Mohon tunggu...
Dina Alfi afrisa
Dina Alfi afrisa Mohon Tunggu... Mahasiswa - Mahasiswa Ilmu Sejarah Universitas Jember

Seorang mahasiswa yang menyukai analisis sejarah

Selanjutnya

Tutup

Ilmu Sosbud

Peran Militer Indonesia dalam Operasi Trikora 1961-1962: Merebut Kembali Irian Barat

7 Juni 2024   23:14 Diperbarui: 7 Juni 2024   23:18 107
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Perang Perebutan Wilayah Irian Barat 1961-1962/Wikipedia

Mereka mengajukan usul untuk menempatkan Irian Barat di bawah Uni Indonesia-Belanda Selama bertahun-tahun, perundingan bilateral telah dilakukan mengenai penyerahan Irian Barat kepada Indonesia, tetapi tidak ada hasilnya karena Belanda terus menolak atau mempersulit masalah tersebut. Belanda terus bertahan di Irian Barat selama tahun 1950-an. 

Wilayah ini dianggap oleh Belanda sebagai representasi sisa kebanggaan mereka sebagai negara kolonial yang kuat. Bahkan sejak 1954, Belanda menolak untuk berunding tentang masalah tinggalan KMB dengan Indonesia. Karena Belanda tidak pernah menunjukkan etikad baik dalam menyelesai masalah Irian Barat maka pemerintah RI mengambil beberapa tindakan yang akan mempengaruhi pemerintahan Belanda di Indonesia, bahkan pada tahun 1960 Pemerintah Indonesia melakukan nasionalisasi terhadap 700 perusahaan milik Belanda di Indonesia.

Operasi Trikora

Operasi Trikora adalah operasi militer gabungan Uni Soviet-Indonesia yang bertujuan untuk merebut dan mencaplok wilayah luar negeri Belanda di Nugini Belanda pada tahun 1961-1962. Pada tanggal 19 Desember 1961, Soekarno sebagai presiden Indonesia mengumumkan pelaksaanaan Trikora di Alun-alun Utara Yogyakarta. Ketika Indonesia memproklamasikan kemerdekaannya pada 17 Agustus 1945, Indonesia mengklaim seluruh wilayah Hindia Belanda, termasuk wilayah barat pulau Papua. Namun pemerintah Belanda menentang hal ini dan Papua menjadi daerah yang diperebutkan antara Indonesia dan Belanda. 

Hal ini kemudian dibicarakan dalam beberapa pertemuan dan dalam berbagai forum Internasional. Dalam konferensi Malino perwakilan Irian Barat berupa Frans Kaisiepo menyatakan dukungannya agar wilayahnya merdeka bersama wilayah Indonesia lainnya dan mempromosikan nama Irian Republik Indonesia Anti Nederland. 

Sedangkan sejak konferensi Denpasar, perwakilan Irian Barat sudah tidak disertakan karena direncanakan tidak lagi menjadi bagian dari negara Indonesia Timur bagian dari Republik Indonesia Serikat atas desakan dari partai Katolik Belanda, walau Van Mook mengklaim didasari dari masalah keuangan dan perbedaan suku. Pengucilan tokoh-tokoh Papua dari konferensi ii diprotes oleh Nicolaas Jouwe, Corinus Krey, dan Marthen Indey dalam telegram kepada Van Mook tanggal 12 Desember 1946, walau tidak digubris shingga melahirkan pemberontakan PIDRIS (Partai Irian Dalam Republik Indonesia Serikat).

Tapi pada bulan April 1961, Robert Komer dan Mc-George Bundy mulai mempersiapkan rencana agar PBB memberi kesan bahwa penyerahan kepada Indonesia terjadi secara legal. Walaupun ragu, presiden John F. Kennedy akhirnya mendukung hal ini karena iklim Perang Dingin saat itu dan kekhawatiran bahwa Indonesia akan meminta pertolongan pihak komunis Soviet bila tidak mendapat dukungan AS. Indonesia membeli berbagai macam peralatan militer. Karena kekhawatiran bahwa pihak komunis akan mengambil keuntungan dalam konflik ini, Amerika Serikat mendesak Belanda untuk berunding dengan Indonesia. Karena usaha ini, tercapailah persetujuan New York pada tanggal 15 Agustus 1962. Pemerintah Australia yang awalnya mendukung kemerdekaan Papua, juga mengubah pendiriannya, dan mendukung penggabungan dengan Indonesia atas desakan AS. 

Peranan Militer Dalam Menyelesaikan Perkara Irian Barat

Pembebasan Irian Barat tidak terlepas dari peran militer yang berjuang untuk membebaskan Irian Barat dari tangan Belanda.  Proses pembebasan Irian Barat dilakukan dengan berbagai cara seperti perundingan diplomasi dan operasi militer. Operasi militer untuk merebut kembali Irian Barat  dari Belanda disebut dengan nama Operasi Trikora. Sebagai langkah untuk menindak lanjuti pelaksanaan  Operasi Trikora maka pada tanggal 2 Januari 1962 pemerintah membentuk Komando Mandala untuk menangani kasus Irian Barat yang dipimpin  dari Angkatan Darat oleh Mayor Jenderal Soeharto. Pimpinan tertingi Komando Mandala dalam membebaskan Irian Barat membuat 3 strategi untuk memperjuangkan Irian Barat  antara lain fase infIltrasi, fase eksploitasi dan fase konsolidasi. Pada fase infiltrasi pasukan pasukan militer dengan kelompok kecil melakukan pertempuran secara terbuka menyusup di wilayah musuh untuk  menyerang dan sabotase objek vital  Belanda. Fase eksploitasi melancarkan serangan secara terbuka terhadap  induk pasukan lawan  guna merebut Irian Barat. Kemudian mengkonsolidasikan kekuatan RI setelah berhasil berjuang merebut Irian Barat. 

Dalam menyelesaikan perkara Irian Barat Angkatan Laut Republik Indonesia memiliki peran mendukung rencana Komando Mandala. Komando Angkatan Laut  Republik Indonesia menyediakan peralatan tempur untuk mendukung jalannya operasi, seperti  mengerahkan Kesatuan Kapal Cepat Terpedo yang tugasnya untuk melakukan patroli dan memasukkan pasukan infiltran ke Irian Barat. Angkatan Laut juga mengerahkan Kesatuan Kapal Selam 15 yang terdiri dari 4 kapal selam. Menjelang Trikora ALRI terlebih dahulu mengirimkan anggotanya untuk menjalani latihan di Uni Soviet dalam rangka penyerahan 4 kapal selam kepada Angkatan Laut. Setelah masa latihan  selesai dan anggota telat sampai di Indonesia, keempat kapal selam disiapkan untuk melaksanakan operasi di bagian depan dalam rencana Komando Mandala membebaskan Irian Barat. Keempat kapal selam memiliki tugas untuk melakukan patroli dan bila mengetahui kapal Belanda  boleh menembak. Kemudian mengerahkan Kesatuan Udara Angkatan laut Mandala 18 yang tugasnya memberi perlindungan terhadap kapal dari ancaman lawan, khususnya kapal selam. Pesawat ini di senjata dengan roket untuk menghancurkan kapal dan bom laut bagi musuh. Pasukan yang dikerahkan meliputi Pasukan Gerilya 300, Pasukan Gerilya 400, Pasukan Gerilya 500 dan Pasukan Gerilya 600. Pasukan Gerilya 500 bekerja sama dengan rombongan Herlina untuk menyusup ke Irian Barat untuk menurunkan Bendera Belanda dan menggantikan dengan Bendera Merah Putih dan menghancurkan Instlalasi Radio Belanda. 

Angkatan Laut Republik Indonesia memliki tanggung jawab dalam mempertahankan wilayah laut dan operasi maritim. Ketika pemerintah menyusun Komando Mandala untuk merebut Irian Barat dari tangan terjadi pertempuran Angkatan Laut Indonesia dengan Belanda di Laut Aru yang dikomandoi Yos Soedarso dan RI Macan Tutul tenggelam. Perlawanan yang begitu heroik memicu semangat rakyat Indonesia untuk mendesak pemerintah Indonesia menyerang Belanda dengan frontal meski banyak korban yang berguguran tidak membuat semangat pejuang Indonesia padam. Strategi Militer Indonesia dalam  menekan pemerintah Belanda yaitu dengan melakukan beberapa operasi seperti Operasi Gurita tanggal 28- 30 Juni 1962 guna pengintaian di perairan Teluk Kalimantan, operasi Badar lumut, operasi Jayawijaya yang merupakan operasi terbesar. [1] Kurang lebih 100 kapal perang dan 16.000 prajurit dikerahkan dalam operasi. Operasi tersebut memaksa Belanda unduk melakukan perundingan dan dicapai kesepakatan agar Irian Barat diserahkan. Dengan terlibatnya peran angkatan laut dengan rencana Komando Mandala dalam melaksanakan operasinya untuk membebaskan Irian Barat dari tangan Belanda memperoleh hasil Irian Barat dapat direbut. 

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
  4. 4
Mohon tunggu...

Lihat Konten Ilmu Sosbud Selengkapnya
Lihat Ilmu Sosbud Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun