Saya dan turis-turis lainnya yang berasal dari India, Jepang, Cina (saya menduga-duga saja dari perawakan fisik dan wajah karena tidak mengobrol intens dengan mereka) memasuki dua buah ruangan sidang.Â
Ruangan yang pertama, sudah dibangun sejak awal tahun 1970-an. Makanya desain interior ruangan tersebut juga tampak bergaya jadul, mirip-mirip dengan ruang sidang DPR di Indonesia.
Satu ruang sidang lainnya, berukuran lebih luas, biasanya dipakai untuk sidang-sidang yang bersifat umum, disebut General Assembly Hall. Ruang sidang yang satu ini berkapasitas 1953 kursi, dan pernah menjadi saksi pidato mendiang Yasser Arafat pada tahun 1974 yang memperjuangkan pembebasan Palestina dari pendudukan Israel.
Sebenarnya markas PBB di Jenewa punya 34 ruang sidang dan setiap tahunnya bisa ada 2500 sidang yang diselenggarakan oleh berbagai organisasi internasional. Namun yang bisa dikunjungi oleh turis-turis sebagian saja, sesuai dengan durasi tur, dan terbatas ruang-ruang sidang yang sedang tidak dipakai saja yang bisa kita masuki.
Yang perlu Kompasianer perhatikan, berhubung yang kita kunjungi itu kantor (bukan tempat wisata terbuka), maka pengunjung diwajibkan untuk tertib dan tidak berisik.Â
Ya jelaslah, apalagi markas PBB di Jenewa ini termasuk kantor yang lumayan sibuk. Jadi, sebaiknya kalau mau berfoto-foto bersikap santun, dan kalau mau rekam video alias nge-vlog, harus minta izin dulu. Tapi, saya perhatikan sih nggak ada yang nge-vlog di sana.Â
Pengamanan juga lumayan ketat sejak dari luar gedung, seperti melewati pintu detektor, dan menunjukkan identitas resmi yaitu paspor atau kartu izin tinggal.
Nah, Kompasianer, saya do'akan semoga suatu hari kalian bisa mendapatkan kesempatan mengunjungi markas PBB di Jenewa, ya ;) ! ***
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H