Jauh sebelum Pangeran Charles mempelajari Islam, ternyata Ratu Victoria yang dalam sejarah digambarkan sebagai ratu penguasa Inggris Raya, Skotlandia, Kanada bahkan India yang dikenal garang namun lihai dan cerdas ini pun mulai memperlihatkan ketertarikan pada Islam menjelang akhir hidupnya. Dan, rasa ketertarikannya itu berkat seorang pria India yang dikirim ke daratan Inggris untuk menyerahkan Mohur sebagai hadiah atas perayaan 50 tahun tahtanya.
Pria yang bernama Abdul Karim ini digambarkan secara fisik bertubuh tinggi tegap dan tampan. Ia dipilih memang karena tubuhnya yang tinggi itu, agar, "tidak mudah jatuh dari gajah," seperti yang pernah menimpa pada utusan dari India sebelumnya. Abdul yang cerdas dan penuh rasa ingin tahu ini sengaja bertatapan mata dengan sang ratu saat menyerahkan koin Mohur, meskipun sudah dilarang oleh pihak istana. Namun, bukannya murka, justru Ratu Victoria yang merasa bosan dengan kehidupan protokoler istana, menemukan ada sesuatu yang lain pada diri Abdul.
Saya berkata begitu karena teman kuliah saya yang orang Iran, juga pernah cerita, bahwa bahasa Urdu merupakan bahasa bernilai tinggi, dan dari situlah bahasa Hindi diturunkan. Aksaranya pun masih menggunakan aksara Arab, yang berarti merupakan bahasa para ilmuwan dan kalangan elit Islam di tanah Hindustan dan sekitarnya.
Seiring film bergulir, Abdul memperkenalkan budaya lain di luar Eropa, khususnya Asia Tengah-India yang terdengar eksotis di telinga sang ratu. Mulai dari kisah cinta suci antara Raja Mughal dengan permaisuri Mumtaz yang diwujudkan melalui sebuah bangunan megah Taj Mahal, hingga kisah tentang kuliner India yang banyak menggunakan rempah-rempah, juga tentang buah mangga yang dianggap raja dari buah-buahan tropis. Ratu Victoria pun menjadi penasaran seperti apa rasanya sehingga minta dikirimkan buah tersebut langsung dari India.
Rasa ketertarikan sang ratu yang luar biasa pada budaya Asia, khususnya India, terlebih lagi budaya Islam luhur yang dibawa Abdul, membuat kalangan istana resah. Apalagi, India merupakan tanah jajahan yang penduduknya dianggap tidak beradab dan tidak berpendidikan. Yah, perumpamaannya seperti Belanda yang menganggap Indonesia bangsa barbar. Sama sajalah. Bahkan, ketika sang ratu meminta kepada para ajudan untuk memberikan rumah khusus bagi Abdul dan keluarganya, kalangan istana semakin kalang kabut. Terlebih lagi, ternyata istri dan ibu mertua Abdul itu sehari-harinya mengenakan kostum panjang hitam yang menutupi seluruh tubuhnya tanpa kecuali, alias burqa'!
Para abdi istana juga tak ketinggalan bersatu-padu membuat rencana pengunduran diri jika Ratu Victoria terus-menerus membela Abdul. Sampai-sampai, dokter pribadi ratu yaitu Dokter Reid, bersiap membuat surat pernyataan bahwa Ratu Victoria tidak waras sehingga dianggap tidak mampu lagi memimpin kerajaan dan akan dilepaskan dari kewajibannya memerintah negara.
Shrabani Basu, nama sang wartawati itu, melihat ada sesuatu yang ganjil pada lukisan tersebut. Digambarkan si Abdul tengah memegang sebuah buku dan mengenakan pakaian yang tampak seperti bangsawan. Hal ini tidak biasa bagi seorang India yang berada di tanah si penjajahnya, pada zaman akhir tahun 1800-an ketika India belum merdeka dari pendudukan Inggris. Seperti yang saya kutip dari situs Vanity Fair, Basu kemudian melacak jejak Abdul hingga ke Istana Windsor dan menemukan sebuah buku harian yang digunakan Ratu Victoria berisi aksara Urdu, dan diduga merupakan tulisan tangan sang ratu sendiri yang mempelajari bahasa tersebut.Â
Dalam perjalanannya melacak jejak mantan petugas pencatat rumah sakit tersebut, seorang anggota keluarga Abdul Karim yang masih tersisa pun menghubungi Basu dan memberikannya buku catatan harian kepunyaan Abdul. Dari situlah Basu mengumpulkan semua data dan membukukannya menjadi sebuah buku biografi berjudul Victoria & Abdul: The Truse Story of the Queen's Closest Confidant.