Malam itu, hujan deras mengguyur desa kecil yang dikelilingi hutan lebat. Raka dan tiga sahabatnya---Dina, Arman, dan Lila---sedang berkumpul di teras sebuah rumah tua yang sudah lama ditinggalkan. Mereka datang ke sana untuk membuktikan cerita horor yang sering dibicarakan warga setempat. Konon, rumah itu dihuni oleh arwah penasaran seorang wanita bernama Nyai Sari yang meninggal secara tragis.
"Apa kalian yakin ini ide bagus?" tanya Lila dengan nada ragu, memeluk dirinya sendiri karena udara dingin menusuk kulit.
"Kita hanya di sini untuk satu malam. Kalau ada apa-apa, kita pergi," jawab Raka mencoba menenangkan, meski dalam hati dia sendiri merasa gugup.
Mereka masuk ke dalam rumah dengan membawa senter dan beberapa perlengkapan. Ruangan di dalamnya berdebu, dengan dinding yang retak dan perabotan tua yang tertutup kain putih. Dina mencoba membuka percakapan untuk mengurangi ketegangan, tapi suara langkah kaki aneh tiba-tiba terdengar dari lantai atas.
Arman, yang paling berani, memutuskan untuk memeriksa suara tersebut. Dengan langkah hati-hati, dia naik ke lantai dua, diikuti oleh yang lain. Mereka menemukan sebuah kamar yang pintunya setengah terbuka. Di dalam kamar itu, ada cermin besar yang tampak bersih, seolah-olah seseorang baru saja membersihkannya.
"Tidak ada apa-apa di sini," gumam Arman. Namun, saat dia berbalik, bayangan wanita berambut panjang muncul di cermin. Semua terkejut, dan Lila berteriak panik. Saat mereka berlari ke bawah, pintu depan rumah mendadak tertutup dengan keras.
Mereka terperangkap. Lampu senter yang mereka bawa mulai meredup satu per satu, meninggalkan mereka dalam kegelapan. Di tengah keheningan, terdengar suara lembut seorang wanita menyanyikan lagu Jawa kuno.
Dina, yang paling sensitif, mulai merasakan kehadiran sesuatu yang dingin menyentuh bahunya. "Kita harus keluar dari sini sekarang!" dia berkata dengan suara gemetar. Raka mencoba mendobrak pintu, tapi gagal. Tiba-tiba, Nyai Sari muncul di ujung ruangan, wajahnya pucat dengan tatapan penuh amarah.
"Kenapa kalian mengganggu rumahku?" suaranya terdengar menggema. Raka mencoba berbicara, memohon maaf, tapi arwah itu semakin mendekat. Tiba-tiba, Lila menemukan sebuah buku tua di lantai dengan tulisan tangan di dalamnya.
Dina membaca salah satu halaman dengan suara gemetar, ternyata itu adalah doa untuk menenangkan arwah yang gelisah. Saat Dina membaca doa itu, Nyai Sari berhenti bergerak. Dia menatap mereka sejenak, lalu perlahan menghilang.
Saat suasana kembali tenang, pintu depan rumah tiba-tiba terbuka dengan sendirinya. Mereka keluar dengan napas lega, meskipun tubuh mereka masih gemetar.
"Sudah cukup petualangan untuk satu malam," kata Arman dengan nada serius.
Rumah tua itu kembali sepi, namun dari kejauhan, terdengar suara samar tawa seorang wanita, seolah mengucapkan perpisahan.
Malam itu menjadi pengalaman yang tidak akan pernah mereka lupakan. Di perjalanan pulang, mereka berjanji tidak akan pernah lagi meremehkan cerita-cerita misteri yang berkembang di masyarakat.
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H