Macau Dream, Memori Sebelas Tahun Lalu
Berbicara tentang Macau, ingatan saya akan kembali pada masa sebelas tahun lalu, tatkala saya baru selesai menempuh kuliah S1. Bukan karena saya pernah menginjakkan kaki di negeri bekas jajahan Portugis itu, bukan. Tapi justru karena Macau itu erat kaitannya dengan bahasa Portugis, maka mau tak mau kisah pencarian jati diri saya pada masa-masa kuliah--halah :p--kembali terkuak.Â
Mau nggak mau pun saya harus men-scroll kembali kumpulan foto-foto lama saya yang terserak entah di facebook entah di friendster :D. Jadul sekali saya ya...
Jadi, perkuliahan saya di jurusan bahasa Prancis menawarkan tiga bahasa lainnya yang masih satu rumpun sebagai mata kuliah pilihan: Italia, Spanyol dan Portugis. Entah mengapa, pilihan saya jatuh pada bahasa Italia dan Portugis. Yang saya ingat waktu itu, mata kuliah bahasa Spanyol selalu penuh, sedangkan bahasa Italia dan bahasa Portugis tidak terlalu banyak peminatnya.Â
Apalagi, pengajar bahasa Portugis seorang native speaker yang langsung didatangkan dari tanah kelahiran sang pemain bola dari klub Real Madrid, Cristiano Ronaldo. Bukan cowok ganteng seperti Ronaldo, bukan :D. Melainkan seorang wanita yang kalem dan keibuan, sebut saja namanya Maria.
Entah itu untuk suatu program beasiswa bahasa, atau kunjungan studi budaya saja. Yang jelas, saya ingat Maria merekrut kami yang berminat untuk membentuk sebuah grup menyanyi dalam bahasa Portugis. Maria memang suka menyanyi, dan salah satu cara efektif untuk mengajarkan bahasa asing kepada siswa memang antara lain melalui nyanyian.Â
Saya yang suaranya semberini pun :p, dengan pede ikut saja kelompok nyanyi tersebut, karena yang dilihat Maria bukan bagusnya suara kita, melainkan antusiasme dan keaktifan kita. Selain itu, keinginan saya untuk melanjutkan studi keluar negeri semakin menggebu setelah saya lulus kuliah S1. Pokoknya peluang apa pun untuk pergi keluar negeri, entah itu kursus singkat, apalagi studi jangka panjang, saya coba saja. Termasuk, peluang untuk ke Macau.
Dari situlah, saya semakin ingin pergi mengunjungi Macau. Tapi kata mendiang ibu saya, apa yang mau dilihat di Macau, karena kota itu terkenal sebagai tempat judi saja. Nggak ada enak-enaknya buat belajar, begitu kata beliau. Itu kata almarhumah ibu sekitar sebelas tahun yang lalu. Mungkin saja sekarang Macau sudah banyak berubah. Dan entah bagaimana, saya malah mendapat beasiswa studi ke Eropa.
MACAU KINI