Ketika saya SMP saya memiliki sosok idola. Dia adalah seorang kaum religius. Pada waktu itu ia sedang menjalani masa TOP-nya diparoki kami dan ia ditugaskan untuk mengajar di sekolah saya. Pada waktu itu siswa-siswi yang beragama Katolik tidak banyak. Sehingga setiap kali belajar agama kami selalu digabung menjadi satu kelas.Â
Frater itu tidak lama mengajar disekolah saya. Kurang lebih tiga bulan dia sudah berhenti mengajar. Dan pada saat hari terakhirnya mengajar disekolah saya,kami mengadakan "Perpisahan ". Dalam acara perpisahan itu Frater itu menyampaikan bahwa ia akan kembali ke Malang melanjutkan studinya. Dan akan ada Frater yang lain yang akan menggantikan posisinya sebagai guru agama disekolah saya. Saya sendiri waktu itu menangis. Akh cepat kali berlalu. Hingga beberapa saat saya larut dalam rasa sedih.
14 tahun kemudian saya berjumpa kembali dengan sosok yang saya idolakan itu. Sekarang kami berada dikampus yang sama. Yang dulunya ia masih Frater sekarang sudah menjadi Romo. Sekarang menjadi dosen saya sekaligus menjadi campus ministry. Pertama kali bertemu di kampus Romo itu teriakin saya " Hey,anak kecil ternyata kamu sudah jadi suster ". Wah,suara itu tidak asing di telinga saya. Saya berbalik dan pergi menemuinya. Bahagia sekali rasanya serasa saya dapat rejeki nomplok. Baru saya mengerti dengan kata-kata yang selalu ia ungkapkan setiap kali chatingan. " Saya pergi untuk kembali ". Inilah saatnya bahwa kami bisa bertemu kembali.
"Never Say Good Bye", demikian lantunan lagu dari penyanyi fenomenal Bon Jovi yang mengalami dan mengharapkan relasi yang telah dijalin tak akan berakhir melainkan "together forever". Sungguhkah Perjumpaan yang terjadi tak akan berakhir? Jika demikian, mengapa ada perpisahan?
Tak dapat disangkal, pertemuan dan perpisahan adalah dua momen yang harus dilewati. Setiap pertemuan akan berakhir pada perpisahan. Hal ini terjadi bukanlah karena ketidaksengajaan, melainkan demikianlah adanya manusia sebagai makhluk terbatas. Yang menjadi persoalan adalah Apa arti sebuah pertemuan bagiku? Pernahkah, diriku bersyukur atas terjadinya sebuah pertemuan antara aku dengan yang lain? Atau aku justru tergesa-gesa menyesali apa yang telah terjadi. Mengapa tidak dari dulu aku bertemu dengan dia? Atau bahkan mengapa aku harus mengalami pertemuan ini?Â
Beberapa orang mungkin hadir dalam kehidupanku hanya untuk sementara dan tidak bertahan lama, namun dibalik itu semua pasti ada alasannya. Terkadang, ada orang yang datang ke dalam kehidupanku hanya sekadar numpang lewat atau hanya sekadar mengisi "kekosongan" atau kesepian dalam hidupku. Padahal tanpa kusadari kedatangan sekaligus kepergiannya telah menciptakan sebuah titik balik dalam kehidupanku. Mereka membangun, mengingatkan, membantu agar aku semakin dewasa dalam hidup atau bahkan kesetiaan untuk tetap tinggal dalam keadaan suka pun dalam duka (makna terdalam dari pertemuan).Â
Jangan pernah takut akan perpisahan sehingga harus menghindari sebuah pertemuan. Memang aku tak bisa mengulang dan memutar waktu, pun tak bisa hidup dan kembali ke masa silam. Aku hanya bisa hidup pada waktu sekarang dan berdoa agar kehidupan yang akan datang menjadi lebih baik.Â
Paling tidak, aku bisa memaknai betapa indahnya sebuah pertemuan atas terjadinya sebuah perpisahan. Kalaupun ternyata harapanku pupus di tengah jalan, bukankah masih ada pertemuan yang lain? Sebagaimana Yesus, sekalipun Dia telah wafat, Dia tidak ingkar janji. Dia kembali berjumpa dengan para murid-Nya, untuk menggenapi janji-Nya, mengubah, dan menguatkan mereka menjadi pribadi yang baru, tangguh, dan berpengharapan pada-Nya.Â
Maka kata Yesus kepada mereka: "Jangan takut. Pergi dan katakanlah kepada saudara-saudara-Ku, supaya mereka pergi ke Galilea, dan di sanalah mereka akan melihat Aku."Â
Salam..
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H