Mohon tunggu...
Dina Finiel Habeahan
Dina Finiel Habeahan Mohon Tunggu... Guru - be do the best
Akun Diblokir

Akun ini diblokir karena melanggar Syarat dan Ketentuan Kompasiana.
Untuk informasi lebih lanjut Anda dapat menghubungi kami melalui fitur bantuan.

BE A BROTHER FOR ALL

Selanjutnya

Tutup

Sosbud Pilihan

Aku Rela Menjadi "Guling"

22 Oktober 2020   16:42 Diperbarui: 22 Oktober 2020   17:09 99
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.

Wah, menjadi guru itu ternyata asyik ! Letak asyiknya dimana coba ? Repot toh, urus ini urus itu, belom lagi anak-anak yang dihadapi kadang belagu, Katanye !

Untuk saya sendiri menjadi seorang guru itu mengasyikkan. Asyik karena saya terlatih menjadi pribadi yang benar-benar guru. Benar-benar guru maksudnya saya harus menjadi pelaksana dari apa yang saya katakan. 

Selain itu saya harus bersikap netral terhadap mereka. Tidak ada yang istimewa atau spesial dan itu membuat saya semakin leluasa untuk berekspresi.

Selama 4 tahun lebih saya menggeluti profesi ini saya merasa bahwa banyak hal-hal baru yang saya temukan. Memang saya bukan guru besar,hehehe. Saya hanyalah seorang guru ditaman kanak-kanak yang kelihatannya sepele. 

Menjadi guru di Taman Kanak-kanak itu sama sekali tidak ribet. Menjadi ribet kalau saya misalnya memberi perhatian yang lebih terhadap yang lain. Ada juga tapi diberi bagi mereka yang berkebutuhan khusus. Oke deh itu hanya pengantar saja.

Sejak masa pandemi pembelajaran di sekolah tempat saya mengajar itu dilakukan secara daring dan luring. Bagi mereka yang bisa mengikuti kegiatan secara daring,no problem ! Tapi bagi yang luring ? Kasihan ya ! 

Saya sendiri juga ikut prihatin dengan keadaan siswa yang datang dari kampung juga bagi mereka yang datang dari keluarga pas-pas an. Jangankan bicara tentang android jaringan saja tidak sampai kekampungnya. 

Jadi bagi mereka yang luring hampir setiap hari datang kesekolah untuk mengantar tugas dan belajar bersama dengan saya. Bukan hanya anak-anak yang datang,orang tuanya juga ikut kesekolah. 

Orang tua anak-anak akan menunggu hingga KBM selesai kurang lebih 4  jam. Setelah itu baru pulang kerumah. Sementara ia ada disekolah hilanglah sudah peluang orang tuanya untuk mengerjakan sesuatu. Waktu berlalu begitu saja tanpa melakukan apa-apa.

Melihat keadaan ini saya putuskan untuk menjadi guling bagi mereka. Bukan bantal guling ya,hehehe. Tapi menjadi guru keliling. Karena bagi saya adanya keinginan mereka untuk sekolah sudah pantas untuk diapresiasi dan layak untuk di perjuangkan.

Selain itu juga saya berpikir bahwa tanggung jawab sebagai seorang guru bukan saja hanya memberi tugas. Melainkan memberi perhatian sekaligus menjadi contoh bagi mereka.

Menjadi guling sudah saya lakukan kurang lebih satu bulan dan itu saya laksanakan ketika proses KBM selesai.  Merasakan lelah sudah pasti. Tapi dibalik kelelahan itu ada sukacita tersendiri. 

Menjadi guling itu seru ! Karena saya boleh mengunjungi anak-anak itu satu persatu sekaligus mengintip apa yang menjadi kebiasaannya dirumah. Dengan menjadi guling ini saya semakin mengenal kepribadian/ karakter siswa saya.  

Apalagi ketika saya memasuki  wilayah pinggiran kota. Serasa saya ada dikampung halaman,hehehehe. Disana ada 3 orang murid saya. Jadi saya kesana 3 kali seminggu (Senin-Rabu-Jumat ) mulai pukul 14.00-16.00. Waktu yang singkat itu kami gunakan untuk belajar bersama . 

Dengan cara ini mereka lebih mudah untuk mengerti dan paham tentang apa yang saya ajarkan,selain itu mereka juga dapat mengerjakan tugasnya sendiri bukan orang tuanya lagi yang mengerjakan tugasnya.

Pengalaman itu sangat berkesan bagi  saya,karena mereka terlihat bahagia dan antusias mengikuti kegiatan yang saya berikan. Kehadiran saya diantara anak-anak itu sangat didukung oleh orang tuanya. 

Sehingga setiap kali mau pulang yang saya bawa adalah ungkapan trimakasih yang melimpah. Mereka ingin supaya saya tinggal disana,tapi bagi saya itu bukanlah sesuatu yang mungkin mengingat tugas dan tanggung jawab saya sebagai suster sekaligus menjadi guru.Lewat pengalaman ini, saya sangat bersyukur bahwa Tuhan menganugerahi karunia itu kepada saya. Karunia Menjadi  seorang guru.

Menjadi seorang guru bagi anak-anak kunci utamanya adalah sabar,mampu mendengarkan,dan tegas. Saya sudah mengalaminya kurang lebih 4 tahun dan yang saya rasakan bahwa Kesabaran itu selalu mendatangkan sukacita,selain itu kerelaan saya  untuk meninggalkan zona nyaman mendatangkan sukacita bagi anak-anak. Dan yang menjadi tolak ukur keberhasilan saya dalam mengajar adalah siswa.

Ketika siswa tidak mengerti dengan apa yang saya jelaskan  pada saat itu jugalah saya mengalami yang namanya gagal. Hal ini bisa dilihat lewat tugas-tugas yang mereka kerjakan. 

Selain itu reaksi yang ditunjukkan anak-anak ketika mendapat perintah dari saya. Maka untuk mencegah hal ini,saya harus membuat persiapan yang matang.Kira-kira begitu lah !

Saya tidak pernah mengeluh dengan keadaan itu,justru dengan keadaan ini saya dituntut lebih untuk memberi yang terbaik bagi mereka yang membutuhkan. Dan saya berusaha Memberi versi terbaik dari diriku bagi generasi penerus.

Oleh karena itu jiwa kreatif saya semakin dimantapkan. Hehehe.

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
Mohon tunggu...

Lihat Konten Sosbud Selengkapnya
Lihat Sosbud Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun