Mohon tunggu...
Dina Amalia
Dina Amalia Mohon Tunggu... Penulis - Penulis, Bouquiniste

Biasa disapa Kaka D! | Hidup pada dunia puisi dan literasi | Etymology Explorers | Mengulik lebih dalam dunia perbukuan dan kesehatan | Contact: dno.dwriter@gmail.com

Selanjutnya

Tutup

Book Artikel Utama

"Book-Shaming": Racun Penghakiman Pencinta Buku

9 Juni 2024   08:17 Diperbarui: 9 Juni 2024   12:20 493
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Sumber Foto: Unsplash/Matthew Feeney

Bagaikan racun, book-shaming memiliki efek yang cukup berpengaruh terhadap kepercayaan diri pembaca. Masih dari narasumber yang sama, yakni Kak Nabila, yang sebelumnya sangat suka membaca di ruang terbuka atau ruang publik, jadi merasa was-was dan memilih tempat yang sekiranya aman untuk membaca seperti di rumah.

Sedangkan pengaruh yang dirasakan oleh Kak Vira, yang sebelumnya memiliki kesukaan dalam membaca buku-buku komik romansa, namun karena terpengaruh dari ledekan dan komentar orang, jadi ikut beralih membaca genre yang orang lain komentari.

Pengaruh-pengaruh tersebut selaras seperti seruan yang pernah di share oleh Kak Windy Ariestanty melalui akun instagramnya dengan caption 'Stop Book-Shaming' dan dikembangkan lagi oleh Kak Sintia Astarina melalui laman blognya, bahwasannya book-shaming sangat memperngaruhi sikap pembaca, berikut poin-poin dan penjabarannya.

1. Jadi merasa malu ketika membaca genre tertentu di ruang terbuka atau ruang publik

Seperti contoh nyata diatas, ketika pernah mengalami book-shaming sering kali jadi merasa malu untuk membaca genre yang biasa dibaca di ruang publik, dan lebih memilih membaca genre-genre atau buku-buku populer yang sebenarnya sama sekali tidak disukai.

2. Membeli buku yang jauh dari minat diri sendiri

Masih selaras dengan poin pertama, selain malu juga memiliki rasa was-was dan memilih genre buku lainnya supaya tidak di book-shaming lagi. Poin ini diungkap sebagai hal yang memaksakan diri sendiri, karena membaca genre lain yang rasanya sangat sulit sekali untuk bisa dinikmati.

3. Jadi takut untuk memberikan rekomendasi-rekomendasi buku

Poin yang satu ini merupakan rasa ketakutan yang dimiliki korban book-shaming ketika orang lain meminta rekomendasi buku, perasaan takut ini selalu membayang dipikirannya karena takut dihakimi, seperti berpikir 'apakah ketika saya memberikan rekomendasi buku mereka akan suka dan terima?', 'saya biasa membaca novel-novel romansa, sedangkan mereka sukanya membaca yang berbau komedi dan fantasi, nanti malah mereka ngeledekin saya', dan sebagainya.

Itulah pengaruh-pengaruh yang biasanya timbul ketika seseorang mengalami book-shaming.

Membaca buku tidak semata-mata hanya untuk belajar saja, misalnya seperti membaca tema yang mungkin berat-berat, namun terkadang kita hanya ingin membaca buku entah untuk mengisi waktu yang kosong ataupun untuk mengulik cerita-cerita seru, karena dengan buku kita sering kali merasa terhibur dan berjelajah, membacanya suka sampai ketawa-ketiwi bahkan ada yang sampai baper dan nangis sesegukan hasil dari kesuksesan sang penulis yang mampu membawa emosi para pembaca.

Membaca buku dengan genre apapun sangatlah baik dan membaca buku di ruang baca manapun tentunya menjadi hak diri yang sah-sah saja, paling terpenting adalah menghargai setiap pilihan bacaan seseorang karena menjadi salah satu bentuk keadilan diri kita dalam berfikir.

Semoga bermanfaat, sehat-sehat selalu untuk kamu yang lagi membaca artikel ini.

Penulis: Dina Amalia

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
Mohon tunggu...

Lihat Konten Book Selengkapnya
Lihat Book Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun