Mohon tunggu...
Dina Amalia
Dina Amalia Mohon Tunggu... Penulis - Penulis, Bouquiniste

Biasa disapa Kaka D! | Hidup pada dunia puisi dan literasi | Etymology Explorers | Mengulik lebih dalam dunia perbukuan dan kesehatan | Contact: dno.dwriter@gmail.com

Selanjutnya

Tutup

Book Artikel Utama

Mengapa Orang Suka Mengoleksi Buku? Ini Alasan Psikologisnya

9 Agustus 2024   06:21 Diperbarui: 31 Agustus 2024   00:05 612
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Ilustrasi Koleksi Buku. (Sumber Foto: Unsplash/Hashem Al-Hebsh)

Mengapa orang suka mengoleksi buku? Pertanyaan yang kerap muncul, bahkan ketika orang lain sudah mengetahui jawabannya.

Tak sedikit pula yang kebingungan, mengapa ketika saat ini dunia sudah jatuh kepelukan budaya digital, di mana seseorang dapat lebih mudah menelusuri berbagai informasi, tetapi masih mau mengoleksi buku?

Memang, seiring melekatnya teknologi di kehidupan kita, segala informasi dan berbagai hal yang kita inginkan jadi semakin mudah terpenuhi, termasuk buku yang kerap tergeser ke versi digital alias e-book.

Namun tetap saja, hal tersebut tidak mampu mengalahkan minat dan favorit pencinta buku untuk tetap membaca melalui buku fisik hingga mengoleksinya.

Buku fisik tetap digandrungi dan menjadi barang koleksi, karena menjadi salah satu saksi sejarah perjalanan tokoh bangsa yang akan 'langka' di masa mendatang.

Koleksi bukan sekadar koleksi, rupanya kegemaran dalam mengoleksi buku juga diungkap dalam kacamata psikologis.

Sisi Psikologis Mengoleksi Buku

Mengoleksi buku bukan hanya sebatas menata lembaran-lembaran kata yang disampul rapi. Bagi sebagian individu khususnya kolektor, koleksi buku menjadi pintu gerbang ke dunia mereka, yang mencerminkan kepribadian dan minat mereka.

Berikut alasan mengoleksi buku diungkap dari sisi psikologis yang diolah dari beberapa sumber:

1. Kebutuhan emosi dan fungsional

Sisi psikologis pertama, yakni diungkap oleh Psikolog Anastasia Satriyo melalui lifestyle binis.com, bahwa kegemaran mengoleksi bisa lahir karena adanya kebutuhan emosi dan fungsional. 

Emosi bisa dipahami sebagai scope atau spektrum, seperti bagaikan 'warna', di mana seluruh perilaku individu butuh dipandang baik dari sisi frekuensi maupun intensitasnya.

Seperti misal, dari kecil sudah gemar membaca hingga bisa mengumpulkan beragam bacaan/buku, jadi hingga dewasa tetap mengoleksi sebagai kenang-kenangan yang berkesan di masa kecilnya.

Contoh lainnya, misal ketika masa kanak-kanak mungkin pernah mengalami kondisi yang tidak memungkinkan dari sisi finansial untuk membeli buku, sehingga ketika sudah dewasa ingin membalas dan memiliki semua yang belum sempat ia rasakan atau telah lama ia idam-idamkan, jadi semacam 'kompensasi'.

2. Kesenangan dan keajegan tujuan yang jelas

Salah satu hal yang kerap dirasakan ketika mengoleksi yakni karena menyenangkan. "Menyenangkan" di sini menjadi rasa "murni" yang memang sangat membuat hati bahagia.

Selain itu, ketika memilih untuk mengoleksi buku ataupun barang lainnya tentu memerlukan penetapan dan kemantapan yang kuat, apakah sanggup untuk merawatnya dengan baik. 

Sisi ini menjadi salah satu cermin diri si kolektor yang ajeg memiliki sebuah tujuan jelas dan kekonsistenan dalam berburu buku, membaca, mengumpulkan, menata, hingga merawatnya.

3. Kepuasan intelektual

Dalam proses mengumpulkan buku tentu bukan sekadar membeli lalu menata, melainkan membutuhkan kejelian untuk beberapa hal, seperti pengetahuan terhadap kategori buku, isi buku yang dibutuhkan, hingga proses penyortiran kondisi buku, sehingga ketika buku sudah terkumpul akan merasakan berbagai hal indah yang mungkin edisi-edisi bukunya jarang dimiliki oleh orang lain, dan hasilnya bisa dinikmati dengan hati yang puas.

Pada proses mengumpulkan tersebutlah yang memberikan rasa kepuasan intelektual, ditambah dengan isi buku yang bisa kapan saja dipelajari. Apalagi jika bukunya mungkin datang dari masa lalu alias lawas, sudah pasti memiliki dan menceritakan ribuan informasi relevan.

4. Sarana mengekspresikan diri

Mengoleksi buku juga menjadi sarana untuk mengekpresikan diri, di mana dalam hal ini kolektor sudah mengenal dirinya, apa saja yang mereka sukai, apa yang membuat mereka nyaman, minat apa yang membuat mereka bahagia.

Buku menjadi pilihannya, bisa jadi termotivasi akan kesukaannya terhadap genre buku tertentu atau sekadar nostalgia dengan menikmati buku-buku lawas untuk mengabadikan sejarah. Selain itu, bisa juga karena mengandung kenangan dirinya, entah dari proses perjalanan mencari buku hingga kenangan bersama tokoh-tokoh kesukaannya.

Kolektor juga mengekpresikan dirinya dari cara menata ruang koleksi dan pilihan buku. Seperti mengkhususkan koleksi pada pilihan genre tertentu yang ia suka saja, hal ini menjadi pengungkapan kepribadiannya kepada orang lain.

Kemudian, seperti apa suasana ruangannya itulah cerminan dirinya. Misalnya, buku-buku yang ditata menyesuaikan warna, kemudian ruangannya hening namun tetap cozy, mencerminkan dirinya yang rapi, elegan, dan mengutamakan kenyamanan.

Kepribadian Kolektor Buku dalam Kacamata Psikologis

Dalam kacamata psikologis, kegemaran mengoleksi buku rupanya dapat mengungkap bagaimana kepribadian diri kolektor, berikut diantaranya:

1. Orang yang jauh lebih terbuka

Psikolog Samuel Gosling dalam Fimela mengungkapkan, bahwa seseorang yang gemar mengoleksi buku hangat sebagai orang yang jauh lebih terbuka.

Kolektor khususnya bidang buku, biasanya menyukai pengalaman yang penuh wawasan atau terbuka akan pengetahuan baru. Sehingga, sangat memicu rasa keingintahuannya terhadap hal-hal baru hingga terbuka dengan berbagai perspektif.

2. Tidak takut mencoba hal-hal baru

Masih dengan psikolog yang sama, Samuel Gosling dalam Fimela mengungkapkan, bahwasannya seseorang yang gemar mengoleksi buku juga tidak takut untuk mencoba hal-hal baru.

Dalam hal ini, sebagian kecilnya bisa terlihat ketika kolektor sedang berburu buku, di mana ia akan bertemu dengan para pemasok atau penjual buku, biasanya ketika berburu tak sekadar mencari tetapi sering kali ditawarkan untuk menjual koleksinya, atau istilahnya diajak 'barter'. Momen-momen inilah yang menjadi hal paling menantang untuk kolektor, dan biasanya akan deal 'barter' asalkan buku yang sedang ia cari bisa didapatkan.

Ketika berburu buku, jiwa kolektor juga biasanya tidak takut akan hal penipuan (misal ditipu dengan penjual yang memasarkan buku bajakan, tetapi bilangnya original), mau berburu lewat online ataupun offline pasti dijalani, kalau mendapatkan hal yang kurang mengenakan dari penjual biasanya hanya akan dijadikan sebagai pelajaran, kedepannya akan tetap berhati-hati. 

Jika, sudah mendapatkan pengalaman kurang enak pun, ia tidak akan menutup dirinya untuk berburu, pasti akan terus mencari-cari buku yang ia suka untuk dibaca dan dikoleksi.

3. Pribadi yang fleksibel

Banyaknya rak dan buku-buku yang tersusun rapi menunjukkan diri kolektor sebagai seseorang yang fleksibel. Terlihat dari caranya menyimpan dan menyusun. Terlebih ketika kolektor mendapatkan buku-buku baru yang jumlahnya cukup banyak, ia tidak akan pusing, melainkan dapat dengan mudah menyesuaikan kondisi buku secara spontan namun tetap rapi sesuai dengan kondisi rak/kategori yang sudah dibangun.

Sederhana Mencintai Buku hingga Mengoleksinya

Terlepas dari sisi psikologis, terdapat banyak alasan yang membuat seseorang jatuh cinta terhadap buku fisik, hingga tak segan untuk bisa mengoleksinya, berikut 6 diantaranya:

1. Pintu masuk pengetahuan dunia

Menjadi hal umum yang sudah diketahui, bahwa buku menjadi pintu masuk pengetahuan dunia. Meski teknologi digital sudah sangat hangat memeluk kehidupan manusia, buku fisik belum bisa terkalahkan.

Ketika memilih untuk mengoleksi buku, bukan hanya sekadar sebagai pintu masuk pengetahuan dunia, melainkan juga akan diselaraskan dengan minat kita, genre apa saja yang mau kita koleksi, dan yang terpenting adalah semua buku yang tersusun di rak menjadi sumber tervalid dan bisa dieksplorasi secara mendalam kapan pun yang kita mau tanpa adanya gangguan jaringan dan iklan.

2. Sumber kekayaan sejarah

Buku menjadi salah satu warisan bersejarah yang merekam jelas perjalanan bangsa melalui pemikiran-pemikiran para tokoh.

Dengan mengoleksi buku, rasanya seperti ikut mengabadikan sejarah bangsa yang tak ternilai harganya. Apalagi, jika sebagian koleksi buku kita merupakan bagian dari buku lawas, di mana berisi potret dan tulisan asli tokoh/pahlawan bangsa yang tentunya sudah sulit sekali untuk ditemui dipasaran, dalam file internet saja belum tentu ada, jadi hanya bisa dinikmati ketika kita langsung membaca dari buku fisiknya.

Buku, pelukan erat dari kekayaan sejarah, kolektor pun akan terus memburunya, tak ada kata puas untuk terus menghirup harumnya sejarah.

3. Menyukai tokoh atau penulis tertentu

Sebagian kolektor buku juga datang dari pencinta tokoh dan penulis tertentu, dalam hal ini terbagi menjadi dua.

Pertama, kolektor menyukai tokoh-tokoh tertentu. Tokoh-tokoh yang dimaksud adalah tokoh yang diceritakan atau tokoh yang hadir dalam cover buku. Jika tokoh yang hadir dalam cerita, bisa berupa buku biografi, sejarah, hingga majalah. Namun, ada juga kolektor yang hanya mengincar dari sisi potret wajah, yang biasanya hadir dalam sebuah majalah dengan edisi-edisi tertentu.

Kedua, kolektor menyukai karya tulisan penulisnya. Selain tokoh, ada sebagian kolektor yang memang hanya menyukai karya tulisan-tulisan si penulis, misal penulis yang berkiprah pada penulisan khusus genre novel, puisi, komik, self-improvement, dan kategori lainnya.

Dari dua faktor tersebut, kolektor kerap memburu buku karena mencintai karya penulis dan penggemar berat tokoh tertentu. Jika, sudah masuk dalam dua faktor tersebut, biasanya kolektor akan membayar berapapun harga bukunya, yang terpenting adalah bisa segera didapat dan menambah jumlah koleksinya.

4. Sensasi berburu

Sensasi berburu menjadi salah satu alasan kolektor mencintai buku. Kerap kali kolektor mengincar buku dengan judul, edisi, penulis, atau tokoh tertentu di dalamnya, namun sangat sulit untuk didapat karena keterbatasan jumlah cetak dan mengingat tahun terbit yang sudah jauh sekali. 

Ketika berburu lah, kolektor kerap mendapatkan buku-buku yang sejak lama ia incar sampai pada akhirnya target dalam mengoleksi pun tercapai, bisa lengkap bahkan terus bertambah. Dengan demikian, rasa puas pun akan menyelimuti.

Selain itu, sensasi berburu juga memberikan kenyamanan ketika bisa berinteraksi dengan pemasok hingga kolektor lain, saat obrolan dengan minat yang sama bertemu rasanya sangat terhubung dan menjadi pengalaman yang sangat menyenangkan bagi kolektor, bahkan hingga bisa membuka relasi menjadi teman akrab satu minat.

5. Tergila-gila dengan genre tertentu

Tak sedikit dari kolektor yang mau mengoleksi buku karena tergila-gila pada genre tertentu. Di mana semua buku yang ia koleksi bergenre sama, dan ketika memburu buku pun spesifik hanya mencari genre yang ia sukai, tidak merasa tertarik atau berpaling ke genre lainnya.

Seperti misalnya, tergila-gila dengan genre komik, jadi kolektor hanya mengoleksi ratusan hingga ribuan komik saja. Biasanya, tak masalah untuk mengoleksi dengan judul dan penulis komik yang berbeda, yang terpenting masih digenre yang sama. Atau, bisa juga selalu mengoleksi dari penulis komik kesukaannya (penulis sama) yang sudah menerbitkan puluhan judul berbeda, contoh dari karya-karya Tony Wong.

6. Menjadi tempat ternyaman

Tak hanya dari sisi buku saja, namun tempat atau ruangan koleksi juga menjadi alasan kolektor ingin terus mengumpulkan banyak buku.

Ruangan yang penuh dengan rak dan buku-buku menjadi tempat ternyaman bagi kolektor, hingga bisa menenggelamkan diri ke setiap lembaran-lembaran buku dan tak lagi mementingkan bisingnya dunia digital ataupun sekitar.

Kolektor, biasanya sebisa mungkin membuat dan menata ruang koleksi senyaman mungkin, ditambah dengan berbagai furniture pelengkap untuk menambah kenyamanannya, sehingga ketika sudah berada disudut ruang koleksi bisa jauh lebih fokus, tenang, menikmati harumnya lembaran-lembaran buku, dan bebas menjelajahi pengetahuan baru.

Di antara rapinya tumpukan buku yang berjejer di rak, ruang koleksi juga menjadi tempat terhangat kolektor untuk bersandar, merenung dan sekadar introspeksi diri sambil menikmati ragam buku kesukaannya.

Bagi kolektor buku, tiap-tiap buku mempunyai makna mendalam tersendiri. Melalui ratusan buku yang dikoleksi, seorang kolektor tak sekadar menyimpan dan menumpuk pengetahuan saja, melainkan juga memperkenalkan siapa dirinya yang dengan penuh kehangatan ikut mengabadikan sejarah dunia.

Semoga bermanfaat dan bisa menambah wawasanmu dalam mengenal luasnya dunia buku. Salam hangat, salam literasi, semoga sehat-sehat selalu ya untuk kamu yang lagi membaca artikel ini.

Penulis: Dina Amalia

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
  4. 4
  5. 5
Mohon tunggu...

Lihat Konten Book Selengkapnya
Lihat Book Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun