Sebelumnya, ia sempat memilih ibu-ibu untuk menarikan tarian ini, berhubung tari-tarian tradisional di pulau tersebut memang hanya dilakukan oleh anak-anak dan orang-orang dewasa. Namun, para suami mereka menolak. Riset untuk menggarap tari Balabala dijalankan Eko selama satu setengah tahun sejak 2011.
Usai pementasan tunggal tarian Salt yang dibawakan Eko Supriyanto di Festival de Marseille, Sabtu 16 Juni 2018. (foto: Dokumentasi pribadi)
Sementara itu, tarian berjudul
 Salt dibawakan Eko Supriyanto secara tunggal pada hari kedua, Sabtu 16 Juni 2018. Sesuai dengan judul tariannya, pada pentas tunggal ini elemen yang digunakan sebagai properti pun adalah taburan garam di atas panggung.Â
Eko pun membawakan tarian ini dengan menggunakan seluruh kemampuan dasarnya sebagai penari Jawa tradisional yang dipadukan dengan gerakan-gerakan dinamis, bahkan sampai mengunyah garam, menggambarkan keriangan sekaligus kegelisahan seorang nelayan akan kehidupan laut di sekelilingnya.Â
Hal ini melambangkan sebuah ironi bahwa Indonesia yang 80% dikelilingi oleh perairan, justru nyaris melupakan kekuatan elemen ini karena sebelumnya lebih berpusat pada sektor pertanian.
Tari Balabala sebagai tarian pembuka Festival de Marseille, dengan ruangan terisi penuh! (foto: IG@festivaldemarseille)
Saya iseng bertanya ke beberapa orang pengunjung yang ikut mengantre dengan tertib di depan pintu gedung sebelum pertunjukan dimulai. Saya ingin tahu mengapa mereka ingin menyaksikan tarian
 Salt dan
Balabala, karena antusiasme pengunjung yang saya lihat sejak hari pertama sungguh luar biasa! Gedung pertunjukan penuh, dan saya perkirakan mungkin ada lebih dari lima ratus orang yang ingin menonton pementasannya Eko.Â
Pada hari pertama saja setelah pementasan Balabala, tepuk tangan dari seluruh penonton bergemuruh memenuhi gedung. Bahkan saya lihat seusai pertunjukan, beberapa orang pengunjung menirukan gerakan-gerakan tari yang dibawakan para penari Balabala, seperti menghunus pedang, atau menghentak-hentakkan kaki. Begitu pula pada hari kedua pasca tarian Salt, teriakan "Bravo!" berkali-kali dilontarkan oleh para pengunjung.
Usai pementasan tunggal Salt oleh Eko Supriyanto. (foto: IG@festivaldemarseille)
"
Saya belum pernah mendengar nama Eko. Tapi saya penasaran karena Indonesia itu buat saya sesuatu yang nun jauh di Asia sana, yang kedengarannya eksotis, magis," ucap salah seorang pengunjung.
"Saya ke sini kebetulan karena saya lihat pengumumannya dan diajak teman," ujar seorang pengunjung lainnya.
Setelah pementasan usai, giliran saya yang ditanya balik (glek! :p), "Kamu mengerti apa maksudnya tarian itu (maksudnya tarian Salt)? Apakah itu ritual yang ada di Indonesia atau bagaimana?" Yah, harap diketahui masyarakat di sini sangat kritis dan apresiatif dalam menilai sesuatu, apalagi karya seni.
brosur pementasan Balabala & Salt yang diunggah di akun instagram Eko Supriyanto. (sumber: IG@ekopece)
Saya jawab sebisanya saja, "
Saya tidak tahu persis, karena saya lahir dan besar di kota besar. Tapi itu memang menggambarkan kehidupan orang-orang yang tinggal di desa-desa di pesisir Jawa, karena berbatasan langsung dengan laut." (Maaf yah Mas Eko kalau jawabnya kurang memuaskan... :D).
Pementasan tari Balabala sebagai pembuka Festival de Marseille 2018 dimuat di harian setempat, La Marseillaise. (sumber: website la marseillaise)
Yah,
proficiat untuk pertunjukannya, Mas Eko! Terima kasih sudah mengharumkan nama Indonesia dan membuat Indonesia bangga. Terus berkarya, ya... ***
Lihat Sosbud Selengkapnya