Mohon tunggu...
Dina Mardiana
Dina Mardiana Mohon Tunggu... Penulis - Penulis dan penerjemah, saat ini tinggal di Prancis untuk bekerja

Suka menulis dan nonton film, main piano dan biola

Selanjutnya

Tutup

Humaniora Artikel Utama

Ada Film-film Pendek Kelas Festival di Bentara Budaya Jakarta

21 Juli 2016   12:02 Diperbarui: 21 Juli 2016   13:57 290
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Diskusi dan putar film pendek kelas festival di Bentara Budaya Jakarta, 19 Juli 2016, menghadirkan sutradara film dan moderator. (foto sumber: dok. pribadi)

Nampaknya beberapa institusi kebudayaan mulai menggiatkan kembali acara putar film-film kelas festival secara rutin, tidak ketinggalan pula di antaranya Bentara Budaya Jakarta (atau disingkat BBJ). Pada tanggal 19 Juli 2016 yang lalu, setelah vakum sejak dua tahun terakhir, Bentara Budaya Jakarta yang berlokasi di seberang gedung Kompas-Gramedia, Jalan Palmerah Selatan, Jakarta, memutarkan empat buah film pendek untuk khalayak umum.

Menurut penuturan Mbak Dina Adisti selaku Ketua Pengelola BBJ, acara putar film hari Selasa tersebut merupakan event pertama yang digagas melalui kolaborasi dengan Gramedia.com. Rencananya, BBJ akan menggelar acara tersebut secara rutin dengan tema-tema beragam, serta mengundang para sutradara, artis, kurator film untuk berpartisipasi dalam diskusi. Selain itu, harapan setelah terwujudnya acara perdana ini akan terbentuk Komunitas Film BBJ yang tersebar tidak hanya di Jakarta, namun juga di Jogjakarta, Solo, Bandung. Keunikannya dari film-film yang ditayangkan di BBJ adalah film-film kelas festival yang tidak diputar di bioskop, dan tidak dipungut biaya. Dan, berkat kerjasama dengan Gramedia.com ke depannya akan dibuat pula kanal film di situsnya yang secara resmi akan diluncurkan pada bulan September di tahun yang sama.

Keempat film yang diputar tersebut adalah:

1. Dajang Soembi, Perempoean jang Dikawini Andjing (2004)

Film berdurasi 7 menit ini disutradarai oleh Edwin yang pernah juga membuat beberapa film pendek seperti Babi Buta Yang Ingin Terbang (2008), A Very Boring Conversation (2006). Kekhasan dari film ini terletak pada ketiadaan percakapan lisan melainkan teks-teks dialog layaknya menonton film bisu, serta warna film yang hitam putih. Penonton mungkin tidak akan ngeh bahwa film tersebut bukan film jadul andaikan tidak ada Inne Febriyanti yang bermain sebagai tokoh Dayang Sumbi. Mari kita saksikan trailer-nya di sini: 


Film bisu dengan banyak adegan metafora - sarkastik ini mengingatkan saya pada film bisu dari Jerman, berjudul Metropolis, yang pernah diputar pada acara German Fest 2015. Bedanya film Metropolis benar-benar film jadul yang menandai tonggak lahirnya perfilman Jerman dengan teknologi canggih dan bujet yang besar pada masa film itu dibuat tahun 1927.

Film ini mendapat nominasi untuk film pendek terbaik di ajang Rotterdam International Film Festival tahun 2005, dan nominasi film pendek tanpa bujet terbaik pada Hamburg International Short Film Festival di tahun yang sama.

2. Kitorang Basudara (2015)

Film berdurasi 30 menit ini menceritakan tentang dua saudara kandung dari tanah Papua yang merantau ke Jawa, tepatnya ke kota Jogjakarta, satunya untuk mengadu nasib dan satunya lagi untuk melanjutkan kuliah. Akibat perbedaan warna kulit dan suku, kedua saudara kandung ini kesulitan mendapatkan kos-kosan, sementara orang-orang sesama suku Jawa yang mencari kamar kosong di indekos yang sama langsung mendapatkannya.

salah satu adegan dalam film
salah satu adegan dalam film
Isu rasisme tersembunyi ini digarap secara apik oleh Ninndi Raras selaku sutradara.Film ini pernah juga ditayangkan pada acara Jogja-Netpac Asian Film Festival, pun tahun yang sama.

3. Semalam Anak Kita Pulang (2015)

Disutradarai oleh Adi Marsono , film berdurasi 14 menit ini terasa begitu panjang dan mencekam dengan minimnya dialog, minim adegan dan alur yang sangat lambat. Dengan kata lain, film pendek sarat pesan sosial satu ini berhasil membuat bulu kuduk saya berdiri karena kesan spooky yang ditangkap mulai dari awal hingga akhir film. Padahal ini bukan film horor apalagi film hantu, loh! 

Salah satu adegan dalam film
Salah satu adegan dalam film
Pesan yang ingin disampaikan dari sang sutradara sebenarnya sederhana saja, yaitu jangan lupa memberi kabar kepada orangtua di kala keduanya masih hidup meskipun kita sibuk mengadu nasib dengan merantau ke kota lain. Proses pembuatan naskah filmnya pun didapat setelah ia terinspirasi dari berita mengenai Tenaga Kerja Indonesia yang meninggal dalam kamar apartemennya di Amsterdam, Belanda.

4. Prenjak, In The Year of Monkey (2015)

Kalau film ini sudah pernah saya bahas ya sebelumnya dalam artikel saya berjudul 'Prenjak dan Tema Keluarga dalam Film-Film Wregas Bhanuteja''. 

Sebagai bagian dari pemutaran film, diskusi yang disajikan kemarin juga menghadirkan sutradara masing-masing film, minus Wregas. Para sutradara menyampaikan bahwa jika ingin melihat wajah Indonesia yang sebenarnya, tontonlah film-film pendeknya. Bahkan, film-film pendek Indonesia sudah banyak yang menoreh prestasi di kancah festival film internasional tanpa sepengetahuan publik lokal, karena memang sayangnya belum mendapat tempat di hati masyarakat. Dengan kata lain, pasarnya belum ada. 

Sayangnya acara diskusi berlangsung tidak begitu hidup seperti yang saya hadiri pada saat pemutaran Prenjak di pusat budaya lainnya. Entah mungkin tema diskusi yang agak berat, atau ketidakhadiran Wregas sendiri yang bisa menjadi magnet acara karena kenangan masyarakat Indonesia mengenai prestasinya di Festival Film Cannes masih segar dalam ingatan. Meskipun begitu, saya tidak menyangka bahwa acara perdana di BBJ ini dibanjiri penonton, yang didominasi anak muda, meskipun saat itu cuaca sangat tidak mendukung.

Maju terus untuk film-film pendek Indonesia!

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
Mohon tunggu...

Lihat Konten Humaniora Selengkapnya
Lihat Humaniora Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun