"Garuda Indonesia, bentang sayapmu, terbanglah tinggi..."
(Kalau tidak bisa ditonton bisa diklik di sini: Garuda Indonesia Commercial)
[caption id="attachment_251679" align="alignright" width="450" caption="Garuda Indonesia, bentang sayapmu, ayo terbang tinggi (lagi)!"][/caption] Lagu yang dinyanyikan pada setiap pemutaran iklan maskapai kebanggaan Indonesia di layar televisi sejak saya kecil itu hingga kini selalu melekat di ingatan saya. Lagu itu terasa begitu menggugah, membuat saya bangga menjadi orang Indonesia yang mempunyai pesawat dan maskapai ciptaan bangsa sendiri. Apalagi, zaman itu juga bersamaan dengan berkembang pesatnya industri kedirgantaraan di Indonesia, dikomandoi oleh ilmuwan asli Indonesia yang disegani bangsa-bangsa di Eropa sana.
Kenangan Bersama Garuda Indonesia
Naik pesawat bagi saya bukan hal yang asing. Bahkan, di antara semua moda transportasi yang ada di dunia, saya paling suka naik pesawat terbang. Apalagi kalau bukan karena kenyamanannya (sekaligus cuci mata saat sudah besar begini, he he...). Pertama kali saya naik pesawat kalau tidak salah sekitar tahun 1986. Waktu itu saya masih berusia sekitar lima atau enam tahun. Bersama kedua orangtua dan dua orang kakak saya, kami terbang ke Bali dengan pesawatGaruda Indonesia, yang saat itu masih memakai baju oranye untuk penerbangan domestik. Yang saya ingat, mbak pramugari yang cantik serta mas pramugara yang ganteng dengan ramah menyapa saya. Bahkan, ketika saya mengalamikupingbudegakibat perbedaan tekanan udara, seorang pramugara bertopi yang membuatnya tampak gagah, mengajari saya cara praktis untuk mengurangi efek tersebut, yaitu dengan cara menelan ludah, atau membuka mulut lebar-lebar.
Kemudian, ketika perekonomian Indonesia masih makmur jaya, saya dan keluarga sempat mencoba maskapai lainnya yang sahamnya dimiliki oleh anak mantan, mendiang Presiden RI kedua. Saat itu kedua maskapai ini berlomba-lomba memberikan pelayanan terbaik, mulai daricheck-inhinggalanding. Apalagi saat itu saya masih kecil, sehingga setiap kali naik pesawat pasti diberikan suvenir oleh mbak-mbak pramugari dan mas-mas pramugara yang baik hati, ha ha ha..
Lalu, krisis ekonomi mulai melanda negeri ini. Maskapai kepunyaan anak mendiang orang nomor satu di Indonesia jatuh bangkrut tiada bersisa.Garuda Indonesiapun mulai turun pamornya, akibat hal-hal sepele namun penting seperti keterlambatan jadwal, kelalaian awak pesawat yang menyebabkan kecelakaan, kericuhan di dalam tubuh perusahaan itu sendiri, sampai akhirnyaGaruda Indonesia dilarang mengudara oleh Komisi Uni Eropa.
[caption id="attachment_251676" align="alignright" width="400" caption="Pesawat Garuda Indonesia jaman dulu, bahkan versi yang saya naiki pada tahun 1986 masih lebih bagus dari ini :D"]
Lalu, seiring adanya larangan penerbangan dari Komisi Uni Eropa, saya terpaksa ‘berselingkuh’ dengan maskapai internasional lainnya setiap kali saya pergi ke Eropa dalam rangka menempuh program kursus singkat maupun pascasarjana. Saya pun nyaris melupakanGaruda Indonesia, dan mulai tenggelam dalam kenyamanan pelayanan yang diberikan beberapa maskapai internasional buatan Qatar, Uni Emirat Arab, serta Prancis. Namun, dalam hati saya selalu bertanya, "KapankahGaruda-ku akan membawaku melanglang buana lagi?"
Maraknya LCC Pasca Krisis
Pulang ke Indonesia, saya menggunakan pesawat-pesawat lokal berbiaya murah untuk mengunjungi kota-kota di Indonesia. Saat itu, 'adik'-nyaGaruda Indonesia yang berbaju hijau, sering disebut-sebut sebagai maskapai murah terbaik yang aman dan nyaman, dibanding kompetitornya yang lain yang juga mengobral tiket murah. Dan gosip itu buat saya terbukti, sih, karena saya sudah mencoba kompetitornya dan membandingkannya dengan adiknyaGaruda Indonesia. Jujur, jantung saya selalu deg-degan setiap kali hendaktake-offdanlandingbila menggunakan maskapai murah lainnya (selanjutnya kita sebut LCC, singkatan dariLow Cost Carrier), karena getarannya yang keras sangat terasa di dalam badan pesawat. Bagaimana pun, baik adik-nya Garuda Indonesia maupun bukan, setiap kali naik LCC yang di atas jam 6 atau 7 pagi, siap-siap saja mengalami penundaan. Layaknya bus kota, pesawat-pesawat ini menunggu penumpang sampai penuh dulu, baru berangkat.
Ah, saya betul-betul mendambakan naik pesawat buatan negeri sendiri yang memberikan, tidak hanya kenyamanan, melainkan juga ketepatan waktu. Kalau tidak disiplin ya namanya bukan pesawat,dong, tapiMetro MiniatauKopaja. Bahkan bus antarkota saja sekarang sudah banyak yang bagus pelayanannya dan tepat waktu pula. Namun, permasalahannya buat saya sekarang, ya lebih ke harga tiket, sih, karena kocek saya sayangnya bukan kocekEuro, hi hi hi..
Konsep Baru GIA dengan Pencapaian Bintang Lima
[caption id="attachment_251677" align="alignleft" width="300" caption="Berbagai penghargaan yang telah diraih Garuda Indonesia baik dari dalam maupun luar negeri, dipajang bersama motto maskapai tersebut"]
Berbicara tentang kualitas, melalui slogan “Mendapatkan kenyamanan terbang di atas yang lainnya” dan “Melayani konsumen seperti raja”, Garuda Indonesia mengadopsi konsep baru dalam membenahi layanan agar sesuai dengan standar internasional, yang disebut Garuda Indonesia Experience. Konsep baru ini antara lain jadwal penerbangan dan kedatangan yang selalu tepat waktu, sistem reservasi yang sejajar dengan maskapai internasional dengan menggunakan piranti lunak Amadeus & Altea, serta tambahan bagasi hingga 23 kg bagi penumpang yang membawa peralatan olahraga. Lumayan juga, nih, kalau ada tambahan kapasitas begini, seperti maskapai internasional saja. Layanan yang diberikan pun disesuaikan dengan kultur sang penumpang, mulai dari pre-journey, berlanjut ke pre-flight, lalu in-flight, post-flight dan terakhir post-journey. Ini penting, loh, karena salah-salah memahami kultur bisa fatal akibatnya. Apalagi karena saya pernah tinggal di negara yang multibudaya, saya paham bahwa kesalahpahaman sepele bisa menyebabkan permusuhan antarbangsa. Misalnya saja, apabila sang penumpang adalah seorang pria berkebangsaan Arab bersama istrinya, maka etika ladies first tidak berlaku, jika tidak mau dilabrak oleh sang suami. Kekuatan ‘Human Touch’ ini menjadi salah satu karakteristik Garuda Indonesia yang diambil dari ciri khas bangsa Indonesia, yaitu sifat ramah-tamah.
[caption id="attachment_251678" align="alignright" width="168" caption="sistem reservasi yang canggih dari Garuda Indonesia menggunakan Altea dan Amadeus"]
Berkat konsep baru ini dan kualitas layanan yang diberikan, Garuda Indonesia meraih penghargaan internasional: the best world economy class dan the best world seat economy class pada tahun 2013. Garuda Indonesia juga masuk dalam posisi 10 besar maskapai terbaik dunia. Cita-cita Garuda Indonesia pada tahun 2014 adalah menjadi salah satu maskapai bintang lima. Namun, menurut saya sendiri, cita-cita Garuda Indonesia yang paling penting adalah menjadi maskapai internasional pilihan pertama bagi cara palon penumpang ketika akan berkunjung ke luar negeri. Mengapa penting? Karena, suatu hari nanti, apabila saya hendak melanglang buana lagi ke negara-negara eksotis di Eropa Timur, ke daratan Afrika, atau sekadar kembali ke Prancis dan Italia, saya ingin Garuda Indonesia sudah memiliki rute penerbangan ke tempat-tempat itu, sehingga pastinya saya akan kembali ke pangkuan maskapai kebanggaan bangsa sendiri. Apalagi kalau bukan Garuda Indonesia. Apalagi kalau para teknisinya adalah para insinyur handal asli Indonesia, sang ilmuwan Indonesia yang disegani bangsa-bangsa Eropa itu dan kisah hidupnya baru saja difilmkan, tidak akan lagi bersedih hati :). *** (Iklan Garuda Indonesia pada tahun 1990-an, membuat kita semakin bangga dengan Indonesia. Bisa juga ditonton di sini: " target="_blank">Tanah Airku )
Follow Instagram @kompasianacom juga Tiktok @kompasiana biar nggak ketinggalan event seru komunitas dan tips dapat cuan dari Kompasiana
Baca juga cerita inspiratif langsung dari smartphone kamu dengan bergabung di WhatsApp Channel Kompasiana di SINI