Mohon tunggu...
Dina Amalia
Dina Amalia Mohon Tunggu... Penulis - Penulis, Bouquiniste

Biasa disapa Kaka D! ~ Best In Opinion Kompasiana Awards 2024 ~ Hidup pada dunia puisi dan literasi | Etymology Explorers | Mengulik lebih dalam dunia perbukuan | Contact: dno.dwriter@gmail.com

Selanjutnya

Tutup

Book Artikel Utama

Jual Buku Cetak di Era Digital, Masih Laku atau Sudah Buntu?

26 Oktober 2024   10:30 Diperbarui: 27 Oktober 2024   16:25 1156
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Ilustrasi Buku Cetak (Sumber Foto: Pixabay/maryignatiadi)

‘Buku adalah jendela dunia. Dunia tanpa buku tiada artinya’, pepatah terpopuler yang acap kali diucap oleh pendidik hingga para orang sukses sejak buku cetak masih menjadi favorit digenggaman. Namun, ketika gelombang digital menyapa dan menggema, yang terdengar bukan lagi pepatah, melainkan patahan dan cemuhan, “Buku cetak sudah ngga laku. Buku cetak susah dijual di era digital”.

Era digital memang memiliki andil yang amat besar pada kehidupan dan aktivitas sosial. Beragam produk hingga sistem penjualan perlahan mulai bertransisi ke ranah elektronik. Buku menjadi salah satunya, yang kini memiliki versi digital dan dapat dibaca dengan menggunakan berbagai perangkat, dari mulai laptop, PC, hingga ponsel. Terlebih, versi digital jauh lebih praktis untuk dibawa kemana saja.

Ketika buku dalam bentuk versi digital mulai menjamur, buku cetak malah digadang-gadang mengalami ‘penurunan’. Bahkan, tak sedikit orang beranggapan, bahwa kini buku cetak ‘sudah tak laku’, ‘sebentar lagi punah’, ‘sudah sepi peminat’, sebab banyak yang memilih beralih ke versi digital alias e-book, hingga layanan lainnya. Namun, apakah benar demikian?

Sebelum beralih ke ‘fakta data’ sampai ke ‘kabar pasar buku’, berikut transisi penjualan buku yang menjadi salah satu penyebab orang menjadi beranggapan bahwa buku cetak semakin sepi peminat.

Bertransisi Bukan Berarti Mati

Perlu diketahui, baik buku cetak ataupun e-book kini keduanya berjalan berdampingan, bertransisi ‘dari halaman ke layar’, dan ‘dari offline ke online’. Ibarat keluarga, keduanya saling melengkapi, bagi yang menyukai kepraktisan, maka akan menggunakan versi digital. Sedangkan, bagi yang lebih menyukai dan menikmati pengalaman, maka akan menggunakan versi cetak.

- Format Digital: dari Halaman ke Layar

Menyelaraskan zaman, buku menjadi salah satu media yang ikut melakukan terobosan inovasi, dengan bertransisi dari lembaran kertas fisik ke sentuhan layar. Saat bertransisi, bentuk buku menjadi lebih ringan berupa file, yang bisa diakses kapan pun dan dimana pun. Transisi ini, memang jauh lebih memanjakan pembaca, karena kepraktisan yang diutamakan.

Meski memiliki banyak keunggulan. Buku dengan format digital tidak 100% disukai oleh pembaca. Ada yang nyaman, namun ada juga yang merasa kurang enak ketika menikmati bacaan dari layar, seperti dari sisi font yang lebih kecil karena mengikuti size layar, cahaya yang membuat mata cepat lelah, hingga gangguan notifikasi / lalu lalang aktivitas elektronik.

- Penjualan Digital: dari Offline ke Online

Bagian inilah yang disebut sebagai ‘Bertransisi Bukan Berarti Mati’. Sebagian besar orang beranggapan, bahwa buku cetak sudah tidak ada yang laku + sepi peminat. Padahal, kenyataannya penjualan buku cetak ikut bertransisi, dari toko offline ke pasar online, yakni memasarkan buku secara lebih luas, baik melalui markeplace ataupun website internal toko.

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
  4. 4
  5. 5
Mohon tunggu...

Lihat Konten Book Selengkapnya
Lihat Book Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun