Mohon tunggu...
Dina fatmala
Dina fatmala Mohon Tunggu... Mahasiswa - Mahasiswi di Univertas Pendidikan Indonesia

Saya aktif bersosial media di platfrom tiktok dan juga twitter disana saya membagikan kegiatan sehari-hari saya, saya juga suka mendengarkan musik one direction dan pecinta movie marvel.

Selanjutnya

Tutup

Ilmu Sosbud

Alun-alun Sumedang dan Masjid Agung Sumedang

2 November 2022   17:49 Diperbarui: 2 November 2022   18:17 1068
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Bagikan ide kreativitasmu dalam bentuk konten di Kompasiana | Sumber gambar: Freepik

"ALUN-ALUN SUMEDANG"


Sejak memiliki tampilan baru Maret 2020, Alun-alun Sumedang telah memancarkan pesona baru dan dilakukan peresmian oleh Gubernur Jawa Barat Ridwan Kamil dan Bupati Sumedang Doni Ahmad Mounir. Sayangnya, akibat mewabahnya virus corona di penghujung tahun 2020, wajah baru Alun-Alun Sumedang untuk sementara ditutup untuk umum. Terutama terkait pengendalian penyebaran COVID-19 di Kabupaten Sumedang. Kini, Alun-alun Sumedang telah dibuka kembali warga serta wisatawan dapat menikmatinya pada akhir pekan.

Lokasi Alun-alun Sumedang berada di Jalan Prabu Geusan Ulun, Kelurahan Regol Wetan, Kecamatan Sumedang Selatan, Kabupaten Sumedang, Jawa Barat. Alun-alun Sumedang dirancang oleh Bapak Ridwan Kamil, seorang arsitek dan Gubernur Jawa Barat. Ciri unik dari Alun-Alun Sumedang adalah tidak adanya pagar yang mengelilingi alun-alun sehingga terlihat lebih luas dan menarik. Sebelumnya, alun-alun adalah tanah lapang yang ditumbuhi rumput dan pohon beringin, tetapi saat ini Alun-alun Sumedang sudah memiliki wajah baru dengan adanya berbagai sarana dan prasarana seperti pohon-pohon besar, area kosong dan kita juga dapat bermain di area playground, serta kursi untuk duduk santai menikmati indahnya suasana Sumedang.

whatsapp-image-2022-11-02-at-18-03-59-636250baf4fbe46944243c82.jpeg
whatsapp-image-2022-11-02-at-18-03-59-636250baf4fbe46944243c82.jpeg
Di bagian tengah Alun-alun Sumedang terdapat salah satu monumen yang bernama Monumen Lingga. Monumen Lingga merupakan bangunan permanen yang memiliki dasar berbentuk bujur sangkar dengan panjang masing-masing sisi sekitar 10 m dan dilengkapi dengan sejumlah anak tangga untuk naik serta berpagar. Bagian atas dari dasar berupa bangunan berbentuk segi empat berteras, diikuti bangunan setengah lingkaran, kemudian bangunan segi empat, dan pada bagian puncak terdapat bangunan berbentuk bulat. Pada bagian segi empat yang di bawah bulatan ini terdapat inskrispi pada keempat sisinya. Pada sisi barat terdapat inskripsi berhuruf cacarakan (huruf Jawa), pada sisi utara terdapat inskripsi berhuruf Latin berbahasa Melayu, sisi timur terdapat inskripsi berhuruf cacarakan, dan pada sisi selatan terdapat inskripsi berhuruf latin berbahasa Sunda.

Monumen Lingga dibangun oleh pemerintahan Hindia Belanda Jendral DFoks, pada 22 April 1922 di tengah Alun-alun Sumedang. Sebagai bentuk penghormatan atau penghargaan kepada Pangeran Soeria Atmaja yaitu Bupati terakhir Sumedang yang menyandang gelar Pangeran pada periode 1883 -- 1919, setelah beliau meninggal pada saat menunaikan ibadah haji di Mekah. Karena itu beliau dikenal sebagai Pangeran Mekah, beliau juga memiliki nama kecil, yakni Raden Sadeli atau dipanggil Anom Sadeli. Monumen ini telah dicagar budayakan juga dan diabadikan ke dalam lambang Kabupaten Sumedang. Menandakan betapa berartinya kontribusi Pangeran Soeria Atmadja di masa Pemerintahan Hindia Belanda kala itu, hingga kini.

Setiap sudut Alun-Alun memiliki fungsinya masing-masing, yaitu:

  • Area playground di bagian selatan. 
  • Terdapat permainan tempo dulu di sudut sebelah kiri.
  •  pojok baca, kolam mini, amphitheater, dan display para Bupati yang pernah memimpin Sumedang di bagian utara.
  • Sedangkan di bagian tengah merupakan tempat mengadakan kegiatan formal seperti kegiatan upacara. Tepat di depan Masjid Agung Sumedang.

"MASJID AGUNG SUMEDANG"

whatsapp-image-2022-11-02-at-18-04-00-636250cef4fbe46929263332.jpeg
whatsapp-image-2022-11-02-at-18-04-00-636250cef4fbe46929263332.jpeg

Di sebelah barat alun-alun terdapat Masjid Agung Sumedang, masjid ini dibangun pada tahun 1850 Masehi. Arsitektur masjid ini mengadopsi seni arsitektur khas bangunan Tionghoa, pada bagian depan Masjid terdapat bangunan berupa Al-Quran halaman tengah yang besar. Masjid Agung Sumedang memiliki lokasi yang strategis, berada di sebelah barat Alun-alun Sumedang. Atau pinggir jalan utama Bandung-Cirebon, tak heran banyak orang orang dari luar sumedang  yang mengunjungi masjid tersebut untuk sekedar beristirahat serta menunaikan sholat.

Masjid tersebut menjadi salah satu bangunan cagar budaya di Kabupaten Sumedang. Masjid yang dibangun sejak masa kolonial Belanda ini, ternyata menyimpan fakta menarik untuk diketahui. Masjid ini terletak di dekat Alun-alun Sumedang atau tepatnya di Kelurahan Regol Wetan, Kecamatan Sumedang Selatan. Masjid Agung Sumedang awalnya memiliki luas bangunan 583,66 meter persegi di atas tanah seluas 6.755 meter persegi. Pembangunannya dimulai pada tanggal 4 Rajab 1267 H atau 3 Juni 1850 M dan selesai pada tanggal 8 Ramadhan 1270 H atau 5 Juni 1854 M.

Bangunan tersebut kemudian diperluas saat masa pemerintahan Pangeran Aria Soeria Atmadja. Bangunan Masjid Agung Sumedang mengalami pelebaran ke depan, samping utara dan samping selatan dengan penghulunya K.H.R. Muhammad Hamim. Sampai saat ini Masjid Agung Sumedang telah mengalami tiga kali Renovasi, saat pengelolaannya diserahkan kepada Departemen Agama Kabupaten Sumedang. Renovasi pertama dilakukan tahun 1952, pada pada masa Dinas Urusan Agama dipimipin oleh MS. Muhammad Soemarya.

Hingga pada akhirnya setelah menjalani beberapa kali renovasi dari masa ke masa, Masjid Agung Sumedang tetap menggunakan ciri khas budaya Islam dan Tionghoa dalam pembangunannya, Hal ini bisa dilihat dari bentuk atap Masjid yang bersusun tiga, mirip bangunan pagoda, kelenteng atau vihara. Atapnya disusun makin ke atas makin kecil. Tingkatan paling atas berbentuk limas yang disebut mamale. Di bagian bagian puncaknya bertengger sebuah benda yang disebut mustaka, bentuknya menyerupai mahkota raja-raja di masa lampau. 

Ciri khas yang paling menonjol pada bangunan Masjid Agung Sumedang adalah banyaknya tiang penyangga. Tiang penyangga ini hanya dibuat dari susunan bata yang dibulatkan dengan ukuran besar. Bagunan ini memiliki 166 tiang untuk berdiri, selain itu ciri khas pada bagunan masjid ini juga dapat dilihat dari gaya arsitekturnya yang kuno dan antik sesuai dengan zamannya yaitu, abad ke-19. Bagian dalam masjid ini juga terdiri atas tiang utama sebanyak 14 buah dengan diameter 100 cm dan tiang utama bagian luar sebanyak 106 buah dengan diameter 60 cm.

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
Mohon tunggu...

Lihat Konten Ilmu Sosbud Selengkapnya
Lihat Ilmu Sosbud Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun