Mohon tunggu...
Predictors Dims
Predictors Dims Mohon Tunggu... Dosen - Predicting by history

Keep The ..[Red and White]..Flag Flying High

Selanjutnya

Tutup

Olahraga Pilihan

Ada Apa dengan U-19?

18 Agustus 2014   05:25 Diperbarui: 18 Juni 2015   03:17 587
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Olahraga. Sumber ilustrasi: FREEPIK

Ada apa dengan Timnas U19? Mungkin itu yang saat ini memjadi pertanyaan para pecinta sepak bola, terutama yang sangat mendukung timnas U19 yang disebut-sebut sebagai ‘generasi emas’ dari Timnas Indonesia.Rasanya belum genap setahun, dari kejayaan timnas U19 di bawah asuhan Indra Sjafri yang menjadi juara AFF u19 Cup 2013, dan dilanjutkan dengan menjadi pemuncak klasemen pada Kualifikasi AFC U19 2014 pada tahun lalu.Khusus untuk Kualifikasi AFC U19 tersebut, tim asuhan Indra Sjafri bahkan mengalahkan Korsel U19 yg dilatih Lee-Kwang Jong. Perlu dicatat Lee-Kwang Jong adalah pelatih Korsel U19 saat menjadi juara AFC Cup U19 2 tahun lalu.Dengan prestasi yang lebih mentereng dibandingkan Indra Sjafri yang membawa Timnas U19 juara AFF U19 Cup, harusnya waktu itu tim asuhan Lee-Kwang Jong mampu menaklukan tim asuhan Indra Sjafri,namun kenyataannya justru sebaliknya.Dengan prestasi yang ditorehkannya dan juga permainan yang ditunjukkan timnas U19 saat itu, mereka lalu didaftarkan untuk ikut Turnamen Internasional U20 COTIF L’Alcudia pada tahun 2014.Kenyataan yang terjadi, belum genap setahun dari kejayaaan yang mereka tunjukkan, ternyata penurunan performa mulai ditunjukkan dan puncaknya bisa disebut adalah kegagalan mereka di HBT, dan diperparah dengan kekalahan dari Kamboja U21.Kalau untuk kekalahan dari Brunei U21 mungkin masihbisa diterima, melihat dari catatan di turnamen HBT Brunei U21 itu memang termasuk jagoan khusus untuk HBT ini,namun Kamboja? Jadi, bagaimana sebenarnya ini bisa terjadi?

Dari berbagai tulisan-tulisan dalam media online, pasca kekalahan Timnas U19 dari Brunei U21 dan Vietnam U19, tampaknya 2 opini yang berkembang.Kedua opini tersebut memang sama-sama menuduh PSSI sebagai pihak yang paling bertanggungjawab atas penurunan performa Evan Dimas cs., namun di satu pihak ada yang beargumen bahwa penyebab utama kegagalan itu dari rasa kecewa Evan Dimas cs. sementara di pihak lain menganggap ‘rasa kecewa’ itu tidak bisa diambil jadi alasan.‘Rasa kecewa’, kekecewaan karena mendadak ‘dijegal’ ikut COTIF itu yang dianggap sebagai salah satu penyebab utama kegagalan timnas U19 di HBT, namun bisakah itu dijadikan alasan utama?

Jika melihat dari kronologisnya, rasanya pembatalan yang terasa mendadak dalam keikutsertaan Evan Dimas cs. memang hal itu bisa dijadikan sebagai salah satu penyebab.Timnas U19 yang sudah melakukan persiapan selama berbulan2 dan harus bersabar karena sering hanya melawan klub ISL U21 ataupun Tim Pra-PON, namun ternyata 2 minggu sebelum berangkat,mereka harus ‘batal’ tampil di Turnamen Internasional COTIF U20.Pembatalan itulah yang dianggap sebagai penyebab rasa ‘kecewa’ tersebut.Penulis merasa rasa kekecewaan itu memang pantas muncul, pikirkan saja setelah berbulan-bulan melakukan persiapan, mereka harus ‘dijegal’ oleh PSSI untuk ikut COTIF dan pembatalan hanya berselang 2 minggu saja.Apalagi usia Evan Dimas cs. ini masih sangat muda, dengan usia mereka sekedar ‘rasa kecewa’ itu sangat rentan efeknya.Dalam penelitian dari Universitas Groningen (Belanda) dan juga Universitas Debrecen (Jerman), faktor psikologis memang menjadi faktor yang tidak bisa dianggap remeh dalam sepak bola terutama pada usia muda.

Hampir setiap timnas terutama yang berada pada usia Junior, tentu pernah merasakan rasa kecewa, karena berbagai alasan dari dikalahkan dengan skor telak atau gagal lolos ke sebuah kompetisi. Faktor yang membuat Timnas Junior seperti Argentina U20, Jerman U19 ataupun Prancis U20 dapat meraih kesuksesan adalah bagaimana Federasi Sepakbola mereka dapat menimalisir dan mengatasi efek dari kekecewaan tersebut.Peran ini yang sepertinya luput dari perhatian PSSI atau mungkin sengaja tidak diperhatikan. Ada kemungkinan rasa kecewaan Evan Dimas cs. ini bukan sekedar karena pembatalan mereka ke COTIF, namun juga pengganti mereka di ajang tersebut.PSSI memang memberikan argumen bahwa COTIF tidak ‘pantas’ sebagai ajang ujicoba untuk AFC Cup u19, mulai dari waktu pertandingan yang hanya 2x35 menit, sampai lawan yang dihadapi yang sebagian merupakan klub sepakbola.PSSI mungkin lupa atau mendadak ‘amnesia’ kalau COTIF itu reputasinya jauh lebih tinggi dibandingkan HBT yang hanya sekelas ASEAN. Kasarnya kalau menolak ikut HBT atau hanya mengirimkan tim dadakan tidak jadi soal bukan?Hal ini kemudian ‘diperparah’ dengan pengiriman Timnas U21 ke COTIF, yang memang harus dicurigai.

Pada saat keputusan pengiriman timnas U21 ‘dadakan’ ke COTIF hal ini dirasakan sangat aneh bagi penulis, karena COTIF itu secara definitif merupakan Turnamen Junior Internasional khusus untuk Tim U20 baik klub maupun timnas, dan bukan Turnamen U21.Jadi kenapa PSSI mengirimkan timnas U21, bukankah ini sama saja ‘cari mati’? Atau mungkin PSSI mendaftarkan timnas U21 di COTIF itu sebagai U20? Sebelumnya penulis menduga, timnas yang tampil di COTIF itu rata-rata berusia 20 tahun dan paling tidak lahir pada Januari 1994, sehingga masih masuk U20 namun juga masih wajar sebagai anggota u21, kenyataannya? Rudolf Yanto Basna cs. yang dilatih oleh Rudy Keltjes ternyata usianya hanya berkisar antara 17-19 tahun, dengan kata lain mereka itu teman-teman sebaya dari evan Dimas cs.. Ada kemungkinan hal ini ‘sampai’ ke telinga Evan Dimas cs. dan mereka lantas berpikir “ Apa kami dianggap kualitasnya lebih rendah ya, dibandingkan teman-teman kami yang di COTIF? Ya sudahlah kita tidak dianggep juga kan ama PSSI,ngapain juga main bagus.”.Pemikiran itu bisa jadi tersirat, walau mungkin hanya sepintas di benak Evan Dimas cs., dan PSSI tidak melakukan tindakan nyata untuk masalah ini.

Rasa kekecewaan memang kurang cukup sebagai alasan,walaupun memang rasa kecewa bagi pemain muda itu efeknya cukup besar lho. Jadi faktor apa lagi yang menjadi penyebabnya? Penulis menduga penyebab lain dari kegagalan Evan Dimas cs. adalah pemilihan lawan tanding uji coba bagi timnas U19 oleh PSSI yang berdampak pada pengikisan performa mereka.Faktor ini memang hanya dugaan dari penulis, namun coba perhatikan performa mereka selama ajang uji coba dari PSSI yang disebut sebagai ‘Tur Nusantara’, tampak terjadi penurunan secara bertahap dalam hal performa.Hal yang berbeda ditunjukkan oleh mereka saat Tur Timur Tengah, peningkatan performa mereka tunjukkan.Penulis merasa ini patut menjadi perhatian, coba bandingkan pertandingan ujicoba yang diikuti timnas U19 dengan sesama peserta AFC U19 Cup dari ASEAN, Myanmarr dan Vietnam.Myanmarr U19 berujicoba melawan klub-klub di Jerman dan juga menantang Jepang U20, sementara Vietnam berhadapan dengan berbagai klub U19 maupun U21 dari Eropa, hal ini tentu efeknya dalam hal performa permainan berbeda jauh dibandingkan Timnas U19 yang hanya melawan Tim Pra-PON atau hanya klub ISL U21.

Kegagalan Evan Dimas cs. di HBT kemudian memunculkan ‘nada sumbang’ untuk melengserkan Indra Sjafri dari kursi pelatih.Salah satu alasan yang mengemuka adalah masalah kejenuhan para pemain yang terlalu lama diasuh oleh Indra Sjafri, karena sudah 3 tahun sejak mereka berada di timnas U16 Evan Dimas cs. dilatih oleh Indra Sjafri.Apakah argumen ini tepat? Penulis rasa tidak, ada beberapa contoh pelatih timnas Junior yang begitu lama melatih satu tim namun prestasi mereka masih layak diperhitungkan.Dari kawasan Asia, Lee Kwang-Jong pelatih Korsel u20 pernah melatih satu timnas Korsel dari U16 sampai level U20 pada periode 2008-2011, hasilnya runner-up AFC U16 Cup 2008 dan semi finalis AFC u19 2010.Satu lagi yang dapat menjadi contoh dari kawasan Asia, adalah Pelatih dari Korut (Korea Utara) Jo Tong-Sop. Dalam periode 2004-2007, Jo Tong-Sop melatih Timnas Korut U17 sampai dengan U20, dan hasilnya adalah runner-up AFC U17 2004 dan juara AFC U19 2006.Di kawasan Eropa, nama-nama seperti Juan Santisteban (Spanyol), Francesco Rocca (Italia), Francis Smerecki (Prancis), Jacob Dovalil (Ceko), sampai Michal Globisz (Polandia) menjadi bukti bahwa melatih satu timnas junior dalam kurun waktu yang lama tidak terlalu berpengaruh pada performa permainan.Pergantian pelatih tentu sama sekali bukan solusi yang tepat, evaluasi yang mendalam harus dilakukan PSSI atau BTN terutama dalam pemilihan lawan untuk pertandingan ujicoba.PSSI harus memperhitungkan apa efek pertandingan ujicoba tersebut terhadap peningkatan performa, bukan sekedar hasil atau kesesuaian lawan dengan yang akan dihadapi di kompetisi resmi.

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

Mohon tunggu...

Lihat Konten Olahraga Selengkapnya
Lihat Olahraga Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun