Mohon tunggu...
Dina Amalia
Dina Amalia Mohon Tunggu... Penulis - Penulis, Bouquiniste

Biasa disapa Kaka D! | Hidup pada dunia puisi dan literasi | Etymology Explorers | Mengulik lebih dalam dunia perbukuan dan kesehatan | Contact: dno.dwriter@gmail.com

Selanjutnya

Tutup

Book Artikel Utama

Romantisme Buku Lawas

3 Agustus 2024   08:19 Diperbarui: 3 Agustus 2024   22:57 348
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Bagikan ide kreativitasmu dalam bentuk konten di Kompasiana | Sumber gambar: Freepik

Buku merupakan jelmaan alat rekam jejak paling otentik yang merekam perjalanan bangsa melalui gagasan dan pemikiran para tokohnya. Buku menjadi jembatan generasi muda saat ini untuk menjelajahi masa lampau dengan beragam keteladan dan pelajaran yang masih selaras/relevan untuk diterapkan di masa kini.

Ingat betul, romantisme masa-masa akhir SMA yang sedang semangat-semangatnya mencari perguruan tinggi untuk melanjutkan pendidikan sekaligus mencari pekerjaan. Ketika sejenak berleha-leha sambil cari berbagai informasi kuliah, Ibu memperkenalkan buku-buku lawas melalui Pakde.

Awalnya, jujur saja saya kurang antusias ketika mendengar kata 'lawas' dan bepikiran "ah, hanya buku jadul saja". Namun, ketika mulai membuka beberapa buku, 'lawas' itu berisikan tokoh-tokoh penting yang lengkap dengan argumennya, pemikirinnya, tulisan dan tanda tangan aslinya, hingga perjalanan karirnya. Dari mulai karya Bung Karno, Eyang Habibie, Soeharto, Buya Hamka, Mohamad Isa, Barack Obama, Hariyatie, dan tokoh-tokoh besar lainnya.

Bagi para penggemar tokoh tertentu, kolektor, hingga pencinta buku, tentu buku-buku lawas ini akan menjadi rebutan. Lebih dari 3.000 buku, komik, majalah, novel yang notabenenya langka tersedia. Kemudian, Ibu menarik saya untuk menjadi Bouquiniste alias penjual buku langka yang dominannya sudah pasti buku bekas.

Setelah mengiyakan, barulah mulai menjelajah buku-buku lawas. Terbitan mulai tahun 1930-an, 1947 -- 1990-an, hingga ada juga terbitan baru alias sudah masuk tahun 2000-an. Isinya benar-benar sarat sejarah, seperti tentang meniti garis hidup, kisah menapaki dunia ketentaraan, pelantikan gubernur masa 1948-an, selingan film lawas, tentang otomotif dari uji coba hingga modifikasi, beternak dan budidaya masa 90-an, peperangan, pemilu dan politik, arsip tentang kehidupan di awal kemerdekaan, hingga menikmati ragam iklan masa 90-an melalui majalah lawas.

Romantisme membaca sejarah dari buku-buku lawas itulah yang membuat wawasan terus bertambah luas, rasanya seperti ikut hidup di masa lampau, menyatu terbawa suasana, dan decak kagum dalam hati terus menyeru.

Harta Karun Bersejarah

Bagaikan harta karun ketika bisa mengenal gagasan/pemikiran tokoh-tokoh bangsa dari buku lawas, seperti deretan buku Buya Hamka -- Pribadi dan Martabat (1983), Hariyatie -- Soekarno The Hidden Story (1963-1967), Madame Curie (1974-1982), Sarinah oleh Ir. Sukarno (1963), karya A.Soeroto (1975-1980), Indonesian Golfer (1994), karya Bismar Siregar (1999), tentang A.E. Kaliwarang (1988), Petunjuk Jalan dan Keterangan Bekas Kerajaan (1956), Johannes Leimena Mutiara dari Maluku (2006).

Sumber Foto: Tokopedia/Saurus Book Store (Tanda tangan tokoh -- Ust. Jefri Al-Bukhori dalam buku lawas)
Sumber Foto: Tokopedia/Saurus Book Store (Tanda tangan tokoh -- Ust. Jefri Al-Bukhori dalam buku lawas)

Romantisme buku lawas suka memberikan hadiah tak terduga didalamnya, seperti catatan masa lalu yang ditulis langsung oleh tokohnya menggunakan pulpen, tanda tangan basah tokoh, hingga selipan foto dan surat menggunakan amplop.

Sumber Foto: Tokopedia/Saurus Book Store (Potret lampau latihan gabungan ABRI tahun 1981)
Sumber Foto: Tokopedia/Saurus Book Store (Potret lampau latihan gabungan ABRI tahun 1981)

Selain itu, sebagian besar isi buku lawas kerap menyelipkan foto-foto di masa lampau tak lupa dengan keterangan momen dan waktunya, jadi saat melihat dan membacanya seperti ikut terbawa dan menikmati momen yang dibagikan pada buku tersebut.

Garap Menjadi Tukang Buku Lawas 

Tetap kembali pada niat awal, kenal dan memiliki buku lawas utamanya adalah untuk dijual kembali.

Awalnya, banyak keraguan dan bertanya-tanya "Apa buku jadul seperti ini laku?", "Buku usang memangnya ada yang mau?". Ragu, tapi tetap saya coba! dan mengherankan ketika pertanyaan dan keraguan itu bisa terjawab sempurna seiring berjalannya waktu.

Diantaranya terjawab ketika berinteraksi dengan customer yang begitu excited ketemu buku lawas, salah satunya Kak Petrus yang mengungkapkan melalui ulasan "Senang karna dapat buku ini lagi, tahun 84 sudah punya tapi lupa dipinjam siapa makanya cari lagi dan dapat".

Kemudian, diungkap lagi oleh Kak Putri yang mencari buku kedokteran langka "Meski buku lama tapi sangat bermanfaat buat saya. Buku ini saya cari kemana-mana tapi tidak ketemu, dapetnya di toko Kakak" ujarnya melalui pesan.

Ketika berinteraksi dengan para pemburu buku lawas, masih suka kaget dan sedikit tercengang, karena ketika menjual buku yang kondisinya sudah kecokelatan, baunya khas masa lampau, kok masih ada yang mau bahkan semangat untuk membelinya tanpa menawar. Tak sedikit dari mereka yang membeberkan, bahwa buku lawas memang dicari karena nilai historisnya, ketika bisa membelinya merasa seperti ikut membeli sejarah dari buku itu sendiri, dan yang paling utama diperhatikan adalah 'masih kokoh' fisik bukunya.

Baik pengoleksi, penggemar, atau bahkan pencari buku yang hilang, buku lawas sangat berharga sekali, selain mempunyai nilai historis yang tinggi juga menjadi salah satu kekayaan budaya bangsa. Jadi, siapapun itu pasti akan memburunya, entah secara online ataupun secara langsung.

Semula, juga tidak pernah kepikiran sedikit pun untuk bisa menikmati buku yang sudah berdebu, usang, dan kekuningan. Tetapi, ketika mencoba buka, perlahan membaca, perlahan memahami ragam kondisi fisiknya, justru yang 'lawas' itu malah mengajarkan banyak hal, dari mulai sejarah yang mungkin sudah terkubur lama, cerita dan pemikiran tokoh yang menjadi saksi perjalanan bangsa, hingga pengetahuan baru dari masa lalu.

Tak pernah terlewat, romantisme buku lawas itu kian menemani hari-hari berjualan, karena melalui online jadi bisa nyambi untuk tetap menikmati harumnya sejarah dari buku-buku lawas, dari mulai cerita, potret, hingga catatan tangan asli tokoh.

Yang Lawas itu... Tetap Berkelas

Sering kali dipandang sebelah mata, bahwa yang bekas dan lawas itu tidak ada harganya, dinilai sudah tidak layak karena usang, berdebu, dan kertasnya mulai berubah kekuningan.

Padahal, tidak semua semua buku lawas seperti itu. Kok bisa? Karena kualitas buku yang terbit zaman dulu alias tahun 90-an bisa dikatakan jauh lebih kokoh, dari mulai pemilihan kertasnya, covernya, perekatnya, bahkan hingga cetakan tulisannya.

Kerap dibuktikan ketika menemukan ragam buku yang terbit dari 1930-an dan benar-benar berkualitas, sekalipun menggunakan bookpaper yang sering dihindari pembeli saat ini. Perekat hingga kertas yang digunakan zaman dulu dominan sangat kokoh dan tebal, bahkan ketika sudah tersimpan dalam waktu yang lama kertasnya tidak timbul bercak. Sisi ini agaknya sangat jauh berbeda jika dibandingkan dengan masa saat ini, di mana buku bajakan sudah menjamur dan oknum mencari celahnya melalui pemilihan kertas.

Tidak hanya sekedar dari fisik buku, tetapi juga isinya yang amat berkelas, sebagian besar dokumen/potret yang tercakup pada buku lawas kemungkinan sudah sangat sulit untuk ditemui dalam bentuk file dan hanya bisa kita nikmati ketika langsung membacanya melalui buku tersebut. Sebagai contoh seperti arsip perjuangan pascaperang tahun 1948 yang memperlihatkan wajah Indonesia di masa awal kemerdekaan melalui potret masyarakat di Batavia. Potret tersebut diabadikan dan diperlihatkan melalui Majalah National Geographic.

Jayanya negara tercinta ini disatukan dan dibangun oleh banyaknya buah pemikiran dahsyat dari para tokoh bangsa yang terjaga dan diarsipkan ke dalam sebuah buku. Dari banyaknya perbedaan, para tokoh kokoh menyatu-memikul membangun bangsa ini.

Romantisme buku lawas, mesra mengabadikan torehan sejarah, para tokoh yang memberikan saksi perjalanan bangsa.

Semoga bermanfaat. Sehat-sehat selalu untuk kamu yang sedang membaca artikel ini.

Penulis: Dina Amalia

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
Mohon tunggu...

Lihat Konten Book Selengkapnya
Lihat Book Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun