Mohon tunggu...
Dina Mardiana
Dina Mardiana Mohon Tunggu... Penulis - Penulis dan penerjemah, saat ini tinggal di Prancis untuk bekerja

Suka menulis dan nonton film, main piano dan biola

Selanjutnya

Tutup

Sosbud

Kewirausahaan Sosial dalam Konsep ASEAN

16 November 2016   11:29 Diperbarui: 16 November 2016   12:04 435
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
booth Heart of Spora menampilkan produk anyam-anyaman dari daun pandan yang dibuat oleh masyarakat desa binaan di Purwodadi. (foto: dok.pri)

Beberapa tahun belakangan, usaha start up berbasis teknologi digital semakin berkembang di berbagai negara, tidak ketinggalan pula di Indonesia. Kalau menurut definisi abang Wikipedia, start up itu merupakan sebuah kongsi atau badan usaha berbasis kewirausahaan, yang dikelola oleh sekumpulan orang dalam kelompok kecil, dengan memanfaatkan kecanggihan teknologi digital seperti internet dan media sosial interaktif seperti facebook, instagram, dan sifat usahanya inovatif yaitu memberikan ide atau metode baru. Ketika usaha ini bisa menjawab permasalahan atas kebutuhan masyarakat, maka start up tersebut juga bisa dikatakan sebagai suatu kegiatan kewirausahaan sosial, yang dalam istilah kerennya disebut social entrepreneurship.

Seiring berkembangnya kewirausahaan sosial berbasis teknologi digital di beberapa negara maju seperti Amerika Serikat, Singapura, dan negara-negara berkembang termasuk Indonesia, maka digagaslah sebuah pertemuan yang mengumpulkan para wirausahawan/wati digital-sosial tersebut dalam acara ASEAN Conference on Social Entrepreneurship. Acara yang digelar selama tiga hari dari tanggal 24 hingga 26 Oktober 2016 di Hotel Bidakara Jakarta ini menghadirkan tidak hanya para wirausahawan/wati start up yang didominasi oleh generasi muda (yang saya temui kebanyakan masih kuliah), melainkan juga para investor yang terdiri dari perusahaan publik maupun swasta.

Proyek Wirausaha Sosial untuk Pembangunan Berkelanjutan di ASEAN

Saya kebetulan diundang untuk mengikuti acara tersebut sebagai pengamat, (lebih tepatnya blogger :p), pada hari terakhir konferensi. Di hari ketiga tersebut, ketiga finalis social entrepreneurs dari kawasan Asia Tenggara mempresentasikan proyek start up mereka di hadapan para juri. Ada sekitar 100 orang audiens yang diundang untuk turut menilai hasil proyek kolaboratif setiap finalis, yang terdiri dari tiga kelompok beranggotakan individu berbeda bangsa.

Finalis pertama mempresentasikan proyek TripAbility yang merupakan kolaborasi tiga wirausaha sosial dari Indonesia yaitu Kerjabilitas dan DNetwork, serta dari Kamboja dengan nama Epic Arts Cafe. TripAbility, singkatan dari Travel for all Abilities, merupakan platform online yang fungsinya nanti kira-kira seperti Trip Advisor tapi dikhususkan bagi para penyandang disabilitas, bertujuan memberikan informasi tempat-tempat wisata dengan fasilitas yang bersahabat bagi para penyandang disabilitas.

Finalis kedua yaitu The Agrigator Platform, didisain oleh tiga wirausaha sosial dalam bidang pertanian dari Indonesia dengan nama perusahaan Javara, NokHook dari Thailand, dan DVIC dari Vietnam. Platform ini dirancang sebagai database online yang berisi informasi para produsen pangan di Asia Tenggara, dengan tujuan menghubungkan antara investor dan buyer dari seluruh dunia dengan para produsen ini. Selain itu, kegunaan lainnya yang ingin dicapai dari aplikasi online ini adalah memberikan informasi mengenai perolehan sertifikasi, branding dan marketing produk-produk pangan.

Ini dia project showcase masing-masing finalis ASEAN SE 2016 dalam bentuk ilustrasi gambar. (foto: dok.pri)
Ini dia project showcase masing-masing finalis ASEAN SE 2016 dalam bentuk ilustrasi gambar. (foto: dok.pri)
Finalis ketiga mempresentasikan sebuah map atau peta interaktif yang memungkinkan para pelancong  dan wisatawan internasional untuk mendapatkan informasi tentang para wirausaha sosial di negara-negara ASEAN, terutama para agen perjalanan, restoran, toko-toko ritel yang mempunyai misi pembangunan berkelanjutan (sustainable development). Beranggotakan lima wirausaha sosial dari Malaysia (Batik Boutique), Laos (Ock Pop Tok), Kamboja (Kinyei), Singapura (Backstreet Academy) dan Kamboja (Color Silk, Friends International), kelompok yang menamakan proyeknya Map for Good: Follow the Impact Trail ini mempunyai misi untuk membuat peta-peta interaktif yang nantinya akan dijual ke perusahaan-perusahaan dan organisasi-organisasi kemitraan, juga dapat diakses secara online.

Setelah presentasi, acara dilanjutkan dengan diskusi panel yang menghadirkan tiga orang pembicara dari sektor pemerintahan, perusahaan (corporate) dan kalangan wirausaha sendiri. Mereka adalah Bapak Teguh Sambodo dari Dirjen Industri, Pariwisata dan Ekonomi Kreatif Kementerian Perencanaan dan Pembangunan Nasional, Eugene Ho sebagai Head of Corporate Affairs SAP South East Asia (perusahaan pengembangan aplikasi perangkat lunak) dan Shana Fatina sebagai CEO dari Tinamitra Mandiri Group, sebuah wirausaha sosial yang berfokus pada bisnis energi dan pengurangan karbon.

Diskusi panel ASEAN SE 2016 menghadirkan pembicara dari Kementerian Bapenas (Bapak Teguh Priambodo), korporat (Eugene Ho) dan pelaku social entrepreneurship (Shana Fatina). (foto: dok.pri)
Diskusi panel ASEAN SE 2016 menghadirkan pembicara dari Kementerian Bapenas (Bapak Teguh Priambodo), korporat (Eugene Ho) dan pelaku social entrepreneurship (Shana Fatina). (foto: dok.pri)

Diskusi yang berlangsung seru ini membahas tantangan para pelaku wirausaha sosial dalam menghadapi peraturan-peraturan negara setempat terkait prioritas nasional dan kepentingan pemerintah. Bukan berarti para social entrepreneurs ini diminta untuk menantang pemerintah loh ya, sebaliknya mereka diajak untuk bekerjasama dengan pemerintah untuk merumuskan berbagai kebijakan dan mewujudkan rencana pembangunan bersama-sama, karena pemerintah sendiri masih kurang informasi mengenai dunia wirausaha sosial berbasis teknologi yang berkembang pesat.

Kegiatan wirausaha sosial yang dianggap sebagai tren baru dalam berbisnis justru dinilai membawa misi yang mulia karena mempunyai misi sosial untuk berbagi terhadap lingkungan di sekitarnya. Ada lima kunci dalam mendukung kegiatan social entrepreneurship, yaitu to digitize atau membuat segala sesuatunya serba digital agar lebih mudah diakses, to act together yaitu bekerja sama saling membangun, to transform atau mengubah cara kerja menjadi lebih efektif, to engage yaitu turut terlibat dalam kegiatan yang bersifat values sharing, dan skills improvement yaitu mengasah keahlian lebih baik lagi untuk mencapai tujuan pembangunan berkelanjutan (disingkat SDG - sustainable development goals).

Bazar Produk dan Industri Wirausaha

booth Heart of Spora menampilkan produk anyam-anyaman dari daun pandan yang dibuat oleh masyarakat desa binaan di Purwodadi. (foto: dok.pri)
booth Heart of Spora menampilkan produk anyam-anyaman dari daun pandan yang dibuat oleh masyarakat desa binaan di Purwodadi. (foto: dok.pri)
Selama acara berlangsung, beberapa wirausahawan/wati turut memamerkan produk karya mereka dalam bentuk mini bazaar di masing-masing booth. Mulai dari produk makanan dan minuman seperti kopi, yoghurt, burger veggie, hingga ke produk kerajinan tangan seperti anyam-anyaman tas, dompet dari daun pandan. Ada juga booth perusahaan-perusahaan yang mempunyai misi pelestarian lingkungan dan social values sharing atau berbagi nilai-nilai sosial itu tadi.
booth KopiKopi Jakarta menghadirkan biji-biji kopi terbaik produksi dalam negeri. (foto: dokpri)
booth KopiKopi Jakarta menghadirkan biji-biji kopi terbaik produksi dalam negeri. (foto: dokpri)
Saya bertemu dengan Ibu Alvita Purnomo pengusaha KopiKopi Jakarta yang memproduksi biji kopi berkualitas dari pelosok negeri seperti Gorontalo, Toraja, Papua. Lalu ada mbak Azalea Ayuningtyas, wanita lulusan Harvard yang rela banting stir meninggalkan 10 tahun karier sebagai konsultan di Amerika Serikat demi memberdayakan ibu-ibu hamil di NTT untuk menekuni kerajinan anyam-anyaman yang menghasilkan tas, dompet, keranjang, sandal dan sebagian besar dipasok ke hotel-hotel dan pasar ritel, dengan brand name Du'Anyam. Kerajinan serupa juga diproduksi oleh brand Heart of Spora yang turut memamerkan produk anyam-anyaman daun pandan yang dibuat oleh masyarakat desa Kebumen.
booth Burgreen menghadirkan produk olahan makanan sehat bebas gluten, termasuk veggan burger. (foto: dok.pri)
booth Burgreen menghadirkan produk olahan makanan sehat bebas gluten, termasuk veggan burger. (foto: dok.pri)
Booth makanan organik melalui brand Burgreen menampilkan produk makanan olahan berupa veggie burger (yang sayangnya tidak bisa saya icip karena hanya untuk display ;p) dan beragam selai, camilan bebas gluten, smoothies buah-buahan dan sayuran serta berbagai selai kacang bebas gula.
booth Duanyam menampilkan produk kerajinan tangan yang dibuat oleh ibu-ibu hamil di NTT dan hasilnya dipasok ke hotel-hotel besar serta ritel. (foto: dok.pri)
booth Duanyam menampilkan produk kerajinan tangan yang dibuat oleh ibu-ibu hamil di NTT dan hasilnya dipasok ke hotel-hotel besar serta ritel. (foto: dok.pri)
Booth minuman menampilkan produk home made yoghurt yang diolah langsung oleh para istri petani di Kabupaten Cianjur, Jawa Barat di bawah bendera Your Good Indonesia, dan manajemennya dikelola oleh anak-anak muda Bandung yang diketuai Rizal Arafat.
booth Your Good Indonesia menghadirkan home made yoghurt yang diolah langsung oleh istri-istri petani di Kabupaten Cianjur dan Bandung, Jawa Barat. (foto: dok.pri)
booth Your Good Indonesia menghadirkan home made yoghurt yang diolah langsung oleh istri-istri petani di Kabupaten Cianjur dan Bandung, Jawa Barat. (foto: dok.pri)
Sementara itu, booth perusahaan-perusahaan yang saya temui antara lain ada UsahaSosial.com, sebuah platform digital yang bertujuan menjadi penghubung antara para wirausahawan/wati sosial dengan para investor, inkubator dengan tujuan mengedukasi komunitas wirausaha sosial Indonesia dan mengembangkan ekosistem kewirausahaan sosial di Indonesia menjadi lebih solid. Usahasosial.com ini dibentuk oleh Yayasan Cinta Anak Bangsa dan Boston Consulting Group yang mulai beroperasi sejak bulan Juni 2016 dengan jumlah database hingga saat ini sekitar 400 social entrepreneurship dan masih akan terus berkembang.
turut hadir juga booth UsahaSosial.com, sebuah platform online berisi database para social entrepreneur di Indonesia. (foto: dok.pri)
turut hadir juga booth UsahaSosial.com, sebuah platform online berisi database para social entrepreneur di Indonesia. (foto: dok.pri)
Ada juga booth Unilever yang menghadirkan PureIt, alat pemfilter air sehingga layak dan aman dikonsumsi, dan ternyata telah membantu UKM-UKM serta ibu-ibu yang mempunyai usaha rumahan kecil-kecilan seperti jualan gado-gado atau warung. Unilever juga bekerjasama dengan BPR cabang Purwodadi dalam memfasilitasi kredit untuk pembuatan kamar mandi dan toilet yang layak di desa-desa sekitarnya, dan dengan Koperasi Mitra Dhuafa (Komida) untuk pembiayaan alat rumah tangga dari Aceh hingga NTT melalui pemberdayaan para wanitanya.
PureIt dari Unilever turut membantu menyediakan kebutuhan air bersih di daerah pedalaman seperti Purwodadi. (foto: dok.pri)
PureIt dari Unilever turut membantu menyediakan kebutuhan air bersih di daerah pedalaman seperti Purwodadi. (foto: dok.pri)
Lalu, saya juga menyambangi booth kewirausahaan sosial Waste4Change yang mengurusi masalah sampah ibukota dengan memberikan solusi penyediaan tempat sampah terpilah dan mengedukasi masyarakat mengenai cara memilah sampah yang benar. Empat misi yang diemban yaitu Consult, Campaign, Collect and Create (disingkat 4C) agar masyarakat yang tinggal di lokasi-lokasi dekat penampungan sampah dapat lebih bijak memilah dan mengumpulkan sampah yang dapat didaur ulang serta menyalurkannya ke industri terkait.

Wah, kunjungan saya kali ini benar-benar menambah wawasan dan banyak mendapatkan ilmu baru di luar dunia yang tidak pernah saya geluti sebelumnya. Saya jadi tahu bahwa anak-anak muda Indonesia sekarang masih banyak memiliki potensi terpendam untuk berkreasi, menghasilkan sesuatu yang berguna bagi masyarakat, dan layak disebarluaskan. Keep up on  the spirit of your creativity, young people! ***

Waste4Change mengedukasi masyarakat mengenai cara memilah sampah yang benar, juga hadir di ASEAN SE 2016. (foto: dok.pri)
Waste4Change mengedukasi masyarakat mengenai cara memilah sampah yang benar, juga hadir di ASEAN SE 2016. (foto: dok.pri)
Waste4Change mengedukasi masyarakat mengenai cara memilah sampah yang benar, juga hadir di ASEAN SE 2016. (foto: dok.pri)

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
Mohon tunggu...

Lihat Sosbud Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun