Mohon tunggu...
Dina Kurniyanti
Dina Kurniyanti Mohon Tunggu... Freelancer - pelajar

pharmacist

Selanjutnya

Tutup

Healthy

Kepalsuan di Bidang Farmasi

6 Desember 2016   10:22 Diperbarui: 6 Desember 2016   10:29 55
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Kesehatan. Sumber ilustrasi: FREEPIK/Schantalao

Untuk menghasilkan produk farmasi asli Indonesia membutuhkan banyak tahapan yang harus dilalui. Padahal untuk urusan bahan baku, negara ini memiliki kekayaan alam yang seharusnya bisa dimanfaatkan dan tidak digunakan oleh negara lain. Ketua Umum Akademi Ilmu Pengetahuan Indonesia, dr Sangkot Marzuki, turut mengungkapkan kelemahan yang masih terjadi di bidang pengembangan IPTEK untuk meneliti bahan baku di Indonesia. Sayangnya, investor juga masih kurang tertarik akan penelitian farmasi seperti riset bahan baku obat. 

Dari dana pemerintah saja hanya 0,09 persen. "Itu sangat kecil sekali. Dari segi kepantasan suatu bangsa sepertinya malu," pungkasnya. Sehingga menyebabkan Indonesia harus mengimpor obat dari luar. Sehingga meyebabkan harga obat menjadi mahal, dan hal ini yang menyebabkan banyak bermunculannya pihak-pihak yang tidak bertanggung jawab. 

Mereka megambil keuntungan dari kondisi ini dengan cara menjual obat palsu. Dengan adanya obat yang sama dengan obat asli tetapi dengan harga yang lebih murah maka masyarakat lebih senang membeli obat palsu tersebut. Ketua Umum Ikatan Dokter Indonesia Daeng Mohammad Faqih menilai titik penting pengusutan kasus pemalsuan obat adalah pada aspek pengawasan dan penindakan.Pihaknya meminta Badan Pengawas Obat dan Makanan untuk memperketat pengawasan bahan baku obat dari impor. “Pengawasan sektor hulu perlu diawasi ketat,” kata Faqih di Jakarta, Sabtu, 10 September 2016.Menurut Faqih, belum ada peraturan tegas yang mengatur perihal peredaran bahan baku obat. Ini dibutuhkan agar obat bisa diperoleh siapa pun dengan mudah. 

Dia menambahkan, kasus pemalsuan obat di Balaraja, Tangerang, bisa sebagai pintu masuk untuk membongkar lebih luas pemalsuan dan peredaran obat ilegal.Faqih menyarankan BPOM perlu menguatkan koordinasi mulai sektor hulu. Ini dilakukan dengan menggandeng dinas kesehatan untuk melaporkan setiap peredaran obat. Sebab, BPOM tidak mungkin harus mendatangi seluruh klinik dan rumah sakit untuk mengecek peredaran obat di sana.Faqih menyebutkan negara sudah memiliki instrumen untuk menjerat para pelaku pemalsuan obat. 

Instrumen yang ada tinggal dikuatkan. Misalnya, BPOM terus melanjutkan kerja satuan tugas bersama polisi dan Kementerian Kesehatan untuk mengusut kasus pemalsuan obat dan peredaran obat ilegal.Ketua Bidang Pengaduan Yayasan Lembaga Konsumen Indonesia Sularsih mengatakan penegakan hukum bagi kasus pemalsuan obat harus dimulai dengan menangkap aktor di sektor hulu. Namun, untuk mencapai ke arah itu diperlukan koordinasi kuat antara BPOM, Kementerian Kesehatan, dan polisi.Di samping itu, pihak perusahaan farmasi yang merasa produknya dipalsukan juga harus segera melaporkan. 

Laporan itu akan menjadi temuan awal untuk ditindaklanjuti satuan tugas yang telah dibentuk tiga instansi tadi.Bahkan jika perlu, YLKI mendorong Badan Intelijen Negara untuk masuk mencari jaringan pemalsuan obat. Sebab, BPOM tidak memiliki kemampuan untuk mengungkap jaringan yang terstruktur dan sistematis itu.Sedangkan apabila pelaku atau distributor obat ilegal ditemukan, harus ada upaya pemblokiran (black list) terhadap mereka.

Sularsih menilai langkah itu bisa dilakukan seperti kejahatan di sektor perbankan dengan sistem black list. Terakhir adalah mengedukasi masyarakat mengenai cara memilih obat yang benar. Oleh karena itu, diharapkan pemerintah dan masyarakat dapat bekerja sama dalam menuntaskan kasus obat palsu yang ada di Indonesia.

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

Mohon tunggu...

Lihat Konten Healthy Selengkapnya
Lihat Healthy Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun