Mohon tunggu...
Dina Amalia
Dina Amalia Mohon Tunggu... Penulis - Penulis, Bouquiniste

Biasa disapa Kaka D! | Hidup pada dunia puisi dan literasi | Etymology Explorers | Mengulik lebih dalam dunia perbukuan dan kesehatan | Contact: dno.dwriter@gmail.com

Selanjutnya

Tutup

Humaniora Pilihan

Citizen Journalist, Jangan Lupakan Kode Etik Ketika Menulis

9 Mei 2024   16:45 Diperbarui: 9 Mei 2024   21:14 418
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Bagikan ide kreativitasmu dalam bentuk konten di Kompasiana | Sumber gambar: Freepik

Pemahaman mengenai citizen journalism dan kode etik jurnalistik online, menjadi salah satu pertanyaan yang hadir dilembar soal UTS mata kuliah Jurnalistik Baru pada tahun 2022 lalu. Memang, sudah cukup lama sekali, pembahasannya pun sangat runtut dan detail, selalu hadir mengisi hari-hari kuliah.

Ketika mengampu mata kuliah tersebut tentu belum paham sepenuhnya dan masih merasa biasa saja, alias sekedar mempelajarinya, disatu sisi karena belum nyemplung jadi belum merasakan. Namun rupanya, pertanyaan sekaligus pemahaman mengenai jurnalistik online tersebut menjadi terngiang sekaligus pengingat di tengah era digital saat ini, di mana media online semakin berkembang, warga sekitar pun turut andil di dalamnya.

Citizen Journalism 

Mendengar kata Citizen Journalism atau biasa disapa dengan sebutan CJ, tentu bukan hal yang tabu lagi, di mana warga (non wartawan) dapat dengan mudah sekali untuk mewartakan informasi, kejadian, peristiwa, hingga hal menarik terkini kepada publik atau secara global melalui situs blog atau media online. 

Terlepas dari hakikat CJ sendiri, sebenarnya seberapa penting sih peranan CJ dalam perkembang era digital ini?

Ketika publik haus akan informasi yang sangat cepat, tentu CJ sangat membantu sekali dalam memenuhi kebutuhan-kebutuhan informasi terkini yang mungkin saja tidak bisa selalu tersalurkan oleh media-media konvensional.

Hadirnya CJ, mampu memberikan informasi atau peristiwa terkini jauh lebih merata atau luas, apalagi kita bisa mendapatkan fakta-fakta unik yang mungkin sebelumnya kita tidak tahu jadi mendapatkan ilmu baru darinya, seperti misalnya fakta-fakta unik mengenai tradisi atau budaya di suatu daerah yang langsung didokumentasikan dan diinfokan oleh warga setempat. Pada intinya, CJ mampu memberikan laporan atau informasi fresh dari peristiwa yang sedang terjadi, yang mungkin tidak bisa dijangkau secara cepat oleh jurnalis media, jadi CJ memiliki peran yang penting dalam menyuguhkan informasi.

Siapa pun bisa menjadi CJ, entah dalam menyampaikan suatu informasi atau peristiwa terkini melalui video hingga tulisan. Kemudahan inilah yang pada kenyataannya sangat sulit sekali untuk disaring dan dipertanggungjawabkan keakuratannya, baik itu berita/informasi yang negatif ataupun positif.

Jangan Lupakan Kode Etik Ketika Menulis

Selaras dengan riset yang dijabarkan pada jurnal The Application of Journalistic Ethics by CJ in Online Media (2018), bahwasannya para peneliti banyak menjumpai CJ yang menyuguhkan beragam informasi-informasi terkini dengan mengesampingkan kode etik jurnalistik, alias tidak menggunakan kode etik. Alhasil banyak sekali informasi-informasi palsu/hoax yang merajalela.

Menjadi CJ memang dapat dilakukan secara bebas, cepat, dan mudah. Namun apakah CJ sudah menerapkan kode etik jurnalistik? Terkadang keinginan kita untuk mempublish tulisan hingga video yang berisikan informasi atau melaporkan peristiwa terkini sangatlah menggebu hingga berlomba-lomba, namun sering kali juga melupakan bahwasannya ranah jurnalisme online memiliki kode etik yang harus kita patuhi atau ikuti, yang sayangnya mungkin sebagian besar CJ belum mengetahui apa saja sebenarnya poin-poin kode etik yang harus kita pahami dan patuhi.

CJ termasuk ke dalam Online Journalism yang memiliki 6 tipe, dari mulai audience paticipant hingga personal broadcasting site. Jurnalisme online sendiri sudah pasti tidak akan pernah lepas dari yang namanya kode etik jurnalistik, karena menjadi pedoman dasar yang wajib dipatuhi, ditaati, atau diikuti.

Sebelumnya, saya pernah bertanya kepada dosen mata kuliah jurnalistik baru, apakah ada kode etik khusus untuk CJ? Kemudian saya telaah kembali melalui jurnal Kedudukan Hukum CJ Dalam Penyampaian Berita (2022), bahwasannya memang belum ada kejelasan payung hukum untuk CJ, namun hukum yang melindungi CJ sendiri adalah UU Pers sepanjang informasi yang disuguhkan tersebut menyangkut kepentingan khalayak global atau umum.

Tidak ketinggalan, dosen saya pun juga memberikan poin-poin penting dari etika jurnalistik untuk bisa dipelajari dan terapkan sebelum mempublish informasi, dan diolah dari rujukan Cunty Graduate School of Journalism, berikut poin-poinnya:

1. Tidak Instan / Melakukan Pengujian Informasi / Periksa Kembali Fakta

Poin pertama yang selalu ditegaskan sekali adalah menulis real hasil karya sendiri, atau tidak instan, alias tidak main asal Copy lalu Paste, alias nyomot tulisan orang tanpa melakukan riset yang mendalam. Topik tentu saja boleh sama, namun isi pasti berbeda dari segi bahasa yang dibawakannya.

Poin ini juga yang paling banyak dibahas saat kelas jurnalistik berlangsung, karena melihat kenyataan yang ada, bahwa kebanyakan CJ jauh lebih mementingkan viewers, yang akhirnya menuju kepada kepentingan diri sendiri untuk bisa menghasilkan royalti.

Ketika kita ingin menyuguhkan sebuah informasi atau bahkan pengetahuan pribadi, bisa lebih dulu kita uji kebenarannya atau fakta yang sebenarnya, seperti menggunakan buku dan jurnal atau bahkan narasumber, karena ketika sudah dipublish tentunya menyangkut kepentingan umum atau publik di mana setiap isi yang kita sajikan juga kita pertanggungjawabkan.

2. Jangan Menggunakan Informasi Tanpa Memiliki Sumber-Sumber yang Akurat dan Jelas

Saat kita mencari referensi bisa menggunakan sumber yang sudah jelas kebenarannya, seperti buku dan jurnal. Dua karya tersebut menjadi karya yang sudah melewati proses koreksi ketat sebelum diterbitkan, bisa sekali jika kita ingin menjadikannya sebagai rujukan.

Salah satu fungsi menggunakan sumber-sumber yang jelas adalah sebagai pendamping atau penguat bahwa informasi yang kita suguhkan benar atau sudah sesuai fakta. Hindari mengutip informasi-infromasi yang belum jelas sumbernya.

3. Tidak Mengada-ngada / Tidak Membuat Hoax

Jangan menyebarkan informasi-informasi palsu alias informasi yang memang belum diketahui kebenarannya. Sama seperti poin satu dan dua, sebaiknya kita uji terlebih dahulu menggunakan sumber-sumber yang kuat, kemudian diperiksa berulang sebelum mempublishnya.

Informasi yang palsu tentu sangat merugikan dan menyesatkan sekali, apalagi akan disajikan untuk publik. Jika sudah disajikan pun akan menimbulkan berbagai reaksi, dari mulai kebencian hingga konflik permusuhan.

Masih selaras dengan riset yang dijabarkan pada jurnal The Application of Journalistic Ethics by CJ in Online Media (2018), bahwa kenyataan saat ini penyebaran informasi hoax semakin liar, seperti contohnya ketika pelaku mempublish foto-foto dari korban yang tengah bersimbah darah, namun kajian informasi yang disuguhkan jauh sekali dari fakta yang sebenarnya.

4. No Clickbait

Sama seperti poin satu, clickbait menjadi poin yang sangat tegas dibahas saat kelas jurnalistik berlangsung. Clickbait memang tidak hadir dalam poin kode etik, namun menjadi poin yang secara tegas harus dihindari.

Dilansir dari Kominfo, clickbait sendiri masih sama seperti poin hoax, karena penggunaan judul-judul yang menghebohkan hingga provokatif. Dalam poin ini, judul dibuat sangat menjanjikan sekali ditambah dengan dukungan foto headline yang disajikan, namun ketika membaca isinya sangat tidak sesuai alias ngaco.

Kemudian, dilansir dari jurnal Clickbait on Indonesia Media Online (2019), bahwasannya clickbait tidak muncul tiba-tiba begitu saja tanpa memiliki tujuan, melainkan menjadi cara atau jalan pintas si penulis untuk memanipulasi rasa penasaran publik atau pembaca agar tidak melewati judul yang sudah dibuatnya. Hal ini mungkin mengundang pandangan pro dan kontra, namun apabila judul yang disuguhkan memang tidak sesuai dengan isi, maka terbilang merugikan karena akan mengecewakan pembaca.

Keempat poin diatas hanyalah sebagian dari beberapa poin penting etik lainnya, namun menjadi poin yang bisa diutamakan untuk dipahami ketika kita ingin menyuguhkan informasi atau peristiwa terkini kepada publik.

Melansir dari jurnal Kedudukan Hukum CJ Dalam Penyampaian Berita (2022) dan Etika dalam Citizen Journalism, meski CJ secara keseluruhan belum memiliki kejelasan pengaturan atau perlindungan, ketika ingin menyuguhkan informasi, CJ tetap harus sesuai dan selalu berada dilingkaran koridor kode etik jurnalistik yang ada dan berlaku.

Ulasan ini tentunya tidak bermaksud untuk menggurui, melainkan hanya untuk mengingatkan agar tidak melupakan kode etik jurnalistik yang menjadi pedoman dasar dalam menulis dan membagikan informasi kepada publik atau secara global. Semoga bermanfaat. Salam sehat-sehat selalu untuk kamu yang sedang membaca artikel ini.

Penulis: Dina Amalia

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
Mohon tunggu...

Lihat Konten Humaniora Selengkapnya
Lihat Humaniora Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun