Hello diaryku....
Rasanya sudah lama tak membuat oretan di lembaran-lembaranmu  yang putih bersih. Aku tau kamu pasti menunggu tinta emas dariku. Saat ini aku hendak berkisah kepadamu tentang jalan cerita hidupku hari ini. Mulai dari pagi,siang hingga malam ini aku berjuang untuk menahan rasa ngantukku didepan laptop ini. Aku hanya duduk,mendengar sekali sekali aku berbicara itu pun jika perlu. Aku tahu segala waktu yang kugunakan hari ini adalah arena permainan diamana aku melakukan proses. Waktu itu tak terlewatkan sedetik pun. Semua terisi oleh scedule yang sudah tertata rapi. Owh iya,waktu itu babak belur di isi dengan sejumlah agenda, setumpuk pekerjaan dan segudang persoalan.
Diary..
Kamu tahu nggak,bahwa dalam situasi covid ini sering muncul benih-benih pengakuan diri. Masing-masing mendefinisikan siapa dirinya termasuk saya. Ada definisi diri yang kadang menyedihkan tentang dirinyadan juga ada yang memberikan apresiasi hebat atas dirinya. Bahkan menganggap diri paling hebat dari yang yang lain.
Hal ini terlihat saat saya mengikuti rapat dan perkuliahan secara daring. Hal itu muncul lewat tutur kata atau cara berbicara,cara menanggapi sesuatu. Lewat pengalaman ini, saya membuat satu pertanyaan untukku,siapakah aku saat ini dan apa yang kuinginkan saat ini? Pertanyaan ini mengantarkanku pada sebuah permenungan untuk melihat siapakah aku,siapakah sesamaku dan siapakah aku bagi sesamaku.Apa kebutuhan sesamaku saat ini. Ya, ruang dan waktu menjadi pengukur siapa saya, siapa kita. Saya atau kita bergerak menuju identitas yang asli.Aku yang sesungguhnya. Tapi memang mengakui diri secara jujur itu tidak mudah. Karena Ada keinginan atau kecenderungan ingin terlihat baik didepan orang meski sebenarnya ada sikap kepura-puraan didalamnya.
Akh,nggak usah bohong. Ketika atasan memberikan setumpuk kerja dengan cepat saya pasti mengatakan " ya,saya siap untuk mengerjakan". Meski sebenarnya dalam hati masih menggerutu. Itu sudah hal yang lumrah terjadi. Tapi baiklah saya menyadari keterbatasanku.Sehingga aku menemukan alasan yang tepat untuk berkata ya atau tidak terhadap sesuatu.
Yah...waktu berputar begitu cepat. Sehingga memang sering saya  tidak punya waktu untuk melakukan discerment. Kurang mampu melihat dengan baik apa yang terjadi dalam diriku maupun dengan sesamaku. Maklumlah,terlalu sibuk bekerja.Hehehe. Upss,tunggu dulu.Bukankah itu pembelaan diri ? Hmm..apapun ceritanya alasan itu tidak bisa diterima. Intinya jangan samapi lupa mensyukuri hujan yang turun ,lupa tersenyum dikala mengalami kekecewaan bahkan kadang lupa tertawa disaat matahari menerpa kening ini. Parahnya lagi nih,ketika hujan turun hal ini dianggap sebagai petaka.Waduhh..
Jujur terhadap diri dan menerima diri seadanya bukanlah sesuatu yang mudah untuk dilaksanakan. Tidak segampang membalikkan tangan. Ini adalah sesuatu yang harus saya lakukan dalam waktu yang cukup lama tapi pasti. Saat itulah yang disebut dengan jeda dalam kehidupan. Saya tahu bahwa yang terpenting dari hidup adalah "open self". Barangkali mereka yang mencapai pengetahuan diri sampai level ini tidak lagi takut hidup dan tidak kacau dalam mengurus persoalan. Dia dapat menerima semua pengalaman dan perasaan, baik dari kesedihan atau kebahagiaan, cinta atau rasa bersalah.
Saat ini juga aku mau berhenti sejenak. Aku akan meninggalkan beban pekerjaanku dan bergabung bersama teman-temanku untuk menikmati enaknya popcorn di taman komplek. Aku sengaja memilih tempat ini untuk merefleksikan perjalanan hidupku hari ini. Sepanjang hari ini aku sudah berproses. Aku sudah menerima dan menemukan sebagian hasil pekerjaanku. Ada yang menyenangkan,ada juga yang gagal,ada juga yang membuatku kecewa,tertawa,dan happy. Kamu bisa bayangkan nggak sih,aneka ekspresiku yang muncul sepanjang hari ini. Eh,,,sau lagi ternyata hari ini ada yang terlupakan. Aku lupa kalau hari ini saya belum menyapa tetanggaku.Hmm..besok aku akan menyapanya...
Owh iya,kamu pasti bertanya kan,bagaimana aku menyelesaikan pekerjaanku hari ini. Tenang saja,Kadang identitas diri dihasilkan oleh emosi. Beberapa dari ketegangan mengurus pekerjaan, beberapa dihasilkan dari citra diri yang dilecehkan, dan tidak sedikit pula diproduksi oleh rasa takut dan rasa tidak aman.Jadi,tidak semua pekerjaan itu saya lakukan dengan tulus. Kamu bisa bayangkan nggak sih,ketika saya masih kuliah sudah datang tugas baru yang sifatnya urgen. Duhh,gimana saya mau tenang dan rileks mengerjakannya.
Tapi selow aja,bisa saja aneka jenis raut wajah muncul saat itu. Tapi ingat dibalik raut wajah yang cantik itu ada daya juang dan kemauan untuk mengerjakan. Bukan hanya itu saja ketika pekerjaan itu terselesaikan dengan baik disan ada pemberian diri ada pengorbanan. Hasilnya bisa dinimati oleh banyak orang.