Mohon tunggu...
Dina Finiel Habeahan
Dina Finiel Habeahan Mohon Tunggu... Guru - be do the best
Akun Diblokir

Akun ini diblokir karena melanggar Syarat dan Ketentuan Kompasiana.
Untuk informasi lebih lanjut Anda dapat menghubungi kami melalui fitur bantuan.

BE A BROTHER FOR ALL

Selanjutnya

Tutup

Humaniora Pilihan

Rekomendasi Atas Sebuah Masalah, Balas Dendam atau Pengampunan?

20 November 2020   09:12 Diperbarui: 20 November 2020   09:18 239
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Sumber gambar: pixabay

Akhir-akhir ini kakak saya mengalami sebuah masalah. Tentu masalahnya dalam ruang ringkup keluarga. Hadirnya pihak ketiga membuat situasi keluarganya menjadi kacau. Relasinya dengan keluarga pihak suaminya menjadi kurang bagus. Saya tidak tau apa alasannya memilih saya sebagai tempat curhatnya. Saya menjadi luapan amarah dan emosinya. Sepertinya memang masalahnya ribet karena dihadiri oleh pihak ketiga dan kakak saya itu ingin sekali untuk membalas perbuatan orang yang telah menyakitinya.

Pertamakalinya dia sharing, saya memintanya untuk menyelesaikan masalah itu secara kekeluargaan. Karena bagi saya Adalah sesuatu yang tidak baik membalas kejahatan dengan kejahatan. Saya mendesaknya agar segera berdamai dan memperbaiki relasi yang telah tegang. Apa yang saya katakan tentu bukan hal yang mudah untuk dilakukannya. Saya mengerti situasi kakak saya pada saat itu. Meskipun dia mengiyakan permintaan saya tetapi tetap sulit baginya untuk melakukannya. Saya hanya bisa berdoa untuknya dan berharap semoga masalahnya cepat selesai. 

Baiklah,apa yang menjadi refleksi saya dari kisah tersebut ? Dalam perjalanan hidup setiap hari selalu ada saja masalah yang menghampiri.Entah itu berasal dari diri sendiri ataupun dari orang lain. Pertanyaannya, bagaimana caraku menyikapi setiap masalah yang hadir dalam perjalanan hidupku ?Jika masalah itu kecil barangkali tidak membutuhkan kerja keras hehehehe,tetapi jika masalah itu sampai membuatku terluka,apa yang harus kulakukan ?

Refleksiku demikian : Rasa sakit hati ini tak kunjung pudar bahkan kian memanas dan membara. Apa yang bisa kuperbuat? Memaafkannya atau membalas perlakuannya? 

Tentukan nomor pilihanmu....jangan salah pilih!!!! 

Apakah persoalan akan selesai atau semakin meluas? 

1. Lex Talionis: menyatakan bahwa seseorang harus mencabut gigi untuk gigi dan mata ganti mata.
2. Nietzsche mengungkapkan "Pembalasan kecil lebih manusiawi daripada tidak ada pembalasan sama sekali".
3. Heine menyebut bahwa "Seseorang harus, memang benar memaafkan musuh, tetapi janganlah kiranya sebelum ia digantung (mati)."
4. Yesus berkata: "Kasihilah musuhmu dan berdoalah bagi mereka yang menganiaya kamu." (Mat 5:44)
Demikian ragam tanggapan yang muncul bila penderitaan melanda atas perlakuan yang tidak adil kepada seseorang. 

Pembalasan itu dapat dibenarkan. Hal ini dengan jelas dilukiskan dalam Perjanjian Lama (Ulangan 19:21; Keluaran 21:24) Lex Talionis: menyatakan bahwa seseorang harus mencabut gigi untuk gigi dan mata ganti mata. Sanksi moral semacam itu memicu refleks yang terprogram bahwa membalas itu adalah warisan evolusi kita. Balas dendam sebagai bagian dari sifat manusia kita yang berkembang. "Balas dendam dan hukuman, dari sudut pandang yang demikian, diperlukan untuk memunculkan dan mempertahankan kerja sama serta mencegah eksploitasi atas relasi". Dengan demikian, keinginan untuk balas dendam dinormalisasi, bahkan ditinggikan. 

Dalam film maupun buku cerita, momen pembalasan yang dimainkan oleh actor utama, sangat diminati dan dinanti oleh penonton dan pembaca. Balas dendam yang ditawarkan menjadi penentu kisah. Happy ending dan tujuan pun tercapai. Balas dendam tampaknya "panas" dan diterima dengan baik di semua budaya. 

Ketegangan pun terjadi antara kebenaran tentang memaafkan dan membalas dendam. Balas dendam dan pengampunan sebagai strategi untuk melenyapkan efek trauma. Balas dendam (dalam kenyataan atau fantasi), memungkinkan korban untuk memuaskan emosinya dan mengubah keseimbangan dalam dirinya. Dengan itu ia tidak lagi dalam keadaan tidak bersalah dan pelaku tidak lagi satu-satunya pihak yang kejam. Sekarang, keduanya tampaknya telah terluka dan menyebabkan luka. Implikasinya jelas: keinginan untuk menyelesaikan suatu tujuan tidak pernah sepenuhnya meninggalkan hati manusia. 

Pada saat yang sama, anak-anak tidak dianjurkan untuk berpikir "gayung bersambut" dan mempraktekkan balas dendam. Pencarian balas dendam dianggap tidak dewasa dan bertentangan cita-cita pengampunan yang ditegakkan oleh orang-orang yang religius dan mulia (lihat kehidupan Gandhi, Nelson Mandela). Bersamaan dengan kisah balas dendam yang memikat, ada narasi pengampunan yang menyentuh sebagaimana diajarkan dalam tradisi kekristenan yang dipopulerkan oleh Yesus Kristus 

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
Mohon tunggu...

Lihat Konten Humaniora Selengkapnya
Lihat Humaniora Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun