"Bila kebijaksanaan masuk ke dalam hati seseorang, Ia membawa serta segala harta milik dan memberikan kekayaan yang tak terhingga. Bersamanya datang pula kepadaku segala harta milik dan kekayaan yang tak berhingga ada di tangan-Nya." - St.Monfort
Secara umum kemiskinan itu berarti tidak mampu memenuhi kebutuhan pokok. Nah,yang mau saya bahas kali ini bukan kemiskinan itu ya! Hehehe. Kemiskinan yang mau saya bahas kali ini yaitu kemiskinan yang diikrarkan oleh kaum religius yakni pelepasan sukarela atas hak milik demi Kerajaan Allah. Jadi hidup kemiskinan yang dianut kaum religius itu berdasar atas kehendak bebas bukan karena paksaan apalagi karena ketidakmampuan.
Kaul kemiskinan yang dihayati kaum religius itu lebih pada hidup solider (empati). Keterbatasan materi yang dimiliki justru memampukan seseorang untuk berbagi dan semakin menyadari bahwa semuanya sederajat atau sama rasa-sama rata.
Hidup Yesus telah menunujukan kemiskinan Bapa-Nya. Ia hadir dalam diri seorang perawan yang sederhana, di dalam kemiskinan material, keterbatasan fasilitas, dalam kensunyian, kesendirian, keterpencilan.Â
Ini semua mau mengungkapkan nilai-nilai kemiskinan. Ia meninggalkan rasa aman untuk memperkaya yang miskin tanpa minta balasan. Kepada para rasul Ia mengajarkan kesederhanaan (Luk. 9:57-58), jangan kwatir akan hidup kita (Mat.6: 25-34). Penyerahan diri-Nya sampai wafat di kayu salib adalah puncak kemiskinan yang Ia nyatakan kepada orang lemah, miskin dan tak berdaya.
Bagaimana dengan saya? Bagi saya kemiskinan bukan berarti tidak memiliki barang (sama sekali miskin materi) bukan ya,melainkan suatu sikap yang tumbuh dari suatu relasi antara saya dan Tuhan.Â
Relasi yang mempersatukan kemiskinan harta rohani saya dengan kelimpahan harta surgawi-Nya. Hal ini saya sadari di mana Tuhan telah mengambil inisiatif untuk mengasihi saya lewat pemberian diri-Nya yang nyata dalam diri Yesus Kristus putera-Nya. Tuntutan di sini bagi saya adalah sikap penyerahan dan pemberian diri sepenunuhya untuk dibimbing dan dikasihi-Nya.Â
Lewat penyerahan diri ini saya ingin mempersembahkan kemiskinan saya untuk mencapai kepenuhan di dalam Dia, karena hanya dalam Dia-lah sumber dari segala kepenuhan. Dalam penyerahan diri lewat tangan Bunda Maria saya mengenal arti kemiskinan sebagai makluk di hadapan Tuhan sekaligus mengenal kekayaan yang dimiliki Kristus dalam diri Maria.
Kemiskinan bagi saya adalah pembebasan. Pembebasan diri dari ketergantungan yang berlebihan akan makanan, pakaian, tempat tinggal, teman dan sahabat. Sehingga kaul kemiskinan yang saya hayati selama ini adalah suatu bentuk kesaksian dan tanda akan nilai yang dalam dan lebih tinggi yakni Yesus Kristus. St.Fransiskus menggambarkan cinta Yesus dengan suatu ungkapan yang menarik: Aku mengasihi mereka yang sengsara dan menderita. Mereka yang menjadi terakir, bagi-Ku adalah yang pertama. Mereka yang miskin adalah saudara-saudara-Ku (Kid. 108:3).
Hal konkret yang dapat saya alami dan lihat sendiri ketika mengunjungi orang-orang kusta dan  mengunjungi orang-orang miskin disekitar TPA kota Medan. Memelihara anak-anak yang terlantar dan yatim-piatu.
Mengapa ini menjadi contoh kongkritnya? Karena pada saat inilah kemiskinan saya diuji. Kemampuan untuk keluar dari zona nyaman. Meninggalkan diriku yang mapan demi suatu nilai yang sangat berguna dalam hidup saya.Bukan hal mudah memang,tapi bahwa Allah hadir dalam diri mereka yang menderita. Mengulurkan tangan dan mengangkat martabat mereka adalah tugas saya sebagai orang yang terpanggil.