Mohon tunggu...
Dina Mardiana
Dina Mardiana Mohon Tunggu... Penulis - Penulis dan penerjemah, saat ini tinggal di Prancis untuk bekerja

Suka menulis dan nonton film, main piano dan biola

Selanjutnya

Tutup

Travel Story Artikel Utama

Long Weekend di Cirebon: Geliat Wisata Kota Pesisir (Bagian 2)

30 September 2016   10:12 Diperbarui: 30 September 2016   14:00 220
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Bagikan ide kreativitasmu dalam bentuk konten di Kompasiana | Sumber gambar: Freepik

Tentang Sunan Gunung Jati dan Prabu Siliwangi

Ternyata benar, di seberang taman yang rindang tersebut, yang dipagari para penjaja souvenir dan tukang-tukang becak yang parkir, adalah Keraton Kasepuhan. Dari segi fisik, bagian luar bangunan ini mempunyai ciri yang sangat khas, yaitu gapura berwarna oranye menyala yang dibuat dari batu bata, dan secara arsitektural, bentuk gapuranya serupa dengan bangunan-bangunan peribadatan Hindu. Tetapi, yang unik, meskipun bangunan bagian luar berbentuk gapura adat Hindu, dari literatur yang saya baca ternyata keraton ini didirikan pada zaman Sunan Gunung Jati.

Sunan Gunung Jati merupakan tokoh yang terpandang di pulau Jawa, bersama-sama dengan kesembilan sunan lainnya, disebut Wali Songo, karena berjasa menyebarluaskan agama Islam di tanah Jawa. Konon Sunan Gunung Jati ini, selayaknya setiap Wali Songo, mempunyai kekuatan sakti. Sunan Gunung Jati disebut-sebut bisa berjalan di atas laut, dengan kedua kakinya, dan bisa ber-disapparate (meminjam istilah Harry Potter) ke Mekkah. Di Cirebon sendiri, hingga sekarang, masyarakatnya terutama yang masih memegang tradisi leluhur, sangat memuja Sunan Gunung Jati dan menjadikannya obyek pengkultusan.

Kembali ke Keraton Kasepuhan, istana ini dibuat untuk Ratu Dewi Pakungwati, istri dari sang Sunan, yang juga merupakan putri Pangeran Cakrabuana keturunan Prabu Siliwangi. Wah, siapa lagi itu Prabu Siliwangi? Banyak sekali nama-nama yang tidak saya kenal ya, ha ha…

 Ternyata beliau adalah pemimpin tanah Sunda yang sangat disegani rakyatnya pada zaman Kerajaan Pakuan Hindu Pajajaran, abad ke-15 Masehi. Beliau juga disebut-sebut sebagai perlambang Harimau Putih, karena kesaktiannya yang bisa menyamar menjadi sosok hewan tersebut. Saya berkesempatan melihat lukisan Sang Prabu di dalam kompleks istana yang katanya dibuat oleh seorang penduduk biasa, bukan pelukis, dan konon bermimpi bertemu dengan sang Raja. Setelah terbangun dari mimpinya, si penduduk biasa ini lalu langsung melukiskan rupa sang Raja, kemudian membawa lukisan tersebut ke istana tanpa meminta bayaran sepeser pun. Kata juru pemandu istana, sih, lukisan bergambar sosok sang Prabu Siliwangi dengan Harimau Putih ini agak ajaib karena sorot matanya yang seolah-olah dapat mengikuti ke arah mana pun kita berdiri.

Aura Mistis dalam Keraton Kasepuhan

Berbagai tokoh yang saya sebut sebelumnya masing-masing memiliki kesaktian, maka tidak heran jika masyarakat Cirebon, termasuk Keraton Kasepuhannya, masih percaya dengan hal-hal bersifat mistis. Setidaknya, itulah yang saya perhatikan dengan mata kepala sendiri ketika memasuki lingkungan keraton.

Teras depan bangunan utama istana Keraton Kasepuhan Cirebon dpenuhi ornamen Tiongkok. (foto: dok.pri)
Teras depan bangunan utama istana Keraton Kasepuhan Cirebon dpenuhi ornamen Tiongkok. (foto: dok.pri)
Sejak masuk ke halaman depan yang dikelilingi pagar gapura, teman saya sudah dikuntit seorang bapak-bapak yang pada awalnya menjual buku-buku sejarah keraton. Kebetulan teman saya ini memang sedang agak galau hatinya, jadi entah bagaimana si bapak itu tiba-tiba menawarkan jasa seorang keturunan keraton (saya tidak usah menyebutkan nama) yang mempunyai kemampuan khusus bisa melihat masa depan, kepada teman saya ini. Gayung pun bersambut.

Hingga kami memasuki lingkungan halaman kedua, bapak-bapak itu masih mengintili kami. Yah, untungnya mau dikuntit bagaimana pun, saya perhatikan kultur orang Cirebon tidak seseram orang Jakarta lah, masih halus dan menjunjung budi pekerti, jadi beliau pun tidak terlihat memaksa layaknya orang-orang yang suka menjajakan jasa atau dagangan di Jakarta.

Oya, yang saya maksud dengan halaman kedua, karena Keraton Kasepuhan ini terdiri dari dua pintu gerbang. Gerbang pertama terletak pada halaman depan yang dikelilingi gapura hindu berwarna merah bata, sementara gerbang kedua adalah gerbang menuju bangunan induk istana yang disebut juga dengan area utama keraton.  Di sisi kiri dan kanannya ada bangunan lagi.

Kereta kencana istana Kasepuhan Cirebon yang sudah tidak dipakai lagi. (foto; dok.pri)
Kereta kencana istana Kasepuhan Cirebon yang sudah tidak dipakai lagi. (foto; dok.pri)
Kami memasuki terlebih dahulu bangunan di sisi kiri keraton yang adalah sebuah museum berisi barang-barang peninggalan keraton sejak zaman tentara Portugis masuk ke pulau Jawa. Setidaknya, itulah yang saya lihat di dalam bangunan ini. Selain jubah atau baju zirah yang ditinggalkan oleh tentara Portugis dalam lemari kaca, ada juga rebana peninggalan Sunan Kalijaga, alat-alat musik berupa gong, tambur yang dipakai untuk perayaan keagamaan, bahkan… pajangan dari pahatan kayu yang menyiratkan ajaran Kamasutra, ahem !

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
Mohon tunggu...

Lihat Konten Travel Story Selengkapnya
Lihat Travel Story Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun