Bulan April yang lalu Indonesia memperingati hari kelahiran Raden Ajeng Kartini sebagai salah seorang srikandi yang mengharumkan bangsa Indonesia di dunia pendidikan. Pemikiran seorang Kartini yang hidup pada akhir abad XIX, ternyata masih tetap aktual hingga era post modern ini.
Sebulan sebelumnya, Indonesia dan berbagai negara di dunia merayakan Hari Perempuan Internasional yang jatuh setiap tanggal 8 Maret. Hal ini terasa semakin semarak, dengan digelar beragam even bertemakan perempuan.
Srikandi dalam kisah Mahabharata digambarkan sebagai seorang wanita yang diasuh dan dibesarkan seperti laki-laki, sedangkan dalam kisah pewayangan Jawa merupakan seorang prajurit wanita yang menjadi suri tauladan karena kemahirannya di medan perang.
Kisah mengenai wanita atau para srikandi Indonesia beberapa di antaranya sudah diangkat ke dalam film layar lebar meskipun belum banyak, seperti Kartini sempat diproduksi dengan tiga versi berbeda. Produksi film Kartini terbaru yaitu pada 2017, dibintangi Dian Sastrowardoyo begitu menarik perhatian masyarakat.
Selain para srikandi layar lebar, ada pula srikandi Indonesia yang turut berperan dalam perkembangan dunia perfilman Tanah Air namun berada di belakang layar. Sebut saja nama Mira Lesmana, produser dan sutradara yang banyak menelurkan film dengan suguhan sinematografi yang apik dan kisah yang menggugah. Debutnya ditandai dengan film Kuldesakdan Petualangan Sherinatahun 1998 dan 2000, dianggap sebagai tonggak kebangkitan film Indonesia setelah mati suri.
Kita juga mengenal nama Nia Dinata, sutradara dan sineas wanita yang menggubah film-film bertemakan isu sosial yang dialami wanita Indonesia masa kini seperti Berbagi Suami dan Arisan.
Selain dua nama yang sudah kita kenal di atas, tentu masih banyak nama perempuan punya kontribusi dan prestasi di dunia perfilman tanah air. Komik atau Kompasianers Only Movie enthu(I)ast Klub bareng Danamon, akan mengadakan acara Diskusi dilanjutkan Nobar.
Acara yang akan diadakan pada 6 Mei 2017, menghadirkan tokoh-tokoh wanita lainnya yang juga berkpirah dalam dunia perfilman. Mereka adalah Swastika Nohara, yang menjadi penulis skenario untuk film Tiga Srikandi, dan Balda Fauziyah, yang mengelola blog berisi ulasan film-film nasional dan mancangera di ulasanfilm21.com.
Meski skenario film yang ditulis Swastika Nohara memiliki judul “Tiga Srikandi”, ternyata jalan ceritanya bukan tentang Srikandi tokoh dalam dunia pewayangan. Film ini diangkat dari kisah nyata, tentang tiga atlet panahan putri Indonesia yang berjaya di ajang Olimpiade tahun 1988. Cabang Panahan merupakan penyumbang medali pertama bagi Indonesia di ajang bergengsi dan berkelas dunia.
Karena jalan cerita diangkat dari kisah nyata, tentu yang musti sangat diperhatikan adalah akurasinya. Wajib melakukan riset dan survei secara mendalam, dengan berdialog langsung kepada tokoh yang akan dituliskan.