Mohon tunggu...
Predictors Dims
Predictors Dims Mohon Tunggu... Dosen - Predicting by history

Keep The ..[Red and White]..Flag Flying High

Selanjutnya

Tutup

Bola Pilihan

Tepatkah Memecat Indra Sjafri?

20 November 2017   16:49 Diperbarui: 20 November 2017   17:37 1574
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Bola. Sumber ilustrasi: FREEPIK/Freepik

Beberapa hari yang lalu, rumor terkait nasib dari Indra Sjafri sebagai pelatih Timnas U-19 justru mulai diperjelas.  Ketua Umum PSSI Edy Rahmayadi sudah menyatakan bahwa nasib Indra Sjafri sudah di "ujung kaki".  Pernyataan tersebut, seperti membenarkan rumor pemecatan Indra Sjafri yang muncul sejak Timnas U-19 kalah 1-4 dari Malaysia pada Kualifikasi AFC U-19 dan hanya menduduki peringkat ketiga pada ajang tersebut.  

Timnas U-19 memang tidak gagal lolos, karena sebelumnya sudah dinyatakan lolos otomatis sebagai tuan rumah Kejuaraan AFC U-19 tahun depan.  Namun bagi PSSI, hasil tersebut ditambah dengan Peringkat 3 pada Kejuaraan AFF U-18 dianggap sebagai hasil yang minor.  Ketua Umum PSSI bahkan membandingkan kabar kemungkinan dipecatnya Indra Sjafri dengan pemecatan Giampero Ventura sebagai Pelatih Timnas Italia, karena gagal membawa Italia ke Piala Dunia 2018. 

Hal yang menjadi pertanyaan, adalah tepat atau tidaknya membandingkan pemecatan Giampero Ventura sebagai Pelatih Timnas Italia dengan keinginan PSSI memecat Indra Sjafri.  Mengapa? Pertama kita lihat hasil di Kualifikasi AFC U-19.  Timnas U-19 memang dilihat dari posisi akhir di klasemen seharusnya tidak lolos, namun sebelum Kualifikasi digelar Indonesia sudah lolos sebagai tuan rumah.  Jadi membandingkan dengan pemecatan Giampero Ventura justru kurang tepat.  Apalagi posisi Ventura dan Indra Sjafri tidak sepenuhnya serupa.  Giampero Ventura adalah pelatih Timnas Italia (Senior), sementara Indra Sjafri merupakan pelatih Timnas U-19.  Kalau memang ingin membuat perbandingan bukankah seharusnya dengan sesama pelatih pada level U-19 juga? 

Berkaca pada hasil di Kualifikasi AFC U-19 2018,PSSI mungkin perlu melihat kasus dari Bahrain FA.  Bahrain yang pada Kejuaraan AFC U-19 2016 menjadi tuan rumah juga tetap mengikuti Kualifikasi, namun ternyata Bahrain yang diunggulkan setidaknya finish sebagai runner-upGrup justru hanya duduk di peringkat ketiga, karena harus kalah dari Tajikistan U-19 yang saat itu sama sekali belum pernah lolos ke Kejuaraan AFC U-19. 

Apakah kemudian Bahrain FA memecat pelatih Timnas Bahrain U-19?  Tidak, mereka saat itu justru mempertahankan Abdulaziz Abdo Omar sebagai pelatih Bahrain U-19.  Pada Kejuaraan AFC U-19 2016, Bahrain memang hanya mencapai Babak Perempat Final karena takluk atas Vietnam, namun di Penyisihan Grup mereka berhasil menjadi pemuncak klasemen mengungguli Arab Saudi yang di akhir Turnamen berhasil menjadi runner-up. 

Bagaimana dengan kekalahan 1-4 atas Malaysia? Argumentasi ini pun kurang tepat, karena bukankah Luis Milla sebagai Pelatih Timnas U-23 juga kalah 0-3 dari Malaysia di Kualifikasi AFC U-23?  Justru dipertanyakan kenapa saat itu Milla juga tidak terancam dipecat.  Banyak memang yang berpendapat, bahwa keputusan Indra Sjafri merotasi pemain saat melawan 

Malaysia sebagai 'blunder' bahkan ada yang menyatakan Indra Sjafri terlalu banyak eksperimen.  Namun menurut penulis, hasil tersebut justru membuka 'mata'  bahwa ada ketimpangan antara pemain lapis pertama dan kedua di Timnas U-19.  Indra Sjafri juga kemungkinan belajar dari pengalaman kegagalannya bersama Timnas U-19 di Kejuaraan AFC U-19 2014.  Pada saat itu, Timnas U-19 tidak siap dengan kehilangan satu pemain inti.  Keputusan untuk sering merotasi pemain, menurut penulis adalah upaya Indra Sjafri mempersiapkan kejadian tidak terduga pada Kompetisi yang sesungguhnya tahun depan.  Penulis mungkin baru akan mempertanyakan keputusan rotasi pemain, kalau sampai sebulan sebelum Kejuaraan AFC U-19 dimulai Indra Sjafri masih melakukan eksperimen.

Bagaimana dengan kegagalan Timnas U-19 memenuhi target Juara pada Kejuaraan AFF U-18 2017? Indra Sjafrie memang gagal mencapai target juara AFF U-18 dan hanya berhasil menjadi Juara 3, namun harus diingat 'anak-anak asuh' Indra Sjafri gagal lolos ke Partai Final karena kalah adu penalti melawan Thailand.  Pada saat itu, Timnas bahkan harus bermain dengan sepuluh pemain sejak awal babak kedua.  Jika hasil ini yang menjadi salah satu penyebab dipecatnya Indra Sjafri, justru menurut penulis kurang tepat karena pelatih sekelas Mourinho sekalipun belum tentu bisa memastikan bahwa tim-nya akan selalu menang dalam adu penalti. 

Berkaitan dengan kegagalan tersebut, PSSI juga perlu melihat kasus dari Timnas level U-19 di negara lain. Kasus pertama adalah dari Timnas Italia U-19.  Paulo Berrettini ditunjuk sebagai pelatih Italia U-19 sejak tahun 2000, namun sejak ditunjuk Berrettini tiga kali gagal meloloskan Italia ke Kejuaraan UEFA U-19.  FIGC (PSSI-nya Italia) justru tidak memecatnya karena kegagalan tersebut, dan pada tahun 2003 Berrettini yang akhirnya berhasil meloloskan Italia ke Kejuaraan UEFA U-19 sukses membawa anak asuhnya menjadi juara.  

Francesco Rocca yang juga ditunjuk sebagai pelatih Italia U-19 pada tahun 2006, juga gagal meloloskan anak asuhnya ke Kejuaraan UEFA U-19 2007. Namun pada tahun berikutnya, Rocca berhasil membawa Italia sebagai runner-upKejuaraan UEFA U-19 2008 setelah FIGC tidak memecatnya karena kegagalan sebelumnya.  Selanjutnya dari Spanyol U-19 yang merupakan 'Raja' pada Kejuaraan UEFA U-19. Gines Melendez yang ditunjuk sebagai pelatih di tahun 2004, gagal meloloskan Spanyol ke Kejuaraan UEFA U-19 2005 padahal Spanyol merupakan juara bertahan.  

RFEF (PSSI-nya Spanyol) tidak memecat Melendez karena kegagalan tersebut, dan pada tahun berikutnya keputusan tersebut berbuah manis.  Melendez berhasil membawa Spanyol juara UEFA U-19 tahun 2006.  Hal yang sama juga terjadi pada Luis de la Fuente yang ditunjuk pada tahun 2013.  Setelah gagal membawa Spanyol ke Kejuaraan UEFA U-19 2014, Fuente sukses membawa anak asuhnya menjadi juara UEFA U-19 tahun 2015.  Masih dari kawasan Eropa, ada Yunani U-19, Inggris U-19, Rep. Ceko U-19, dan Rusia U-19.  Nikos Nioplias yang ditunjuk sebagai pelatih Yunani U-19 pada tahun 2005, gagal membawa anak asuhnya ke Kejuaraan UEFA U-19 tahun 2006.  HFF tidak langsung memecatnya karena kegagalan tersebut, dan tahun berikutnya Nioplias membawa Yunani sebagai runner-upKejuaraan UEFA U-19 2007.  Hal yang serupa juga terjadi pada Brian Eastick (Inggris U-19), Jaroslav Hrebik (Rep. Ceko U-19) dan Dmitri Khomukha (Rusia U-19).  

Ketiganya gagal membawa anak asuhnya lolos ke Kejuaraan UEFA U-19.  Eastick pada tahun 2007, Hrebik pada tahun 2010, dan Khomukha tahun 2014.  Eastick berhasil membawa Inggris U-19 lolos ke Kejuaraan UEFA U-19 2008 namun hanya sampai Penyisihan Grup, namun tahun berikutnya Inggris menjadi runner-upKejuaraan UEFA U-19.  Hrebik berhasil membawa Rep. Ceko U-19 sebagai runner-upKejuaraan UEFA U-19 tahun 2011, sementara Khomukha membawa Rusia U-19 sebagai runner-upKejuaraan UEFA U-19 tahun 2015. 

Kasus terakhir adalah dari negara tetangga, Myanmar U-20.  Gerd Zeise pada awal masa kepelatihannya gagal meloloskan Myanmar U-19 ke Kejuaraan AFC U-19 2012.  Zeise bahkan tidak berhasil meloloskan anak asuhnya dari Penyisihan Grup di Kejuaraan AFF U-19 2013.  Dua hasil buruk tersebut, justru tidak membuat MFF (PSSI-nya Myanmar) memutus kontrak Zeise.  Pada tahun 2014, Zeise secara mengejutkan membawa Myanmar U-19 ke Semi Final Kejuaraan AFC U-19 sehingga berhak lolos ke Piala Dunia U-20 2015.  Dari kasus-kasus tersebut, bisa diambil pelajaran bahwa untuk pelatih Timnas level usia muda (U-19) faktor penilaian kinerja pelatih tidak bisa selalu berdasarkan prestasi atau keberhasilan mencapai target.  Faktor lain di luar pencapaian target atau prestasi juga harus dipertimbangkan.

Keputusan akhir tentu ada di tangan PSSI, apakah mereka akan memutus kontrak Indra Sjafri atau memperpanjangnya setidaknya hingga Kejuaraan AFC U-19 selesai tahun depan.  Kalaupun akhirnya PSSI memang ingin mengganti Indra Sjafri, pelatih baru yang dipilih harus punya pengalaman menangani pemain-pemain usia muda di Indonesia setidaknya di tingkat klub.  Secara kualitas tentunya harus lebih baik.  PSSI juga harus memperhitungkan bahwa pelatih baru tersebut hanya punya waktu sekitar 10 bulan untuk membentuk tim dan menyusun taktik serta formasi sesuai keinginan dari pelatih tersebut untuk memenuhi target Semi Final AFC U-19.  Sanggupkah pelatih baru tersebut melakukannya?

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
Mohon tunggu...

Lihat Konten Bola Selengkapnya
Lihat Bola Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun