Mohon tunggu...
Dina Oriza
Dina Oriza Mohon Tunggu... MAhasiswi -

Selanjutnya

Tutup

Money

Riba dalam Perbankan Syariah

13 Mei 2018   18:11 Diperbarui: 14 Mei 2018   10:06 11438
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Ekonomi. Sumber ilustrasi: PEXELS/Caruizp

Riba secara etimologi berasal dari Bahasa Arab yang memiliki arti pertambahan, kelebihan, pertumbuhan, atau peningkatan. Riba berasal dari akar rab'a yang artinya menambah (atau melebihi), sementara ribh berasal dari akar rabiha yang artinya memperoleh (atau untung) Said dalam buku Mervin dan Lativa, Perbankan Syariah mengatakan bahwa akar r-b-w dalam Al-Quran memiliki pengertian tumbuh, bertambah, naik bengkak, meningkat, dan menjadi besar dan tinggi. Kata juga digunakan dalam pengertian bukit kecil. Semua penggunaan ini nampak memiliki satu makna yang sama yakni pertumbuhan, baik secara kualitas maupun kuantitas.

Riba biasa diterjemahkan [dalam bahasa Inggris] sebagai usuary (setiap tambahan atau bunga yang terlalu tinggi atas pokok pinjaman), seperti dalam terjemahan yang disampaikan kepada Raja Fahd dari Arab Saudi oleh Presiden Islamic Researches: 'Hal itu karena mereka mengatakan: "Jual-beli itu mengharamkan riba..." (Q.S. al-Baqarah:275). Riba secara formal dapat didefinisikan sebagai suatu keuntungan moneter tanpa ada nilai imbangan yang ditetapkan untuk salah satu dari dua pihak yang mengadakan kontrak dalam pertukaran dua nilai moneter.

Riba adalah penetapan bunga atau melebihkan jumlah pinjaman saat pengembalian berdasarkan persentase tertentu dari jumlah pinjaman pokok, yang dibebankan kepada peminjam. Riba dapat terjadi pada  segala jenis transaksi termasuk transaksi pada produk bank syariah. Meskipun bank syariah memiliki label syariah termasuk pada segala jenis produknya yang artinya sesuai dengan syariat islam bukan berarti dalam prosesnya benar-benar sesuai dengan syariah untuk itu pentinganya bagi setiap individu mengetahui produk apa saja pada bank syariah yang masih jauh dari sistem syariah dalam proses pelaksanaannya agar umat muslim khusunya tidak terjebak pada transaksi yang mengandung unsur riba yang telah diharamkan oleh Allah swt.

1.Hukum Riba pada Bank Syariah

Prinsip umum hukum isla.m yang berdasarkan pada sejumlah surah dalam Alquran, menyatakan bahwa perbuatan memperkaya diri dengan cara tidak benar, atau menerima keuntungan tanpa memberikan nilai timbangan, secara etika dilarang.

Riba al-qarud, bunga pinjaman, meliputi bahan atas pinjaman yang bertambah seiring dengan berjalannya waktu, dengan kata lain merupakan pinjaman berbunga, dan kadang-kadang disebut sebagai riba an-nasai, tambahan karena menunggu. Riba ini muncul apabila peminjam harta orang lain, apa pun bentuknya, dibebani oleh si pemberi pinjaman untuk membayar suatu tambahan tertentu di samping pokok pinjaman pada saat pelunasan. Jika tambahan itu ditetapkan sebelumnya pada awal transaksi sebagai suatu jumlah tertentu, dengan cara bagaimanapun pertambahan ini terjadi, maka pinjaman itu menjadi pinjaman ribawi. Pelarangan diperluas ke semua bentuk pinjaman dan utang yang memberikan tambahan kepada si kreditur.

Tidak bisa disangkal bahwa semua bentuk riba dilarang mutlat oleh Alquran, yang merupakan sumber pokok hukum islam. Dengan demikian pula, dalam beberapa hadis, sebagai sumber paling otoritatif berikutnya, Nabi Muhammad saw. Mengutuk orang yang memungut riba, orang yang membayarnya, orang yang menuliskan perjanjiannya, dan orang yang menyaksikan persetujuannya. 

Namun demikian, meskipun perintahnya jelas, sebagian ulama mempersoalkan kondisi yang melatarbelakangi pelarangan dalam Alquran  dan bertanya-tanya apakah keberatan terhadap riba berlaku (atau harus berlaku) degan ketegasan yang sama dengan saat ini. Fazlur Rahman (1964), khususnya, menyatakan pandangan tidak setuju mengenai ketidakpedulian terhadap kajian tentang apa itu riba dilihat secara historis, mengapa Alquran mentah-mentah melarangnya, dan fungsi bungan bank dalam perekonomian modern.

Sebenarnya landasan para fuqaha (ahli fiqih) dalam menetapkan hukum riba ialah Al-Quram sendiri dalam firmanNya

"Hai orang-orang yang beriman, bertakwalah kepada Allah dan tinggalkan sisa riba (yangg belum dipungut) jika kamu orang-orang yang beriman." (Al Baqarah 278)

"..Jika kamu bertaubat (dari pengambilan riba) maka bagimu pokok hartamu; kamu tidak menganiaya dan tidak (pula) dianiaya." (Al Baqarah 279)

Ayat diatas jelas-jelas menyatakan bahwa selebihnya dari pokok harta adalah riba, baik sedikir maupun banyak. Menetapkan riba yang diharamkan Al-Quran sebenarnya tidak perlu di uraikan panjang lebar. Yang jelas, tidak mungkin Allah mengharamkan sesuatu hal kepada hambanya dan mengancam mereka  dengan siksaan yang paling keras atas perbuatan bila mereka tidak mengetahuinya.( Ir. Adiwarman A. Karim. S.E. M.B.A., M.A.E.P. Dr. Oni Sahroni, M.A).

2. Produk Bank Syariah

Bank Syariah memiliki peran sebagai lembaga immediary antara orang/lembaga/badan yang mengalami kelebihan dana (surplus units) dengan orang/lembaga/badan yang mengalami kekurangan dana (deficit units). Secara umum produk-produk perbankan syariah terbagi menjadi tiga bagian diantaranya yaitu :

1.Produk penghimpun dana ( funding)

2.Produk penyaluran dana (financing)

3.Produk jasa (srvice)

1.Produk penghimpun dana ( funding)

dalam bank syariah dapat dilakukan dengan dua prinsip diantaranya adalah prinsip Al-Wadiah dan prinsip Mudharabah.  Adapaun penjelasan dari keduan prinsip diatas sebagai berikut:

Prinsip Al-Wadiah

Prinsip Syariah, adalah penitipan dana atau barang dari pemilik dana atau barang pada penyimpanan dana atau barang dengan kewajiban pihak yang menerima titipan untuk mengembalikan dana atau barang tiitpan sewaktu-waktu. Wadiah merupakan suatu amanah bagi orang yang dititipkan dan dia berkewajiban mengembalikannya pada saat pemiliknya meminta kembali.

Landasan syariah tentang Akad Wadiah terdapat dalam Al-Quran dan Al-Hadist diantaranya adalah:

Al-Quran

"Hai orang-orang yang beriman, janganlah kamu saling memakan harta sesamamu dengan jalan yang batil, kecuali dengan jalan perniagaan yang berlaku degan suka sama suka diantara kamu. Dan janganlah kamu membunuh dirimu; seseungguhnya Allah adalah Maha Penyayang kepadamu" Qs: An-Nisaa, Ayat: 29

Al-Hadist

"Abu Hurairoh diriwayatkan bahwa Rasullallah saw bersabda, sampaikanlah kepada (tunaikanlah) amanat kepada yang berhak menerimanya dan jangan membalas khianat kepada orang yang menghianatimu" HR Abu Dawud.

Prinsip Mudharabah

Dalam prinsip mudharabah, penyimpanan atau deposan  bertindak sebagai pemilik modal sedangkan bank bertindak sebagai pengelola. Dana yang tersimpan kemudian oleh bank  digunakan untuk melakukan pembiayaan, dalam hal ini apabila bank menggunakannya untuk pembiayaan mudharabah, maka bank bertanggung jawab atas kerugian yang mungkin terjadi.

Adapun produk bank syariah yang berupa penyaluran dana antara lain terdiri dari berbagai prinsip yaitu :

Prinsip Jual Beli (Ba'i)

Prinsip Jual Beli (Ba'i) Jual beli dilaksanakan karena adanya pemindahan kepemilikan barang. Keuntungan bank disebutkan di depan dan termasuk harga dari harga yang dijual.

Prinsip Sewa (Ijarah)

Prinsip Sewa (Ijarah) Ijarah adalah kesepakatan pemindahan hak guna atas barang atau jasa melalui sewa tanpa diikuti pemindahan kepemilikan atas barang yang disewa. Dalam hal ini bank meyewakan peralatan kepada nasabah dengan biaya yang telah ditetapkan secara pasti sebelumnya.

Prinsip Bagi Hasil (Syirkah)

Prinsip Bagi Hasil (Syirkah) Dalam prinsip bagi hasil terdapat 2 macam produk, yaitu: Musyarakah adalah salah satu produk bank syariah yang mana terdapat 2 pihak atau lebih yang bekerjasama untuk meningkatkan aset yang dimiliki bersama dimana seluruh pihak memadukan sumber daya yang mereka miliki baik yang berwujud maupun yang tidak berwujud.

Mudharabah adalah kerjasama dua orang atau lebih dimana pemilik modal memberikan mempercayakan sejumlah modal kepada pengelola dengan perjanjian pembagian keuntungan. Perbedaan yang mendasar antara musyarakah dengan mudharabah adalah kontribusi atas manajemen dan keuangan pada musyarakah diberikan dan dimiliki 2 orang atau lebih, sedangkan pada mudharabah modal hanya dimiliki satu pihak saja.

Produk yang Memiliki Unsur Riba pada Operasionalnya.

2.Pada produk penghimpun dana (funding)

ada istilah wadiah atau titipan, meskipun pada produk ini tidak terkandung unsur riba. Namun terdapat permasalahan di dalamnya diantaranya wadiah yang ditawarkan oleh bank syariah masih jaun dari  wadiah syariah, itu artinya wadiahnya belum benar-benar berdasarkan makna syariah itu sendiri. Seperti pada wadiah syariah  penerima titipan (wadiah) tidak dibenarkan menggunakan uang yang dititipkan kepadanya, kecuali atas seizin pemiliknya. Namun pada kenyataanya wadiah yang  menurut perbankan syariah penerima wadi'ah sepenuhnya dinenarkan menggunakan uang tiitpan, baik diibelanjakan atau diutangkan kembali kepada orang lain.

3.Sedangkan Produk penyaluran dana (financing)

Pada produk penyaluran dana seperti pada produk kredit pemilik rumah (KPR) ada berbagai model salah satunya dimana pihak bank menjual rumah yang diinginkan si nasabah namun pihak bank belum memiliki rumah itu, juga pihak bank menjual rumah itu dengan harga lebih misalnya jika harga rumah itu 100juta dari pemilik aslinya pihak bank menjualnya dengan harga 150juta dengan cicilan 5 tahun. Dimana itu artinya jelas hakikat transasksi ini, bank meminjamkan sejumlah uang kepada nasabah yang menghasilkan manfaat (riba) juga menjual sesuatu yang belum dimiliki bank.

Banyak bank syariah yang melanggar undang-undang perbankan, yaitu dimana tugas bank yaitu menghimpun dan menyalurkan dana kepada masyarakat yang membutuhkan dana bukan menjadikan bank sebagai bisnis untuk mendapatkan keuntungan semata.

Masih banyak produk perbankan syariah yang masih mencari keuntungan dalam transaksinya diantanya ijarah dimana definisi versi bank menyebutkan yaitu suatu  akad yang bertujuan untuk mendapatkan imbalan akan jasa atau uang yang disewakan. Pada transaski yang benar-benar syar'i dimana tidak ada fee sama sekali terhadap suatu produk bank syariah. Sehingga dapat dikatakan pula yang disebut dengan bagi hasilpun itu termasuk bentuk dari riba.(Drs. Ismail, MBA.,AK)

Bank syariah membuktikan sebagai lembaga keuangan yang dapat bertahan ditengah krisis perekonomian yang semakin parah. Pada semester kedua tahun 2008 krisis kembali menerpa dunia. Krisis keuangan yang berawal dari Amerika Serikat akhirnya merambat ke negara-negara lainnya dan meluas menjadi krisis ekonomi secara global. International Monetary Fund (IMF) memperkirakan terjadinya perlambatan pertumbuhan ekonomi dunia dari 3,9% pada 2008 menjadi 2,2% pada tahun 2009. Perlambatan ini tentu saja pada gilirannya akan mempengaruhi kinerja ekspor nasional, pada akhirnya akan berdampak kepada laju pertumbuhan ekonomi nasional. Pembiayaan perbankan syariah yang masih lebih diarahkan kepada aktivitas perekonomian domestik, sehingga belum memiliki tingkat integrasi yang tinggi dengan sistem keuangan global merupakan alasan salah satu alasan mengapa bank syariah dapat bertahan. Kinerja pertumbuhan pembiayaan bank syariah tetap tinggi sampai posisi Februari 2009 dengan kinerja pembiayaan yang baik (Non Performing Financing di bawah 5%). (Edhi Satriyo Wibowo,Muhammad Syaichu)

PEMBIAYAAN BANK SYARIAH

Menurut UU No.21 Tahun 2008 tentang

Bank Syariah pasal 1 butir 7, bank syariah adalah bank yang menjalankan kegiatan usahanya berdasarkan prinsip syariah dan menurut jenisnya terdiri atas bank umum syariah dan bank perkreditan rakyat syariah, sedangkan pembiayaan menurut UURI No. 21 Th.2008 tentang bank syariah berdasarkan pasal 1 butir 25 adalah penyediaan dana atau tagihan yang dipersamakan dengan itu berupa transaksi

bagi hasil dalam bentuk mudharabah dan musyarakah.

PRINSIP BAGI HASIL

Prinsip bagi hasil dalam perbankan syariah

yang paling banyak dipakai adalah al-musyarakah dan al mudharabah. Al-musyarakah adalah akad kerja sama antara dua pihak atau lebih untuk suatu usaha

tertentu dimana masing-masing pihak memberikan kontribusi dana dengan kesepakatan bahwa keuntungan

dan risiko akan ditanggung bersama sesuai

dengan kesepakatan. Al-mudharabah berasal dari kata dharab, yang berarti berjalan atau memukul. Secara teknis, al-mudharabah adalah kerjasama usaha

antara dua orang dimana pihak pertama (shohibulmaal) menyediakan seluruh modal, sedangkan pihak lainnya menjadi pengelola. (Erni Susana Annisa Prasetyanti)

Prinsip Dasar Perbankan Syariah

Batasan-batasan bank syariah yang harus menjalankan kegiatannya berdasar pada syariat Islam, menyebabkan bank syariah harus menerapkan prinsip-prinsip yang sejalan dan tidak bertentangan dengan syariat Islam. Adapun prinsip-prinsip bank syariah adalah sebagai berikut :1). Prinsip Titipan atau Simpanan (Al-Wadiah) Al-Wadiah dapat diartikan sebagai titipan murni dari satu pihak ke pihak lain, baik individu maupun badan hukum, yang harus dijaga dan dikembalikan kapan saja si penitip menghendaki (Antonio, 2001). 2). Prinsip Bagi Hasil (Profit Sharing) Sistem ini adalah suatu sistem yang meliputi tatacara pembagian hasil usaha antara penyedia dana dengan pengelola dana.

Strategi Pengembangan Perbankan Syariah

Dalam upaya mengembangkan sistem perbankan syariah yang sehat dan amanah serta guna menjawab tantangan-tantangan yang akan dihadapi oleh sistem perbankan syariah Indonesia, Bank Indonesia menyusun "Cetak Biru Pengembangan Perbankan Syariah di Indonesia".(Biru Perbankan Syariah BI, 2002).

Faktor-faktor yang Mempengaruhi Nasabah

Menurut Zulpahmi (2010) faktor-faktor yang mempengaruhi nasabah dalam menggunakan jasa Bank syariah adalah sebagai berikut :Tidak adanya bunga (riba), Seluruh produk sesuai syariah, Sistem bagi hasil yang adil dan menentramkan, Diinvestasikan pada pekerjaan yang halal dan berkah, Diinvestasikan untuk peningkatan ekonomi dhuafa (lemah), Pelayanan yang cepat dan efisien, Sumber Daya Manusia yang profesional dan transparan, 

Sikap dan perilaku karyawan yang ramah dan sopan, Adanya jaminan keamanan dana nasabah, Produk yang beragam, menarik dan inovatif, Lokasi yang mudah dijangkau dan strategis, Proses bagi hasil yang sama-sama menguntungkan, Fasilitas ATM dan cabang mudah ditemukan, Pelayanan yang mudah dan tidak berbelit-belit, Bangunan dan ruangan Bank yang bersih dan nyaman, Promosi dari bank, Adanya dorongan dari pihak lain, Sosialisasi melalui tokoh masyarakat dan ulama, Adanya konsep yang saling menguntungkan, Suku bunga di Bank konvensional tidak tetap.( Evi Yupitri dan Raina Linda Sari).

Tidak semua bank yang berlabelkan syariah, juga termasuk produk-produk syariahnya benar-benar menerapkan prinsip syariah terhadap transaksi ataupun cara kerjanya. Masih banyak diantara sistem kerjanya yang tidak berbeda jauh dengan bank konvensional hanya saja pada penyebutan atau namanya saja yang menggunakan istilah-istilah islam sehingga seolah-olah cara kerjanyapun terlihat seperti islami. Rib dapat menyebabkan krisis akhlak dan rohani. Orang yang meribakan uang atau barang akan kehilangan rasa sosialnya, egois. Riba dapaat menimbulkan kemalasan bekerja, hidup dari harta orang lain yang lemah. Cukup duuduk di atass meja orang lain yang memerass keringatnya.(Asthree ratna dewi, Bellaa masriani manik,Fadillah Syahfitri Br. Pulungan )

Penulis :

                 Asthree ratna dewi

                 Bella masriani manik

                  Fadillah Syahfitri Br. Pulungan

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
  4. 4
  5. 5
  6. 6
Mohon tunggu...

Lihat Konten Money Selengkapnya
Lihat Money Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun