. Selama ini kita di sungguhi tentang legenda anak durhaka, anak yang tidak berbakti kepada orang tuanya di kutuk menjadi batu. 

Namun saya tidak pernah menemui cerita legenda orang tua durhaka, padahal di kenyataannya banyak oran tua yang bertindak kejam kepada anaknya.  

Orang tua yang menjadikan anaknya sebagai pahlawan kecil keluarga ataupun tulang punggung keluarga apakah bisa dikategorikan sebagai orang tua durhaka?. 

Menurut saya orang tua yang membebani anaknya dengan bekerja siang malam agar menghasilkan uang dan mengabaikan hak-hak anak  cocok menjadi orang tua durhaka. Bahkan banyak kasus orang tua yang tega memukuli anaknya bila pulang tidak membawa uang,  sungguh miris sekali. 

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
Mohon tunggu...

Lihat Konten Pendidikan Selengkapnya
Lihat Pendidikan Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun