Kompasianer pasti sudah tidak asing lagi dengan hewan bernama gajah, bukan? Saya pertama kali tahu tentang hewan gajah yaitu dari bacaan serial komik di majalah Bobo yang setia menemani masa kanak-kanak saya melalui tokoh Bona Si Gajah Kecil Berbelalai Panjang (mungkin Kompasianer yang seumuran dengan saya juga tahu serial itu, ya, hahaha...) Lalu, ada pula tokoh gajah terbang Dumbo yang dipopulerkan oleh serial kartun anak-anak Disney. Namun, hingga kini saya belum kesampaian melihat gajah dari dekat langsung di habitatnya, kecuali di kebun binatang Ragunan saja :D
Nah, beberapa artis dunia maupun lokal beruntung mendapatkan kesempatan untuk bertemu langsung dengan gajah, terutama gajah-gajah Sumatera yang disebut-sebut sebagai 'critical endangered species', atau spesies langka yang keberadaannya terancam punah. Jika beberapa waktu yang lalu Indonesia sempat dihebohkan dengan kunjungan Leonardo DiCaprio ke Taman Nasional Gunung Leuser (TNGL) untuk melihat habitat gajah; kini giliran Nicholas Saputra yang didapuk Uni Eropa untuk mengusung kampanye #Jagajah, Save Our Forest Giants demi menyelamatkan ekosistem Leuser dan kawanan gajah di dalamnya.
Tetapi, kedekatan Nico, panggilan akrab dari Nicholas, dengan para gajah Sumatera sebenarnya sudah dimulai sejak tahun 2005 ketika ia pertama kali berkunjung ke Leuser, lalu ke Tangkahan yang juga bagian dari TNGL. Selain bertemu dengan para gajah, Nico yang memang pencinta alam dan petualang ini juga bersua dengan orangutan di tempat suaka mereka. Ia berkawan akrab dan mengamati dari dekat proses tumbuh kembang beberapa gajah seperti Amelia, Tangka, Namo, yang sayangnya hanya bisa bertahan hidup hingga usia tidak lebih dari tiga tahun. Padahal, normalnya, sebagai salah satu hewan mamalia yang dikelompokkan ke dalam mamalia raksasa, gajah bisa hidup hingga usia 80-an tahun! Sama seperti manusia, 'kan...
Penyebab utama dari matinya gajah-gajah ini adalah perburuan yang dilakukan oleh tidak hanya penduduk setempat, melainkan juga orang-orang yang menginginkan gadingnya untuk dijual. Yah, gading-gading ini sangat diburu oleh para kolektor karena dianggap mempunyai nilai artistik tinggi, sehingga konon harganya bisa mencapai 20 juta rupiah per kilo. Sementara satu gading gajah dewasa beratnya dua sampai tiga kilogram. Selain itu, ada yang percaya bahwa gading gajah berkhasiat untuk menambah kejantanan, mengusir ruh jahat dan melindungi diri dari bahaya.Â
Kalau penduduk setempat memburu para gajah karena dianggap sebagai hama, merusak ladang atau tumbuh-tumbuhan yang mereka tanam di pekarangan rumah. Dan, cara membasmi 'hama' gajah ini tidak tanggung-tanggung, dengan cara diracun! Sedih yaah... :( Padahal sih, gajah-gajah ini lari ke kampung-kampung penduduk juga disebabkan habitat mereka yang makin terimpit akibat pembalakan liar, dan hutan-hutan yang semakin dibabat habis demi menggarap lahan baru untuk berbudi daya kelapa sawit.
Faktor penyebab kematian gajah yang juga tidak kalah menakutkan dan sedang nge-trend belakangan ini adalah virus herpes yang menyerang para bayi gajah, seperti Tangka, Namo dan Amelia. Saya pribadi yang baru-baru ini terkena penyakit herpes jadi paham betul bagaimana menderitanya para gajah itu, apalagi mereka masih balita. Kalau saya merasa gatalnya bukan main dan sempat pendarahan, bagaimana dengan gajah-gajah itu ya? Saya juga jadi mengetahui bahwa virus herpes tidak hanya menyerang manusia, melainkan bisa juga menjangkiti para gajah, meskipun jenis virusnya berbeda, yaitu Elephant Endotheliotropic Herpes Virus (EEHV) yang sifatnya sangat berbahaya karena bisa menyebabkan kematian gajah dalam waktu beberapa jam saja.
Akan tetapi, upaya Nico, Pak Christopher, Bapak Tachrir dan Pak Wahdi Azmi dari Unit Tanggap Konservasi Tangkahan dalam melestarikan gajah patut diacungi jempol. Perjuangan mereka lalu disambut oleh Uni Eropa, melalui Delegasi Uni Eropa untuk Indonesia dan Brunei Darussalam, dengan membuat kampanye "Save Our Forest Giants" dalam sebuah film dokumenter berdurasi enam menit. Film dokumenter yang dibintangi dan diproduseri oleh Nico sendiri, bersama dengan Amanda Marahimin (produser film Gie, Tiga Hari Untuk Selamanya), menampilkan gajah-gajah yang hidup di Leuser, serta seekor bayi gajah bernama Eropa yang diangkat menjadi maskotnya Uni Eropa. Film ini bisa teman-teman tonton di laman facebooknya Uni Eropa di sini.Â
Info lebih lanjut mengenai Save Our Forest Giants: http://bit.ly/eu_mascots
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H