Di tengah perkembangan teknologi keuangan yang pesat, Central Bank Digital Currency (CBDC) semakin menjadi topik hangat di banyak negara, termasuk Indonesia. CBDC, atau mata uang digital yang dikeluarkan langsung oleh bank sentral, menawarkan potensi transformasi besar bagi sistem keuangan. Berbeda dengan mata uang kripto seperti Bitcoin, CBDC didukung oleh pemerintah dan dikendalikan secara terpusat, menjadikannya instrumen moneter yang lebih stabil dan dapat diandalkan. Bank Indonesia (BI) sendiri telah merencanakan peluncuran rupiah digital sebagai bentuk CBDC yang bertujuan tidak hanya meningkatkan efisiensi transaksi keuangan tetapi juga memperkuat stabilitas ekonomi nasional.
Mengapa Indonesia Membutuhkan CBDC?
Latar belakang peluncuran CBDC di Indonesia erat kaitannya dengan kebutuhan akan peningkatan inklusi keuangan dan efisiensi sistem pembayaran. Di negara dengan populasi besar seperti Indonesia, yang tersebar di berbagai pulau dan wilayah, akses terhadap layanan keuangan formal masih menjadi tantangan. Berdasarkan data World Bank (2021), sekitar 51% penduduk Indonesia tidak memiliki akses ke rekening bank formal. CBDC berpotensi memperbaiki situasi ini dengan menyediakan instrumen digital yang mudah diakses, cepat, dan terjangkau bagi seluruh masyarakat, baik di perkotaan maupun pedesaan.
Selain itu, Bank Indonesia melihat CBDC sebagai solusi untuk memperkuat kendali moneter dan mengurangi ketergantungan pada uang tunai. Gubernur BI, Perry Warjiyo, dalam konferensi pers di Jakarta pada 2022 menyatakan bahwa rupiah digital akan menjadi instrumen pembayaran yang aman dan stabil, serta mendukung visi BI untuk memajukan ekonomi digital yang inklusif. Dengan memperkenalkan CBDC, BI juga berharap dapat mengurangi penggunaan uang tunai secara bertahap, yang biayanya relatif tinggi dalam pencetakan, distribusi, dan pemeliharaan.
Perbedaan CBDC dan Sistem Pembayaran Digital Lainnya
CBDC sering kali disalahartikan sebagai bentuk lain dari e-wallet atau sistem pembayaran digital seperti GoPay atau OVO. Namun, perbedaannya mendasar: CBDC adalah mata uang resmi negara yang didukung oleh bank sentral, sementara e-wallet dan layanan digital lainnya merupakan produk perbankan atau perusahaan swasta yang menggunakan rupiah dalam bentuk uang elektronik. Keunggulan utama CBDC terletak pada otoritas resmi dan jaminan dari bank sentral, yang memastikan stabilitas nilai dan keamanan transaksi.
Sebagai mata uang digital, CBDC juga memiliki potensi untuk mengurangi shadow economy, yaitu sektor ekonomi yang tidak tercatat dan sulit dipantau. Dengan adanya CBDC, setiap transaksi dapat direkam secara langsung oleh bank sentral, yang mempermudah pengawasan dan penerapan kebijakan moneter. Dalam konteks ini, CBDC juga berperan sebagai instrumen untuk mendukung pengendalian inflasi dan menjaga kestabilan ekonomi makro.
Langkah Bank Indonesia dalam Mengembangkan CBDC
Bank Indonesia telah meluncurkan inisiatif pengembangan CBDC dengan nama “Project Garuda,” yang diumumkan secara resmi pada akhir 2021. Project Garuda bertujuan untuk merancang dan mengimplementasikan rupiah digital dalam beberapa tahap, dengan mengutamakan aspek keamanan, keandalan, dan inklusi keuangan. Rangkaian uji coba untuk Project Garuda melibatkan berbagai lembaga keuangan di dalam negeri guna memastikan infrastruktur CBDC yang stabil dan terintegrasi dengan sistem pembayaran yang sudah ada.
Dalam tahap awal, Bank Indonesia fokus pada pengembangan CBDC dalam bentuk wholesale CBDC, yang akan digunakan untuk transaksi antarbank dan lembaga keuangan lainnya. Wholesale CBDC ini bertujuan untuk meningkatkan efisiensi sistem pembayaran antarbank serta mengurangi risiko likuiditas dalam proses kliring dan penyelesaian transaksi. Pada tahap selanjutnya, Bank Indonesia berencana meluncurkan retail CBDC yang dapat diakses langsung oleh masyarakat umum sebagai instrumen pembayaran sehari-hari.
Proses penerbitan dan pengembangan CBDC ini melibatkan kerja sama erat dengan lembaga internasional, seperti Bank for International Settlements (BIS) dan negara-negara yang juga tengah mengembangkan CBDC, seperti China, Jepang, dan Korea Selatan. Kerja sama ini bertujuan untuk mempelajari aspek-aspek penting, termasuk regulasi, interoperabilitas, serta keamanan dari CBDC.