Mohon tunggu...
Dimas DK
Dimas DK Mohon Tunggu... -

Re(a)ksioner

Selanjutnya

Tutup

Humaniora Pilihan

Cyber, Senjata Andalan "Kids Zaman Now"

28 November 2017   17:20 Diperbarui: 2 Januari 2018   20:35 1242
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.

Sebuah Fenomena

"Tahun 1965, ditangkap polisi karena dituduh PKI, '98 ditangkap karena dituduh aktivis anti Orba. Tahun 2017, ditangkap karena.......... ngebuat meme", kata Arma Dhani dalam sebuah guyonan di video Paguyuban Pamitnya Meeting.

Sebuah fenomena yang kini terjadi tentunya berbeda jauh dari beberapa kejadian masa lalu. Tidak hanya permasalahan politis, dalam tataran kehidupan sosial pun pergeseran itu sangat jelas terlihat. Perkembangan teknologi yang sedemikian pesat inilah yang menjadi salah satu faktor pengubah segala kebiasaan, perihal birokrasi atau bahkan sampai mengubah suatu tatanan sosial.

Segala kemudahan yang ditawarkan teknologi khususnya teknologi komunikasi dan informasi menciptakan kebebasan yang terkadang dirasa terlalu "kebablasan". Seperangkat UU ITE pun tidak akan mampu menghentikan laju penggunaan kecanggihan teknologi tersebut.

Buktinya hukum itu pun seakan tebang pilih dalam merespon segala ekspresi para kids zaman now. Jonru yang sehari-harinya menyebarkan ujaran kebencian bahkan tetap langgeng, berbeda dengan penyebar meme Setnov yang hanya dalam sekejap bisa tertangkap (meskipun sekarang sudah ada yang berupaya melaporkan Jonru).

Disini dapat kita lihat bahwa istilah kids bukan dalam konteks umur saja. Istilah kids zaman now yang ramai di khalayak netizen ini menurut saya adalah sebutan bagi setiap orang yang kini mengikuti beberapa trend yang kadang menjadi "unik" di masyarakat. Unik karena semua bisa berubah menjadi seorang kidsdalam merespon segala sesuatu, terlebih di dunia media sosial kini.

Salah satu keunikan yang menjadi kebiasaan bagi para kids zaman now adalah nyinyir. Nyinyir kini menjadi suatu kebiasaan bagi semua kalangan. Dari sekelas lulusan anak SMA, buzzer parpol, hingga para birokrat macam Fadli Zon semuanya melakukan nyinyir.

tangkapan layar akun Fadli Zon
tangkapan layar akun Fadli Zon
Nyinyir menjadi sebuah fenomena yang sangat menjadi-jadi kini. Dahulu bisa kita lihat seorang Soe Hok Gie merespon segala permasalahan yang ada di depan matanya (re: nyinyir) dengan menulis, ya menulis. Dimulai dari menulis catatan harian, menempel tulisan di mading-mading, hingga mungkin mengirim surat pembaca di koran. Bahkan Gie mungkin takkan mengira bahwa sekarang tulisan-tulisan catatan hariannya dibuat sebuah buku yang hingga kini telah beberapa kali naik cetak.

Tulisannya pun tidak sekedar sebuah ekspresi dari emosi sang penulis. Tidak hanya sekadar mengumpat-ngumpat mengekspresikan kekecewaan, nyinyiran para kids zaman now kini bahkan cenderung menuduh-nuduh tanpa fakta hingga terkesan menyebar fitnah. Belum jelas suatu berita atau informasi terverifikasi, namun dengan emosi sesaatnya mereka percayai, mereka pedomani, dan mereka sebar kesana kemari.

Hasil nyinyiran para kids zaman old pun telah membuktikan kesaktiannya. Mengapa bisa begitu? Bisa diambil contoh ketika nyinyiran-nyinyiran tersebut tidak hanya sekedar nyinyiran, mereka meng-aksi-kan nyinyiran tersebut hingga mampu mencetak reformasi. Dalam hal ini, bisa kita lihat bahwa ada satu hal yang hilang saat ini, yaitu implementasi usaha atau aksi nyata dari para reaksioner (re: penyinyir).

Dari fenomena tersebut, dapat kita lihat bahwa ada beberapa pergeseran suatu kebiasaan sederhana yang kali ini saya bahas yaitu dalam hal nyinyir. Nyinyir bagi kids zaman oldmemliki perbedaan dengan nyinyir para kids zaman now. Keduanya sama-sama merespon segala fenomena yang ada di depan mata, namun perbedaan yang mencolok tentu hasil nyinyiran para kids zaman olddulu membuahkan reaksi yang tepat. Di tengah keterbatasan yang ada mereka mampu mengumpulkan informasi akurat, menganalisa secara tajam dan membuahkan solusi-solusi bagi setiap permasalahan.

Keterbatasan informasi yang dihadapi tentu juga memberi pengaruh, mengapa? Tentu karena mereka tidak mudah menemui berita-berita hoax, tidak seperti para kids zaman nowyang makanan sehari-harinya adalah berita hoax. Kematangan informasi yang didapatkan kidz zaman oldmembuat mereka menghasilkan respon yang matang pula yang tidak hanya sekedar respon "cetek" sebagaimana kajian badan-badan eksekutif mahasiswa kini.

Faktor kedua adalah kebebasan keberpihakan. Memang belum ada pembuktian yang pasti yang mengatakan bahwa respon yang dilakukan para kids zaman oldmerupakan bentuk respon yang benar-benar merdeka dari suatu kepentingan. Tapi rasa-rasanya, respon yang sering kita temui sekarang di media sosial sangat terlihat bagaimana respon-respon tersebut diselimuti suatu kepentingan. Entah kepentingan siapa, namun rasanya kebebasan berpendapat seyogyanya menjunjung tinggi keberpihakan kepentingan orang banyak.

Dan yang ketiga, sebagaimana yang telah disampaikan tadi, bahwa salah satu keberhasilan para kids zaman old adalah membawa nyinyiran mereka dalam suatu aksi nyata yang tidak sebatas dunia maya. Aksi nyata disini tidak hanya sekadar demonstrasi atau semacamnya, aksi nyata dapat diperlihatkan seperti saat dulu Bonek memperjuangkan Persebaya sampai ke FIFA, seperti Efek Rumah Kaca yang menghasilkan karya-karya musik sebagaimana respon mereka terhadap realitas kehidupan atau bahkan seperti Sumarsih yang hampir setiap kamis dalam 10 tahun terakhir berdiri di depan istana dengan payung hitam.

Cyber Adalah Senjata

Dibalik segala fenomena yang terjadi, perlu disadari dan diamini bahwa sebenarnya cyberkini dapat menjadi suatu media yang benar-benar berperan efektif untuk dimanfaatkan para kids zaman now. Tentu kita tidak bisa terus berpatokan dengan apa yang terjadi dan apa yang dilakukan pendahulu kita. Perkembangan yang terjadi jelas membuat suatu perubahan dan pergeseran di setiap lini kehidupan, salah satunya dalam hal mengekspresikan diri.

Kids zaman now hanya perlu lebih memahami bahwa dunia cyber adalah suatu media komunikasi yang amat sangat luas. Pengaruhnya kini dapat dirasakan amat sangat besar, bahkan sebuah peristiwa dapat viral hanya dalam selang waktu beberapa menit saja.

Pemikiran-pemikiran yang dituangkan dalam media sosial agaknya harus benar-benar matang terlebih dahulu sebelum mengeklik ikon Post, Retweet, Share, ataupun Like sekalipun. Dapat kita lihat beberapa contoh bagaimana kesaktian cyber dalam beberapa kejadian, misalnya saat bagaimana kekuatan netizen membuat seorang bapak driver Gojek yang kehilangan pekerjaannya namun tidak berselang waktu lama akhirnya beliau diaktifkan kembali oleh pihak Gojek.

Hal-hal seperti inilah yang seharusnya menjadi media kids zaman nowdalam merespon hal-hal yang ada di depan mata dengan maksud positif dan mampu diterima khalayak luas. Bagaimana merespon segala sesuatu yang terjadi dengan tenang, cerdas, dan efektif kemudian.

Agaknya kita perlu bersyukur bahwa orang nomor 1 di negeri ini pun sedang belajar menjadi kids zaman now. Membuat dan mendatangi event-event anak muda, mengundang para pegiat dunia maya ke istana, hingga membuat vlog menjadi bukti bahwa kita memiliki president zaman now yang menyadari bahwa kini Cyber adalah senjata. Mau menggunakan senjata itu menjadi sumber manfaat atau tidak tentu menjadi pilihan si pemilik senjata.

vlog Joko Widodo
vlog Joko Widodo
Pemerintah pun telah menggalakan gerakan literasi nasional. Kesadaran tentang pentingnya hal ini membuat pemerintah menggalakan hal tersebut. Fenomena-fenomena hoaxsangat berdampak besar bagi masyarakat. Kesadaran masyarakat Indonesia untuk membaca sangatlah rendah. Padahal tingkat literasi menjadi tolak ukur kemajuan bangsa, semakin tinggi tingkat literasi bangsa maka semakin maju bangsa tersebut. Untuk itulah mari sebelum ber-cyber-ria marilah kita tingkatkan daya literasi kita, biar kebiasaan nyinyir kita dapat berguna bagi nusa dan bangsa!

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
Mohon tunggu...

Lihat Konten Humaniora Selengkapnya
Lihat Humaniora Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun