Ketentuan tersebut sebenarnya sudah sangat gamblang bahwa seluruh kekayaan alam yang terkandung dalam alam raya Indonesia, pengelolaannya diberikan kepada negara, dengan sebuah konsep penyelenggaraan yang berkeadilan, berkelanjutan, berwawasan lingkungan, sehingga bermuara pada upaya untuk meningkatkan taraf hidup kesejahteraan rakyat. Adapun penjelasan lebih detail terkait dengan frasa dikuasai oleh negara, penting untuk diuraikan dengan mengacu pada Putusan Mahkamah Konstitusi Nomor 21-22/PUUV/2007.
Â
Putusan a quo telah memberikan tafsir resmi atas makna frasa "dikuasai negara" dalam Pasal 33 UUD 1945. Dalam putusan tersebut, Mahkamah menyatakan: "dikuasai oleh negara" mengandung pengertian bahwa rakyat secara kolektif dikonstruksikan oleh UUD 1945 memberikan mandat kepada negara untuk mengadakan kebijakan (beleid) dan tindakan pengurusan (bestuursdaad), pengaturan (regelendaad), pengelolaan (beheersdaad), dan pengawasan (toezichthoudensdaad) untuk sebesar-besar kemakmur-an rakyat.
Â
Fungsi pengurusan (bestuursdaad) oleh negara dilakukan oleh pemerintah dengan kewenangannya untuk mengeluarkan dan mencabut fasilitas perizinan (vergunning), lisensi (licentie), dan konsesi (concessie). Fungsi pengaturan (regelendaad) oleh negara dilakukan melalui kewenangan legislasi oleh DPR bersama dengan Pemerintah dan regulasi oleh Pemerintah (eksekutif). Fungsi pengelolaan (beheersdaad) dilakukan melalui pendayagunaan penguasaan negara atas sumber-sumber kekayaan untuk digunakan bagi sebesar-besar kemakmuran rakyat. Demikian pula fungsi pengawasan (toezichthoudensdaad) dilakukan oleh negara c.q. Pemerintah dalam rangka mengawasi dan mengendalikan agar pelaksanaan penguasaan oleh negara atas cabang produksi yang penting dan/atau yang menguasai hajat hidup orang banyak dimaksud benar-benar dilakukan untuk sebesar-besar kemakmuran seluruh rakyat. Dengan demikian, pengertian "dikuasai oleh negara" adalah lebih luas daripada pemilikan dalam konsepsi hukum perdata.
Â
Urain tersebut menjadi sangat penting karena selama ini orang awam secara parsial memaknainya negara punya kuasa penuh menguasai kekayaan alam Indonesia. Jika demikian adanya, negara dapat bertindak semena-mena atas hak penguasan sumber daya alam. Padahal, tidak demikian apa yang dimaksud oleh frasa tersebut. Putusan MK itu telah membuka cakrawala pemikiran kita tentang hak penguasaan negara menjadi tidak absolut. Dengan demikian, putusan tersebut membuka ruang bagi khazanah pemikiran dan keterlibatan aktif dalam pengelolaan sumber daya alam Indonesia, khususnya untuk memberikan manfaat bagi sebesar-besarnya kemakmuran masyarakat.
Â
Secara spesifik, tulisan ini akan sedikit menguraikan tentang dunia hukum pertambangan Indonesia. Politik hukum pertambangan pada dasarnya memiliki cakupan yang sangat luas. Tidak melulu terkait dengan Kontrak Karya, Pengolahan dan Pemurunian Mineral di dalam Negeri, Rekonsiliasi Kuasa Pertambangan ke Izin Usaha Pertambangan (IUP), Luas Wilayah Pertambangan, Perubahan Perjanjian Karya Pengusahaan Pertambangan Batubara (PKP2B) menjadi Izin Usaha Pertambangan Khusus (IUPK), Reklamasi dan Pascatambang serta masih banyak isu strategis lainnya.
Â
Beranjak dari film sexy killers, para pemangku kebijakan pertambangan di Indonesia rupanya alpa terhadap isu strategis reklamasi dan pascatambang. Padahal sesungguhnya isu tersebut menjadi urgen mengingat akibat yang ditimbulkan oleh aktivitas pertambangan. Berdasarkan laporan yang dikeluarkan oleh Jaringan Advokasi Tambang (JATAM) yang berjudul "Pulau Kecil Indonesia, Tanah Air Tambang: Laporan Penghancuran Sekujur Tubuh Pulau Kecil Indonesia oleh Tambang Mineral dan Batubara, menunjukkan sisi lain kegiatan "eksplorasi dan eksploitasi" pertambangan. Tampak visual dengan narasi laporan yang dikeluarkan oleh JATAM, memperlihatkan suatu aktivitas pertambangan yang paradoks.