pendidikan di Kolese Kanisius, suatu bagian dalam kehidupan yang akan selamanya dikenang. Rasanya baru beberapa bulan yang lalu bertekad memberanikan diri mendaftar di Kanisius untuk jenjang SMP. Sekarang, di bangku terakhir SMA, mempersiapkan diri untuk lepas bebas dalam studi lanjut kedepannya. Sungguh, waktu berjalan begitu cepat saat kita menikmati momen yang ada.Â
Enam tahun mengembanSetelah sedemikian lama berada di sini, tentu ada beragam macam faktor yang memisahkan pendidikan di Kanisius dengan institusi pendidikan lainnya. Mulai dari tingkat kesulitan, kesibukan, tuntutan spiritual dan batin, serta pengembangan kepribadian. Bukan hanya pengalaman suka, tetapi juga pengalaman duka. Semua hal tersebut berkontribusi besar dalam membentuk kepribadian diri (human excellence). Namun, yang sungguh menyentuh adalah pengalaman berorganisasi, mengikuti kegiatan sekolah, dan aktivitas sosial. Tidak dapat dipungkiri, itulah yang membawa perubahan secara menyeluruh, terutama selama jenjang SMA.Â
Kolese Kanisius dikenal sebagai sekolah yang prestise dan gelar tersebut dihidupi melalui kegiatan-kegiatan yang sangat sering diadakan, yang jarang dijumpai di lain tempat. Contohnya, seperti ILT, Jambore, Live In, Retret, Compassion Week, dan yang baru saja selesai Canisius Expo 2024. Beberapa yang telah disebutkan tadi hanyalah sepeser dari sekian banyak acara yang telah terwujud oleh Kolese Kanisius. Masing-masing acara memiliki nilai dan esensi yang istimewa, tetapi semua menuju akhir yang sama, membangun seorang leader.Â
Dari sekian banyak kegiatan yang turut dihadiri, salah satu yang paling berkesan adalah keikutsertaan dalam dinamika komunitas RHAI. RHAI atau Rumah Hebat Anak Indonesia merupakan sebuah komunitas yang bergerak dalam aksi sosial, terutama menyediakan sarana pendidikan bagi mereka yang berkekurangan. Sudah sekian lama komunitas ini memainkan peran besar dalam diri anak-anak yang menjadi peserta didik dan saya bersyukur dapat menjadi bagian dari tujuan mulia itu.Â
Saat itu, saya masih duduk di bangku kelas 10, mencoba menggali lebih dalam soal komunitas-komunitas yang bergerak di Kanisius. Dengan tujuan ingin lebih aktif selama masa SMA, mata saya tertuju pada komunitas RHAI yang dikenalkan oleh kakak kelas. Komunitas yang kegiatan utamanya adalah mengajarkan anak-anak yang tidak memiliki kesempatan mengemban pendidikan formal, ditambah perolehan poin nonakademik yang cukup besar. Tanpa berpikir panjang, saya dan beberapa teman saya segera mendaftar dan menjadi bagian dari komunitas tersebut. Â
Sebelumnya, saya tidak pernah berasosiasi dengan kegiatan-kegiatan serupa sehingga keingintahuan saya sangat besar. Selang beberapa hari, kegiatan perdana RHAI segera diadakan di hari Sabtu. Saya bersama seorang teman menuju lokasi yang telah diumumkan, yakni di daerah Lebak Bulus, Jakarta Selatan dengan menggunakan MRT. Itu merupakan kali kedua saya menumpangi MRT Jakarta karena saya jarang sekali memanfaatkan transportasi umum. Turun di Stasiun Fatmawati, pesan ojek online untuk sampai di titik lokasi. Kesan pertama saya adalah terkait tempatnya yang cukup sempit, tetapi ramai peserta sehingga perlu duduk berdempetan selama mengajar. Namun, apa boleh buat, manfaatkan saja yang tersedia.Â
Hati saya tersentuh saat melihat anak-anak begitu antusias dan semangat untuk belajar, walau dengan segala keterbatasan fasilitas serta sarana. Selain itu, mereka juga sangat ramah dan hormat pada orang tua. Saya berkenalan dengan sebagian besar peserta didik berumur 5-14 tahun yang hadir, mengobrol dan bercanda untuk mencairkan suasana. Kemudian, saya mulai mengajarkan materi dasar, seperti alfabet, penjumlahan/pengurangan, dan huruf vokal, kurang lebih selama satu jam. Lalu, dilanjutkan dengan games sederhana dan pemberian bingkisan makanan ringan. Acara pun selesai dan semua segera kembali ke tujuan masing-masing.Â
Seperti yang sudah disinggung, pengalaman tersebut menjadi yang pertama kalinya. Di kala seorang Kanisian dididik untuk kritis, tangguh, dan berwawasan luas, nilai kepedulian (compassion) menjadi sangat krusial. Apa gunanya menonjol sendiri tanpa kontribusi terhadap sesama? Sifat compassion terealisasi melalui komunitas RHAI ini, tak hanya mencerdaskan generasi penerus, tetapi juga menginspirasi lebih banyak masyarakat.Â
Sejak hari itu, keaktifan dalam menghadiri setiap sesi kegiatan yang diadakan pada hari Sabtu semakin meningkat. Frekuensi penggunaan transportasi umum pun lebih sering. Menyempatkan diri untuk berbuat baik terhadap sesama di tengah kesibukan sekolah yang menuntut banyak hal. Tak berhenti di situ, semangat kepedulian yang terus tumbuh dibuktikan dengan keterlibatan dalam organisasi non-profit yang lebih banyak, seperti The Bright Knight Foundation.Â
Kebiasaan baik kemudian tertanam dalam benak hati hingga kelas 12 saat ini. Soal kepekaan dan kepedulian diri terhadap sesama merupakan suatu kemajuan yang sangat terlihat dalam dinamika sehari-hari. Suatu hal yang sangat patut disyukuri dan dibanggakan. Harapannya, semakin banyak orang yang tergerak untuk membantu sesama sehingga dampak yang dihasilkan mencakup masyarakat yang lebih luas. Akhirnya, pelajaran hidup yang diperoleh selama menjalani pendidikan di Kolese Kanisius menjadi bekal untuk masa depan yang bersinar.Â
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H